Murni Lehong

Dari Kupipedia
Revisi per 3 September 2021 07.15 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Murni Lehong
Murni Lehoong.jpeg
Tempat, Tgl. LahirBulukumba, 31 Desember 1972
Aktivitas Utama
  • Menjadi pimpinan di Yayasan Az-Zahra, Bulukumba dan TK Az-Zahra
  • Pemateri rutin di 11 Majlis Ta’lim
  • Menyampaikan ceramah agama di berbagai kesempatan
Karya Utama
  • Menulis buku Psikologi Pendidikan Anak, Salatlah sebelum Disalatkan, Tata Cara Membaca Al-Qur’an yang Baik dan Benar
  • Mendirikan Yayasan Az-Zahra, Bulukumba

Murni Lehong yang bergelar akademik Sarjana Agama dan Magister Hukum Islam (S. Ag., M. H. I) ini lahir di penghujung 1972, tepatnya pada 31 Desember. Saat ini, selain rutin mengisi Majlis Taklim dan forum-forum pengajian di berbagai lembaga/kantor, ia juga mengepalai Yayasan Az-Zahra, di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Yayasan tersebut membawahi beberapa lembaga pendidikan di mana jenjang TK-nya dikepalai langsung olehnya.

Ustadzah Murni, begitu ia biasa dipanggil oleh para jamaahnya, mendengar mengenai KUPI dari temannya di Barru yang mengikuti kongres tersebut di Cirebon. Ia sendiri tidak sempat menghadiri KUPI, namun demikian, ia memiliki semangat yang sama dengan KUPI dalam mengapresiasi dan menyediakan akses kepada ulama perempuan untuk turut serta berkontribusi dalam masyarakat.

Riwayat Hidup

Lahir dan besar di tengah keluarga yang agamis, Ustadzah Murni dan enam saudaranya yang lain mengenyam pendidikan di pesantren. Bahkan sejak duduk di bangku kelas 3 SD, atas inisiatifnya sendiri Ustadzah Murni sudah belajar dan tinggal di Pesantren DDI (Darul Dakwah wal Irsyad) Mangkoso, Soppen Riaja, Barru. Di pesantren tersebut, ia menyelesaikan pendidikan hingga strata 1. Lepas dari pesantren, ia melanjutkan pendidikan strata 2 di IAIN Alauddin Makassar.

Ustadzah Murni juga menerapkan alur pendidikan yang sama kepada ketiga putera-puterinya. Sulungnya, seorang laki-laki, sudah sejak lulus SD ia kirimkan ke salah satu pondok tahfidz di Makassar untuk melanjutkan jenjang SLTP sekaligus menghafalkan Al-Qur’an. Sang putera ternyata buru-buru menamatkan hafalan Al-Qur’annya sebelum masa studi 3 tahunnya di SLTP selesai. Sementara itu, puterinya yang kedua ia kirim ke Gontor Puteri V di Kediri untuk menimba ilmu meski dalam rentang jarak yang tidak dekat. Puteri bungsunya yang saat ini masih duduk di bangku kelas VI SD tampaknya juga akan mengikuti jejak kedua kakaknya.

Ustadzah Murni memulai kariernya sebagai muballighah sejak masih di pesantren, ketika dirinya belum berkuliah atau menikah. Ketika itu ia suka sekali mengikuti acara-acara semacam Safari Ramadhan. Ia mengaku bahwa menjadi muballighah adalah dunianya; titik yang mempertemukan bakat dan minatnya sekaligus. Apalagi, ketiga saudara kandungnya juga menjadi muballighah. Tokoh idolanya adalah Tuti Alawiyah yang merupakan idola generasi 1970-an. Ia juga melihat bahwa menjadi muballighah adalah sarana pengembangan diri karena menurut prinsipnya, jika seorang ibu ‘berkualitas’, maka demikian juga anak-anaknya sebab 80% kecerdasan ibu turun ke anak.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Ustadzah Murni sudah sejak lama menentukan prioritasnya. Memahami jam terbangnya di dunia dakwah yang tidak sedikit dan bahkan seringkali full booked dalam hitungan hari, ia tidak memegang mata pelajaran spesifik di lembaga pendidikan yang ada di bawah yayasannya. Jika sedang di rumah, ia biasanya sekadar menggantikan guru yang tidak masuk karena berhalangan, terutama jika mata pelajaran yang sedang kosong tersebut adalah favoritnya, seperti Ilmu Tafsir dan Bahasa Arab. Tawaran mengajar dari luar juga ia tolak, seperti halnya profesi dosen yang sempat ia geluti namun akhirnya ia lepaskan. Karena dalam sehari, ia bisa berkali-kali open mic dari satu mimbar ke mimbar lain, satu kantor ke kantor lain, hingga satu majlis ta’lim ke majlis ta’lim lain.

Sementara itu dalam satu bulan, ada 11 forum Majlis Taklim yang memintanya sebagai pembicara. Ini belum termasuk acara-acara insidental ketika ia diundang untuk berceramah di berbagai kantor atau lembaga. Sementara ia tidak memiliki manager, ia seringkali mengendarai sendiri mobilnya untuk pulang-pergi menuju dan dari tempat acara. Ia juga tidak bisa meminta suaminya untuk mengantar karena kesibukannya yang juga tak kalah padat. Selain di wilayah Kabupaten Bulukumba dan sekitarnya, Ustadzah Murni pernah juga diundang ke Jakarta untuk menyampaikan ceramah pada momen Maulid Nabi.

Karena cakupan dakwahnya yang luas, meski secara umum terpusat di Bulukumba, jamaah Bu Murni juga beragam, termasuk perempuan dan laki-laki dari berbagai latar belakang. Selama ia berdakwah, ia belum pernah mendapat penolakan. Kunci utama dari penerimaan ini menurutnya adalah bahasa. “Di mana saya berceramah, di situ saya menyesuaikan dengan bahasa ibu masyarakat setempat. Bahasa masyarakat sini kan cuma dua: Bugis sama Makassar. Jadi saya tinggal menyesuaikan saja. Alhamdulillah selama ini tidak ada halangan yang berarti,” jelasnya ketika ditanya mengenai suka-dukanya dalam berdakwah.

Namun demikian, ia sempat menerima beberapa orang yang mendatangi kediamannya untuk berdiskusi mengenai suara sebagai aurat perempuan. Bu Murni ketika itu menjelaskan bahwa suara bisa menjadi aurat jika dikeluarkan dengan niat untuk hal-hal yang tidak baik seperti untuk menggoda. Ia menganalogikannya dengan imbauan agar melakukan salat di rumah. Jika seseorang berangkat ke masjid untuk shalat dengan niatan yang tidak baik, misalnya untuk menggoda lawan jenis, maka lebih baik ia shalat di rumah. Ustadzah Murni menambahkan bahwa pandangan tentang suara perempuan adalah aurat itu merupakan pandangan yang sempit, tidak konprehensif, dan cenderung hanya melihat dari satu sisi saja.

Mengenai peran suami dan kehidupan rumah tangganya, Ustadzah Murni mengatakan bahwa peran suaminya sangatlah besar. Suaminya tidak hanya mendukung, tetapi juga selalu memfasilitasi dan memudahkan mobilitasnya dalam berdakwah. “Saya sering mengatakan kepada suami saya, ketika di rumah saya milik suami tapi ketika di luar, saya milik umat,” imbuhnya. Dalam kehidupan berumah tangga, menurutnya, saling percaya antarpasangan adalah kunci yang akan menentukan bagaimana hubungan suami-istri akan berlangsung. Selain itu, ia juga berusaha untuk menjaga keseimbangan perannya sebagai istri, ibu, menantu, ipar, dan peran lainnya.

Penghargaan dan Prestasi

Popularitas Bu Murni serta perannya di dunia dakwah membuatnya mendapatkan posisi sebagai salah satu anggota tim konselor Kabupaten di bawah manajemen pemberdayaan perempuan. Bersama timnya, ia kerap menangani berbagai persoalan rumah tangga yang tidak harmonis, problem psikologis anak, dan semacamnya, baik di kalangan internal maupun di luar jamaahnya. Para jamaah yang memiliki masalah rumah tangga biasanya akan menemui Ustadzah Murni untuk mendapatkan masukan dan nasihat yang berkaitan dengan penyelesaian baik secara hukum maupun agama. Sebisa mungkin, Ustadzah Murni mengupayakan rekonsiliasi antarpasangan jika memang masih memungkinkan. Namun jika tidak, ia akan membantu pengurusan proses cerai dan memastikan bahwa hak-hak istri dan anak terpenuhi dengan baik.

Selain itu, karena dedikasinya yang tinggi di dunia dakwah ia mendapatkan penghargaan sebagai muballighah produktif dalam Milad ke-14 Partai Keadilan Sejahtera DPD Kabupaten Bulukumba. Ustadzah Murni menceritakan bahwa selama 2 tahun belakangan semasa Covid, ia tetap rutin mengisi ceramah dengan menggunakan protokol kesehatan ketat.

Karya-Karya

Di tengah kesibukannya, Ustadzah Murni masih sempat menulis. Beberapa di antara tulisannya adalah Psikologi Pendidikan Anak, Shalatlah sebelum Disalatkan, dan Tata Cara Membaca Al-Qur’an yang Baik dan Benar. Tulisan-tulisan itu ia cetak sendiri dan banyak diminati dan dibaca oleh jamaahnya. Terutama buku yang berjudul Shalatlah Sebelum Dishalatkan adalah buku favoritnya yang kerap ia baca sebelum open mic dan juga menjadi buku favorit jamaahnya. Buku yang beredar pada 2006 tersebut telah dicetak lebih dari 2000 kopi. Sebelumnya, ketika berkuliah S-2, ia menulis tesis berjudul “Peran Perempuan dalam Persepektif Hukum Islam; Analisis Kritis akan Peran Domestik Publik dan Publik Perempuan”.

Daftar Bacaan Lanjutan



Penulis : Masyithah Mardhatillah
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir