Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia: Perbedaan revisi

tidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 12: Baris 12:
Selanjutnya, berturut-turut, bagian kedua membahas perspektif keulama’an perempuan, bagian ketiga soal eksistensi dan peran sosial keulamaan perempuan, bagian keempat tentang pendidikan keulamaan perempuan, dan bagian terakhir memotret ulama perempuan dan isu-isu kontemporer. Di antara lima bagian tersebut, bagian ketiga adalah yang paling ‘gemuk’ dengan 15 artikel. Jumlah ini kurang lebih menunjukkan betapa beragamnya medan perjuangan para ulama’ perempuan, seperti bagaimana mereka membumikan nilai-nilali Islam moderat (hlm. 125-134), strategi dakwah dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan (hlm. 135-152); tiga hal yang menjadi fokus perjuangan KUPI, hingga soal peran dan suara perempuan dalam proses produksi dan pengamalan fatwa (hlm. 83-86 dan 101-2014).   
Selanjutnya, berturut-turut, bagian kedua membahas perspektif keulama’an perempuan, bagian ketiga soal eksistensi dan peran sosial keulamaan perempuan, bagian keempat tentang pendidikan keulamaan perempuan, dan bagian terakhir memotret ulama perempuan dan isu-isu kontemporer. Di antara lima bagian tersebut, bagian ketiga adalah yang paling ‘gemuk’ dengan 15 artikel. Jumlah ini kurang lebih menunjukkan betapa beragamnya medan perjuangan para ulama’ perempuan, seperti bagaimana mereka membumikan nilai-nilali Islam moderat (hlm. 125-134), strategi dakwah dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan (hlm. 135-152); tiga hal yang menjadi fokus perjuangan KUPI, hingga soal peran dan suara perempuan dalam proses produksi dan pengamalan fatwa (hlm. 83-86 dan 101-2014).   


Beragamnya ''concern'' para ulama’ perempuan juga tampak dalam bagian terkahir yang membahas isu-isu kontemporer. Tujuh artikel yang berada dalam ''clustering'' terakhir tersebut mengulas beberapa isu kontemporer, termasuk isu lama yang tetap bertahan menjadi buah bibir di segala kondisi, seperti poligini (hlm. 187-192), ekologi (hlm. 235-240) dan jihad (hlm. 193-204) serta bagaimana para ulama’ perempuan menyikapinya. Isu-isu lain yang dibahas dalam Musyawarah Keagamaan KUPI I juga muncul sebagai variabel inti dari artikel-artikel di bagian ini, seperti penghapusan kekerasan seksual (hlm. 205-208 dan 209-234)
Beragamnya ''concern'' para ulama’ perempuan juga tampak dalam bagian terkahir yang membahas isu-isu kontemporer. Tujuh artikel yang berada dalam ''clustering'' terakhir tersebut mengulas beberapa isu kontemporer, termasuk isu lama yang tetap bertahan menjadi buah bibir di segala kondisi, seperti poligini (hlm. 187-192), ekologi (hlm. 235-240) dan jihad (hlm. 193-204) serta bagaimana para ulama’ perempuan menyikapinya. Isu-isu lain yang dibahas dalam [[Musyawarah Keagamaan]] KUPI I juga muncul sebagai variabel inti dari artikel-artikel di bagian ini, seperti penghapusan kekerasan seksual (hlm. 205-208 dan 209-234)


Sementara itu, dua bab lain masing-masing membahas perspektif keulamaan perempuan (bagian II) dan pendidikan keulaman perempuan (bagian IV). Keduanya sebenarnya saling berkait satu sama lain. Jika yang pertama membedah berbagai perspektif yang relevan terhadap keulama’an perempuan, semisal [[Keadilan Hakiki|keadilan hakiki]] (hlm. 43-50), feminisme (hlm. 51-55 dan 59-64) serta makna ulama’ perempuan (hlm. 39-42), maka yang kedua memotret di mana dan bagaimana perspektif tersebut tumbuh dan berkembang.  
Sementara itu, dua bab lain masing-masing membahas perspektif keulamaan perempuan (bagian II) dan pendidikan keulaman perempuan (bagian IV). Keduanya sebenarnya saling berkait satu sama lain. Jika yang pertama membedah berbagai perspektif yang relevan terhadap keulama’an perempuan, semisal [[Keadilan Hakiki|keadilan hakiki]] (hlm. 43-50), feminisme (hlm. 51-55 dan 59-64) serta makna ulama’ perempuan (hlm. 39-42), maka yang kedua memotret di mana dan bagaimana perspektif tersebut tumbuh dan berkembang.  
Baris 18: Baris 18:
Sebagai salah satu ''output'' dari musyawarah KUPI pertama, buku ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, seperti beberapa di antaranya yang termuat dalam ''backcover'' buku ini. Beberapa tokoh penting tanah air menyatakan apresiasi terhadap buku yang sekaligus menandai momentum bersatunya gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya masih tampak sporadis. KUPI memang tidak hanya menyatukan tiga elemen pembentuknya, yakni [[Rahima]], [[Fahmina]], dan [[Alimat]], tetapi juga para tokoh yang ''concern'' terhadap isu-isu perempuan bari dari dalam maupun luar tiga [[komunitas]] tersebut.
Sebagai salah satu ''output'' dari musyawarah KUPI pertama, buku ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, seperti beberapa di antaranya yang termuat dalam ''backcover'' buku ini. Beberapa tokoh penting tanah air menyatakan apresiasi terhadap buku yang sekaligus menandai momentum bersatunya gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya masih tampak sporadis. KUPI memang tidak hanya menyatukan tiga elemen pembentuknya, yakni [[Rahima]], [[Fahmina]], dan [[Alimat]], tetapi juga para tokoh yang ''concern'' terhadap isu-isu perempuan bari dari dalam maupun luar tiga [[komunitas]] tersebut.
[[Kategori:Khazanah]]
[[Kategori:Khazanah]]
[[Kategori:Buku KUPI]]