Sitti Raehanun: Perbedaan revisi
Tag: VisualEditor Suntingan peramban seluler Suntingan perangkat seluler |
|||
(1 revisi antara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox person|name=Ummi Hajjah Sitti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid|birth_date=Tahun 1952|image=Berkas: | {{Infobox person|name=Ummi Hajjah Sitti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid|birth_date=Tahun 1952|image=Berkas:Sitti Raehanun.jpg|imagesize=220px|known for=*Ketua Pertama Pengurus Wilayah Muslimat Nahdlatul Wathan NTB | ||
*Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (Ketua Umum PB NW) periode 1998-2003|occupation=Sitti Raehanun mengabdikan diri untuk mengembangkan organisasi NW di NTB sehingga pertumbuhannya cukup pesat. NW berhasil tersebar ke-23 provinsi di seluruh Indonesia, lengkap dengan Pengurus Wilayah masing-masing. Begitu juga dengan pertumbuhan jumlah madrasah, baik madrasah NW, madrasah NWDI dan madrasah NBDI, yang hingga kini mencapai 1027 buah madrasah}}'''Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid''' atau Ummuna Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid lahir pada tahun 1952. Ia adalah puteri dari Hajjah Rahmatullah Binti Hasan Jenggik dan Maulana al-Syaikh TGK H. M. Zainuddin Abdul Majid yang merupakan pendiri organisasi Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara Barat. Sebagian orang mengenalnya sebagai ''pepadu'' (mujahidah/jagoan) sebagaimana yang disampaikan oleh ayahnya “Raihanun Pepadungku dait Pepadun Amangku” [Raihanun adalah jagoanku dan jagoan ayahku]. Sebagai puteri dari seorang [[tokoh]] sentral Nahdlatul Wathan (NW) Nusa Tenggara Barat (NTB), ia dibesarkan dalam balutan keluarga yang kaya akan cinta dan kasih sayang yang sarat akan moralitas Islam. | *Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (Ketua Umum PB NW) periode 1998-2003|occupation=Sitti Raehanun mengabdikan diri untuk mengembangkan organisasi NW di NTB sehingga pertumbuhannya cukup pesat. NW berhasil tersebar ke-23 provinsi di seluruh Indonesia, lengkap dengan Pengurus Wilayah masing-masing. Begitu juga dengan pertumbuhan jumlah madrasah, baik madrasah NW, madrasah NWDI dan madrasah NBDI, yang hingga kini mencapai 1027 buah madrasah}}'''Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid''' atau Ummuna Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid lahir pada tahun 1952. Ia adalah puteri dari Hajjah Rahmatullah Binti Hasan Jenggik dan Maulana al-Syaikh TGK H. M. Zainuddin Abdul Majid yang merupakan pendiri organisasi Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara Barat. Sebagian orang mengenalnya sebagai ''pepadu'' (mujahidah/jagoan) sebagaimana yang disampaikan oleh ayahnya “Raihanun Pepadungku dait Pepadun Amangku” [Raihanun adalah jagoanku dan jagoan ayahku]. Sebagai puteri dari seorang [[tokoh]] sentral Nahdlatul Wathan (NW) Nusa Tenggara Barat (NTB), ia dibesarkan dalam balutan keluarga yang kaya akan cinta dan kasih sayang yang sarat akan moralitas Islam. | ||
Sitti Raihanun nyaris menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk mendampingi perjuangan sang ayah dalam menegakkan ajaran Islam dan upaya menumbuhkembangkan organisasi Nahdlatul Wathan. Hal ini menonjolkan fakta bahwa masa kecilnya tak seperti anak perempuan sebaya lainnya. Namun, pengalaman ini justru membentuk pemahamannya yang mendalam mengenai seluk beluk perjuangan khususnya dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan yang sejalan dengan adicita pendirian Nahdlatul Wathan. Selain itu, seolah mewarisi kecerdasan sang ayah dan memiliki keluhuran budi pekerti yang diturunkan oleh sang bunda, Ummuna menerima bimbingan dan arahan yang dominan dari sisi ayahnya guna menentukan perjuangan yang akan ia warisi dan curahan nilai-nilai moral serta tata krama dari kebersamaannya bersama sang ibunda. | Sitti Raihanun nyaris menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk mendampingi perjuangan sang ayah dalam menegakkan ajaran Islam dan upaya menumbuhkembangkan organisasi Nahdlatul Wathan. Hal ini menonjolkan fakta bahwa masa kecilnya tak seperti anak perempuan sebaya lainnya. Namun, pengalaman ini justru membentuk pemahamannya yang mendalam mengenai seluk beluk perjuangan khususnya dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan yang sejalan dengan adicita pendirian Nahdlatul Wathan. Selain itu, seolah mewarisi kecerdasan sang ayah dan memiliki keluhuran budi pekerti yang diturunkan oleh sang bunda, Ummuna menerima bimbingan dan arahan yang dominan dari sisi ayahnya guna menentukan perjuangan yang akan ia warisi dan curahan nilai-nilai moral serta tata krama dari kebersamaannya bersama sang ibunda. | ||
Riwayat Hidup | == Riwayat Hidup == | ||
Ummuna menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri 2 Pancor lalu dilanjutkan ke MTs. dan M.A. Mu’[[alimat]] NW Pancor. Namun, pada dasarnya ia telah memperoleh pendidikan khusus dari kedua orangtuanya yang berperan sebagai ''murabbi''-ruh juga ''murabbi''-jasad. Keagungan pengetahuan dan lautan hikmah yang dimiliki oleh orangtuanya yang juga merupakan waliyullah atau ahli hikmah serta ahli ibadah secara pasti mewariskan kecerdasan dan kemampuan mereka kepada Ummuna. Ummuna tercatat sebagai anak berprestasi hampir di semua jenjang pendidikannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ummuna dipersunting oleh seorang bangsawan sekaligus murid kesayangan sang ayah. | Ummuna menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri 2 Pancor lalu dilanjutkan ke MTs. dan M.A. Mu’[[alimat]] NW Pancor. Namun, pada dasarnya ia telah memperoleh pendidikan khusus dari kedua orangtuanya yang berperan sebagai ''murabbi''-ruh juga ''murabbi''-jasad. Keagungan pengetahuan dan lautan hikmah yang dimiliki oleh orangtuanya yang juga merupakan waliyullah atau ahli hikmah serta ahli ibadah secara pasti mewariskan kecerdasan dan kemampuan mereka kepada Ummuna. Ummuna tercatat sebagai anak berprestasi hampir di semua jenjang pendidikannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ummuna dipersunting oleh seorang bangsawan sekaligus murid kesayangan sang ayah. | ||
Baris 14: | Baris 13: | ||
Ummuna bukanlah seseorang yang haus jabatan, baginya Nahdlatul Wathan adalah amanah sekaligus napas kehidupan yang harus dirawat. Lebih spesifik lagi, sebagai seorang puteri pendiri NW, ia memiliki mandat dan surat kuasa dari Al-Magfurulah Maulana al-Syaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Majid'','' yaitu semangat untuk mewarisi dan melanjutkan perjuangan organisasi. Pada Muktamar Ke X tanggal 24-26 Juli 1998 di Praya-Lombok Tengah hanya ada dua calon ketua Umum PB NW, yaitu Ummi Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid dan H. Ma’sum Ahmad, BA (keponakan Pendiri NW). Dalam pemilihan, Ummuna memperoleh 54 suara dan H. Ma’sum Ahmad memperoleh 34 suara. Dari perolehan tersebut Ummuna terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (Ketua Umum PB NW) periode 1998-2003. Hasil Muktamar sersebut menjadi tonggak bersejarah kontroversi internal organisasi NW dan terjadilah muktamar tandingan yang mereka sebut sebagai muktamar NW Reformasi. | Ummuna bukanlah seseorang yang haus jabatan, baginya Nahdlatul Wathan adalah amanah sekaligus napas kehidupan yang harus dirawat. Lebih spesifik lagi, sebagai seorang puteri pendiri NW, ia memiliki mandat dan surat kuasa dari Al-Magfurulah Maulana al-Syaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Majid'','' yaitu semangat untuk mewarisi dan melanjutkan perjuangan organisasi. Pada Muktamar Ke X tanggal 24-26 Juli 1998 di Praya-Lombok Tengah hanya ada dua calon ketua Umum PB NW, yaitu Ummi Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid dan H. Ma’sum Ahmad, BA (keponakan Pendiri NW). Dalam pemilihan, Ummuna memperoleh 54 suara dan H. Ma’sum Ahmad memperoleh 34 suara. Dari perolehan tersebut Ummuna terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (Ketua Umum PB NW) periode 1998-2003. Hasil Muktamar sersebut menjadi tonggak bersejarah kontroversi internal organisasi NW dan terjadilah muktamar tandingan yang mereka sebut sebagai muktamar NW Reformasi. | ||
== Tokoh dan Keulamaan Perempuan == | |||
Mengulas balik catatan sebelumnya, Ummuna memiliki kharisma yang diturunkan oleh kedua orangtuanya dan yang tidak kalah penting juga memiliki wibawa yang terpancarkan. Setiap tingkah lakunya mengandung suri tauladan dan keunikan tersendiri yang patut ditiru oleh siapa saja. Di lain pihak, sebagian orang menyatakan bahwa tidak selamanya kapasitas luar biasa yang dimiliki oleh Ummuna merupakan turunan dari kedua orangtuanya. Sebagiannya lagi memandang bahwa dalam dua puluh tahun kepemimpinannya di Nahdlatul Wathan telah membuktikan bahwa ia juga merupakan bagian dari kontruksi pengalaman dan buah kegigihan Ummuna dalam belajar dan tak selalu dibayangi oleh nama orangtua. Dalam kepemimpinannya, ia disandingkan secara terhormat dan setara dengan pemimpin laki-laki di eranya. | Mengulas balik catatan sebelumnya, Ummuna memiliki kharisma yang diturunkan oleh kedua orangtuanya dan yang tidak kalah penting juga memiliki wibawa yang terpancarkan. Setiap tingkah lakunya mengandung suri tauladan dan keunikan tersendiri yang patut ditiru oleh siapa saja. Di lain pihak, sebagian orang menyatakan bahwa tidak selamanya kapasitas luar biasa yang dimiliki oleh Ummuna merupakan turunan dari kedua orangtuanya. Sebagiannya lagi memandang bahwa dalam dua puluh tahun kepemimpinannya di Nahdlatul Wathan telah membuktikan bahwa ia juga merupakan bagian dari kontruksi pengalaman dan buah kegigihan Ummuna dalam belajar dan tak selalu dibayangi oleh nama orangtua. Dalam kepemimpinannya, ia disandingkan secara terhormat dan setara dengan pemimpin laki-laki di eranya. | ||
Dalam kepemimpinan dan keulamaannya ia adalah sosok yang berani dalam mengambil keputusan sekaligus tipikal pemimpin yang ahli musyawarah. Ia memiliki sisi ketegasan, arif, dan cerdas. Visinya sejalan dengan visi organisasi, yaitu memperjuangkan agama untuk kepentingan masyarakat banyak. Maka, agama menjadi titik sentral setiap pergerakannya, baik dalam kepemimpinan, pendidikan, sosial, dan dakwah. Semuanya bertumpu pada bagaimana menguatkan sendi agama. Hampir 100% kiprahnya mencerminkan aspek keagamaan meskipun warna nasionalismenya sangat kuat. Selain itu, titahnya adalah titah tertinggi yang tidak bisa disamakan dengan titah unsur pimpinan lain dalam Pengurus Besar Nahdlatul Wathan. | |||
Dalam kepemimpinan dan keulamaannya ia adalah sosok yang berani dalam mengambil keputusan sekaligus tipikal pemimpin yang ahli musyawarah. Ia memiliki sisi ketegasan, arif, dan cerdas. Visinya sejalan dengan visi organisasi, yaitu memperjuangkan agama untuk kepentingan masyarakat banyak. Maka, agama menjadi titik sentral setiap pergerakannya, baik dalam kepemimpinan, pendidikan, sosial, dan dakwah. Semuanya bertumpu pada bagaimana menguatkan sendi agama. Hampir 100% kiprahnya mencerminkan aspek keagamaan meskipun warna nasionalismenya sangat kuat. Selain itu, titahnya adalah titah tertinggi yang tidak bisa disamakan dengan titah unsur pimpinan lain dalam Pengurus Besar Nahdlatul Wathan. | |||
Karakter Ummuna sebagai pemimpin meneguhkan karakteristik pemimpin transformasional. Acapkali ia digaungkan sebagai agen perubahan, pemberani, percaya kepada orang lain, penarik nilai, pembelajar sepanjang hayat, memiliki kemampuan untuk berurusan dengan kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian, dan ''visionary''. Meskipun demikian, dalam derap keulamaan dan kepemimpinan agamisnya tak jarang berbagai tantangan dan hambatan ia jumpai. Otoritas keagamaan dan kepemimpinannya masih diperdebatkan sebab ia seorang perempuan, meskipun pilar dan fondasi perempuan sebagai otoritas tertinggi telah ditanamkan bahkan sejak awal pendirian Nahdlatul Wathan. Fondasi ini dibuktikan pada tiap pernyataan Maulana al-Syaikh yang sering mengatakan, “Sitti Raihanun pepadungku, pepadun H. Abdul Madjid.” Ia pun pernah mengalami pemakzulan manipulatif untuk menggeser namanya dari kepemimpinan tertinggi. | Karakter Ummuna sebagai pemimpin meneguhkan karakteristik pemimpin transformasional. Acapkali ia digaungkan sebagai agen perubahan, pemberani, percaya kepada orang lain, penarik nilai, pembelajar sepanjang hayat, memiliki kemampuan untuk berurusan dengan kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian, dan ''visionary''. Meskipun demikian, dalam derap keulamaan dan kepemimpinan agamisnya tak jarang berbagai tantangan dan hambatan ia jumpai. Otoritas keagamaan dan kepemimpinannya masih diperdebatkan sebab ia seorang perempuan, meskipun pilar dan fondasi perempuan sebagai otoritas tertinggi telah ditanamkan bahkan sejak awal pendirian Nahdlatul Wathan. Fondasi ini dibuktikan pada tiap pernyataan Maulana al-Syaikh yang sering mengatakan, “Sitti Raihanun pepadungku, pepadun H. Abdul Madjid.” Ia pun pernah mengalami pemakzulan manipulatif untuk menggeser namanya dari kepemimpinan tertinggi. | ||
Tantangan kepemimpinan Ummuna secara eksternal bersumber dari persoalan struktur dan kultur sosial patriarkhi yang mendistorsi prinsip kepemimpinan. Selain itu, adanya pemimpin tandingan ilegal namun memiliki power karena yang bersangkutan menjadi penguasa daerah dan dilindungi oleh hegemoni kekuasaan tertinggi. Sementara untuk tantangan dari internal organisasi adalah lemahnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh Nahdlatul Wathan pada bidang-bidang tertentu. Tantangan internal juga menyangkut lemahnya pemahaman visi organisasi sehingga butuh penyadaran extra terutama kepada pengurus yang tidak pernah belajar langsung kepada Pendiri Nahdlatul Wathan. Tantangan lain adalah belum kuatnya aspek tata kelola keuangan dalam organisasi. | |||
== Prestasi dan Penghargaan == | |||
Di bawah model kepemimpinan transformatif karismatiknya baik dalam aspek leadership maupun manajerial, Ummuna mampu menggerakkan bawahan secara aktif dan menciptakan terobosan berarti dalam perkembangan organisasi dalam kurun waktu 20 tahun kepemimpinannya. Selain itu, ia melakukan dinamisasi organisasi dengan didirikannya 10 pengurus wilayah definitif dan 3 perwakilan di berbagai provinsi di Indonesia. | Di bawah model kepemimpinan transformatif karismatiknya baik dalam aspek leadership maupun manajerial, Ummuna mampu menggerakkan bawahan secara aktif dan menciptakan terobosan berarti dalam perkembangan organisasi dalam kurun waktu 20 tahun kepemimpinannya. Selain itu, ia melakukan dinamisasi organisasi dengan didirikannya 10 pengurus wilayah definitif dan 3 perwakilan di berbagai provinsi di Indonesia. | ||
Ummuna juga berkontribusi dalam pendirian ratusan sekolah dan pondok pesantren di berbagai provinsi di Indonesia. Madrasah dan sekolah yang ia dirikan sepanjang 1998-2015 adalah 280 [[lembaga]] pendidikan. Dengan kemampuannya, ia berhasil mengelola sebuah pondok pesantren terbesar yang pernah ada yang didirikan oleh seorang perempuan. Pondok Pesantren yang ia dirikan itu adalah Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani Lombok Timur. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota MPR RI tahun 1999. | |||
== Daftar Bacaan Lanjutan == | |||
Lalu Fauzi Haryadi (2018) “Kepemimpinan Perempuan dalam Manajemen Organisasi Keagamaan, Studi Pengurus Besar Nahdlatul Wathan”, Tesis Universitas Islam Negeri, Mataram. | * Bakti, O. (2017). Konsekwensi Yuridis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 37/K/TUN/2016 Terhadap Akta Pendirian Dan Penyelesaian Badan Hukum Nahdatul Wathan (NW). ''Jatiswara'', ''32''(2). http://www.jatiswara.unram.ac.id/index.php/js/article/view/125 | ||
* Fahrurrozi, F. (2017). Diaspora Politik Keluarga Organisasi Nahdlatul Wathan pada Pemilu Legislatif 2014 di Lombok, Nusa Tenggara Barat. ''Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies'', ''13''(1), 82-109. https://journal.umy.ac.id/index.php/afkaruna/article/view/4204 | |||
* Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdlatul Wathan Lombok Timur, ''Sekilas Mengenal Al-Mujahidah Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul,'' Madjid, https://iaihnwlotim.ac.id/ketua-yayasan/ | |||
* Lalu Fauzi Haryadi (2018) “Kepemimpinan Perempuan dalam Manajemen Organisasi Keagamaan, Studi Pengurus Besar Nahdlatul Wathan”, Tesis Universitas Islam Negeri, Mataram. | |||
* Mtq, PBNW Yang Sah Dibawah Kepemimpinan Hj. Sitti Raihanun Zainuddin AM, http://www.swarasenayan.com/pbnw-yang-sah-dibawah-kepemimpinan-hj-sitti-raihanun-zainuddin-am/ | |||
Revisi terkini pada 16 Maret 2022 03.02
Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid atau Ummuna Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid lahir pada tahun 1952. Ia adalah puteri dari Hajjah Rahmatullah Binti Hasan Jenggik dan Maulana al-Syaikh TGK H. M. Zainuddin Abdul Majid yang merupakan pendiri organisasi Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara Barat. Sebagian orang mengenalnya sebagai pepadu (mujahidah/jagoan) sebagaimana yang disampaikan oleh ayahnya “Raihanun Pepadungku dait Pepadun Amangku” [Raihanun adalah jagoanku dan jagoan ayahku]. Sebagai puteri dari seorang tokoh sentral Nahdlatul Wathan (NW) Nusa Tenggara Barat (NTB), ia dibesarkan dalam balutan keluarga yang kaya akan cinta dan kasih sayang yang sarat akan moralitas Islam.
Sitti Raihanun nyaris menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk mendampingi perjuangan sang ayah dalam menegakkan ajaran Islam dan upaya menumbuhkembangkan organisasi Nahdlatul Wathan. Hal ini menonjolkan fakta bahwa masa kecilnya tak seperti anak perempuan sebaya lainnya. Namun, pengalaman ini justru membentuk pemahamannya yang mendalam mengenai seluk beluk perjuangan khususnya dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan yang sejalan dengan adicita pendirian Nahdlatul Wathan. Selain itu, seolah mewarisi kecerdasan sang ayah dan memiliki keluhuran budi pekerti yang diturunkan oleh sang bunda, Ummuna menerima bimbingan dan arahan yang dominan dari sisi ayahnya guna menentukan perjuangan yang akan ia warisi dan curahan nilai-nilai moral serta tata krama dari kebersamaannya bersama sang ibunda.
Riwayat Hidup
Ummuna menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri 2 Pancor lalu dilanjutkan ke MTs. dan M.A. Mu’alimat NW Pancor. Namun, pada dasarnya ia telah memperoleh pendidikan khusus dari kedua orangtuanya yang berperan sebagai murabbi-ruh juga murabbi-jasad. Keagungan pengetahuan dan lautan hikmah yang dimiliki oleh orangtuanya yang juga merupakan waliyullah atau ahli hikmah serta ahli ibadah secara pasti mewariskan kecerdasan dan kemampuan mereka kepada Ummuna. Ummuna tercatat sebagai anak berprestasi hampir di semua jenjang pendidikannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ummuna dipersunting oleh seorang bangsawan sekaligus murid kesayangan sang ayah.
Pernikahannya bersama Drs. H. L. Gede telah mengaruniai mereka tujuh orang anak, salah satunya Raden Tuan Guru Bajang KH. Lalu Gede M.Zainuddin Atsani, Lc., M.Pd.I. Ummuna juga tercatat pernah mengenyam pendidikan sarjana di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Ibrahim Malang hingga semester tiga dan ia kemudian memilih mengikuti sang suami yang harus berpindah-pindah tempat kerja. Walaupun demikian, Ummuna aktif di berbagai organisasi perempuan termasuk dalam struktur birokrasi pemerintahan seperti wakil ketua PKK BKPMD Provinsi NTB.
Ia aktif berorganisasi, khususnya ia banyak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan Nahdlatul Wathan yang mengantarkannya menjadi Ketua Pengurus Wilayah Muslimat oleh Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Wathan. Di bawah kepemimpinannya inilah seluruh pengurus wilayah Muslimat Nahdlatul di NTB terbentuk dan tak berselang lama ia dicalonkan sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Wathan.
Ummuna bukanlah seseorang yang haus jabatan, baginya Nahdlatul Wathan adalah amanah sekaligus napas kehidupan yang harus dirawat. Lebih spesifik lagi, sebagai seorang puteri pendiri NW, ia memiliki mandat dan surat kuasa dari Al-Magfurulah Maulana al-Syaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Majid, yaitu semangat untuk mewarisi dan melanjutkan perjuangan organisasi. Pada Muktamar Ke X tanggal 24-26 Juli 1998 di Praya-Lombok Tengah hanya ada dua calon ketua Umum PB NW, yaitu Ummi Hajjah Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid dan H. Ma’sum Ahmad, BA (keponakan Pendiri NW). Dalam pemilihan, Ummuna memperoleh 54 suara dan H. Ma’sum Ahmad memperoleh 34 suara. Dari perolehan tersebut Ummuna terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (Ketua Umum PB NW) periode 1998-2003. Hasil Muktamar sersebut menjadi tonggak bersejarah kontroversi internal organisasi NW dan terjadilah muktamar tandingan yang mereka sebut sebagai muktamar NW Reformasi.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Mengulas balik catatan sebelumnya, Ummuna memiliki kharisma yang diturunkan oleh kedua orangtuanya dan yang tidak kalah penting juga memiliki wibawa yang terpancarkan. Setiap tingkah lakunya mengandung suri tauladan dan keunikan tersendiri yang patut ditiru oleh siapa saja. Di lain pihak, sebagian orang menyatakan bahwa tidak selamanya kapasitas luar biasa yang dimiliki oleh Ummuna merupakan turunan dari kedua orangtuanya. Sebagiannya lagi memandang bahwa dalam dua puluh tahun kepemimpinannya di Nahdlatul Wathan telah membuktikan bahwa ia juga merupakan bagian dari kontruksi pengalaman dan buah kegigihan Ummuna dalam belajar dan tak selalu dibayangi oleh nama orangtua. Dalam kepemimpinannya, ia disandingkan secara terhormat dan setara dengan pemimpin laki-laki di eranya.
Dalam kepemimpinan dan keulamaannya ia adalah sosok yang berani dalam mengambil keputusan sekaligus tipikal pemimpin yang ahli musyawarah. Ia memiliki sisi ketegasan, arif, dan cerdas. Visinya sejalan dengan visi organisasi, yaitu memperjuangkan agama untuk kepentingan masyarakat banyak. Maka, agama menjadi titik sentral setiap pergerakannya, baik dalam kepemimpinan, pendidikan, sosial, dan dakwah. Semuanya bertumpu pada bagaimana menguatkan sendi agama. Hampir 100% kiprahnya mencerminkan aspek keagamaan meskipun warna nasionalismenya sangat kuat. Selain itu, titahnya adalah titah tertinggi yang tidak bisa disamakan dengan titah unsur pimpinan lain dalam Pengurus Besar Nahdlatul Wathan.
Karakter Ummuna sebagai pemimpin meneguhkan karakteristik pemimpin transformasional. Acapkali ia digaungkan sebagai agen perubahan, pemberani, percaya kepada orang lain, penarik nilai, pembelajar sepanjang hayat, memiliki kemampuan untuk berurusan dengan kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian, dan visionary. Meskipun demikian, dalam derap keulamaan dan kepemimpinan agamisnya tak jarang berbagai tantangan dan hambatan ia jumpai. Otoritas keagamaan dan kepemimpinannya masih diperdebatkan sebab ia seorang perempuan, meskipun pilar dan fondasi perempuan sebagai otoritas tertinggi telah ditanamkan bahkan sejak awal pendirian Nahdlatul Wathan. Fondasi ini dibuktikan pada tiap pernyataan Maulana al-Syaikh yang sering mengatakan, “Sitti Raihanun pepadungku, pepadun H. Abdul Madjid.” Ia pun pernah mengalami pemakzulan manipulatif untuk menggeser namanya dari kepemimpinan tertinggi.
Tantangan kepemimpinan Ummuna secara eksternal bersumber dari persoalan struktur dan kultur sosial patriarkhi yang mendistorsi prinsip kepemimpinan. Selain itu, adanya pemimpin tandingan ilegal namun memiliki power karena yang bersangkutan menjadi penguasa daerah dan dilindungi oleh hegemoni kekuasaan tertinggi. Sementara untuk tantangan dari internal organisasi adalah lemahnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh Nahdlatul Wathan pada bidang-bidang tertentu. Tantangan internal juga menyangkut lemahnya pemahaman visi organisasi sehingga butuh penyadaran extra terutama kepada pengurus yang tidak pernah belajar langsung kepada Pendiri Nahdlatul Wathan. Tantangan lain adalah belum kuatnya aspek tata kelola keuangan dalam organisasi.
Prestasi dan Penghargaan
Di bawah model kepemimpinan transformatif karismatiknya baik dalam aspek leadership maupun manajerial, Ummuna mampu menggerakkan bawahan secara aktif dan menciptakan terobosan berarti dalam perkembangan organisasi dalam kurun waktu 20 tahun kepemimpinannya. Selain itu, ia melakukan dinamisasi organisasi dengan didirikannya 10 pengurus wilayah definitif dan 3 perwakilan di berbagai provinsi di Indonesia.
Ummuna juga berkontribusi dalam pendirian ratusan sekolah dan pondok pesantren di berbagai provinsi di Indonesia. Madrasah dan sekolah yang ia dirikan sepanjang 1998-2015 adalah 280 lembaga pendidikan. Dengan kemampuannya, ia berhasil mengelola sebuah pondok pesantren terbesar yang pernah ada yang didirikan oleh seorang perempuan. Pondok Pesantren yang ia dirikan itu adalah Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani Lombok Timur. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota MPR RI tahun 1999.
Daftar Bacaan Lanjutan
- Bakti, O. (2017). Konsekwensi Yuridis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 37/K/TUN/2016 Terhadap Akta Pendirian Dan Penyelesaian Badan Hukum Nahdatul Wathan (NW). Jatiswara, 32(2). http://www.jatiswara.unram.ac.id/index.php/js/article/view/125
- Fahrurrozi, F. (2017). Diaspora Politik Keluarga Organisasi Nahdlatul Wathan pada Pemilu Legislatif 2014 di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies, 13(1), 82-109. https://journal.umy.ac.id/index.php/afkaruna/article/view/4204
- Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdlatul Wathan Lombok Timur, Sekilas Mengenal Al-Mujahidah Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul, Madjid, https://iaihnwlotim.ac.id/ketua-yayasan/
- Lalu Fauzi Haryadi (2018) “Kepemimpinan Perempuan dalam Manajemen Organisasi Keagamaan, Studi Pengurus Besar Nahdlatul Wathan”, Tesis Universitas Islam Negeri, Mataram.
- Mtq, PBNW Yang Sah Dibawah Kepemimpinan Hj. Sitti Raihanun Zainuddin AM, http://www.swarasenayan.com/pbnw-yang-sah-dibawah-kepemimpinan-hj-sitti-raihanun-zainuddin-am/
Penulis: Noorhidayah
Editor: Nor Ismah