Pengkaderan Ulama Perempuan
Pengkaderan berasal dari kata “kader”, dalam KBBI dimaknai sebagai orang yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam sebuah pemerintahan, partai, kelompok, dan lain-lain. Sehingga pengkaderan adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader (di bidang yang diharapkan).
Adapun ulama perempuan adalah kata majemuk. Terdiri dari dua kata: “ulama” dan “perempuan”. Kata “ulama” sudah disebutkan dalam al-Qur’an dan beberapa teks Hadis. Secara bahasa, kata “ulama” merupakan bentuk jamak dari kata “alim” yang berarti orang yang tahu atau sangat berilmu.
Kata “perempuan”, menurut hemat KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia), bisa memiliki dua pemaknaan, biologis dan idiologis. Pemaknaan dari sisi biologis, seperti yang didefinisikan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu orang yang memiliki puki (kemaluan perempuan), dapat menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Secara idiologis, perempuan di sini bisa berarti perspektif, kesadaran, dan gerakan keberpihakan pada perempuan untuk mewujudkan keadilan relasi dengan laki-laki, baik dalam kehidupan keluarga maupun sosial. Dengan definisi yang kedua, atau idiologis, maka siapapun bisa terlibat dalam kerja-kerja keberpihakan pada nasib perempuan dan berjuang melahirkan kehidupan yang bermartabat dan adil dalam relasi antara laki-laki dan perempuan.
Bila digabungkan, maka pengertian “ulama perempuan” dalam perspektif KUPI, yaitu orang-orang yang berilmu mendalam, baik perempuan maupun laki-laki, yang memiliki rasa takut kepada Allah (berintegritas), berkepribadian mulia (akhlaaq kariimah), menegakkan keadilan, dan memberikan kemaslahatan kepada semesta (rahmatan lil ‘aalamiin), sehingga tercipta relasi kesalingan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, dan tanpa kekerasan dalam rangka mewujudkan cita-cita kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pengkaderan atau kaderisasi ulama perempuan bermakna sebuah program pendidikan yang dilaksanakan untuk menciptakan kader-kader ulama perempuan yang memahami teks-teks keagamaan dengan baik, gigih dalam pengorganisasian dan pendampingan terhadap problem umat serta memahmi relasi kesalingan dalam mewujudkan cita-cita kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) digagas pertama kali oleh Rahima, yaitu Rahima, Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan adalah sebuah organisasi non-pemerintah (Ornop) atau non-government organization (NGO) yang berfokus pada peningkatan kesadaran tentang Islam, gender, dan hak-hak perempuan. Rahima berdiri pada tanggal 5 Agustus 2000.
Untuk mewujudkan misinya, Rahima mengadakan sebuah program bernama Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP). Awalnya kegiatan ini dilaksanakan di sebuah mushalla kecil yang dihadiri oleh beberapa mahasiswa Universitas Studi Islam (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sebagian besar mahasiswa adalah perempuan, dan di bawah kepemimpinan K.H. Husein Muhammad mereka belajar kitab kuning tingkat lanjut yang biasanya hanya diberikan kepada santri laki-laki di pesantren.
Melihat benefit dari kegiatan ini, akhirnya Rahima Rahima memulai lokakarya untuk merumuskan modul PUP pada tanggal 23-25 Januari 2005, yang dihadiri oleh beberapa anggota.
Pada bulan Agustus, Rahima menyelenggarakan kegiatan PUP ke dalam dua angkatan. Angkatan pertama dihadiri oleh 15 orang tokoh muslim perempuan dari Jawa Barat dan Magelang, Jawa Tengah. Sedangkan angkatan kedua dihadiri oleh tokoh muslim perempuan dari Jawa Timur.
Angkatan pertama mempelajari lima tadarrus (materi kelas), yaitu ; (1) Perspektif Gender; (2) Perubahan Sosial; (3) Analisis Sosial; (4) Metodologi Wacana Islam; dan (5) Pengorganisasian Komunitas dan Dakwah Transformatif.
Jumlah peserta pun semakin bertambah, dari yang awalnya 15 orang menjadi 25 orang. Begitu pun dengan asal daerah peserta, untuk angkatan ke-tiga berasal dari Jawa tengah, dan yang keempat berasal dari Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Untuk angkatan kelima dilakukan di wilayah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Pendidikan PUP ini dilakukan dalam 3 seri pelatihan dan masing-masing dilakukan selama empat hari.
Rahima juga telah mengembangkan versi baru dalam berbagai mata pelajarannya, yaitu Islam dan Kesetaraan Gender, Tafsir (Tafsir Alquran) dan Kajian Hadits, Kajian Fiqih, Islam dan Perubahan Sosial, dan Advokasi dan Pengorganisasian Komunitas. Mata pelajaran ini diperluas menjadi delapan tadarrus untuk angkatan keempat, yaitu : Islam, Kesehatan Wanita dan Reproduksi, Islam dan Sosial Perubahan, Tafsir dan Ulum at-Tafsir, Hadits dan Ulum al-Hadits, Fiqh dan Ushul al-Fiqh, Bahthul masa'il dan Tata Cara Pengeluaran Fatwa, Advokasi dan Pengorganisasian Komunitas, dan Kepemimpinan Perempuan.
Untuk merekrut peserta PUP, Rahima menetapkan beberapa persyaratan, diantaranya; 1) Peserta berjenis kelamin perempuan usia antara 20-55 tahun, 2) Memilki basis/jamaah/komunitas binaan, baik dari pesantren, majlis taklim, Lembaga pendidikan keagamaan, dosen, dll. 3) Mampu membaca dan memahami Kitab Kuning. 4) Memiliki komitmen untuk mengikuti serial pendidikan dari awal hingga akhir. 5) Non partisan (bukan merupakan pengurus atau anggota salah satu partai politik). 6) Memiliki kegelisahan pada berbagai persoalan sosial; secara lebih khusus persoalan perempuan. 7) Membuat tulisan tentang aktivitas dan peran di dalam masyarakat.
PUP menerapkan metode pembelajaran orang dewasa (Pendidikan Orang Dewasa, POD) yang menekankan pada tindakan dan refleksi serta belajar dari pengalaman para peserta. Hal ini tidak hanya berdasarkan teori tetapi juga praktik.
PUP diadakan selama empat atau enam hari, tergantung pada mata pelajaran yang dipelajari. Pada hari pertama, para peserta mengeksplorasi pengalaman dan kasus (misalnya pengalaman menjadi anak perempuan) yang diambil dari kehidupan dan komunitas mereka sendiri, dan juga merefleksikan hubungan mereka dengan mata pelajaran tadarus.
Ada jarak sekitar 2 bulan antara tadarrus, yaitu ketika mereka dapat menerapkan (inisiatif strategis) di masyarakat dan menemukan kasus-kasus baru untuk dibahas dan direfleksikan dalam tadarrus selanjutnya. Dengan demikian POD memungkinkan para peserta untuk berbagi dan memperkaya pengalaman dan praktik mereka sebagai tokoh masyarakat.
Melalui kegiatan PUP ini, Ulama perempuan diharapkan dapat mencapai beberapa target seperti memahami “perspektif gender”, yang berarti mempertimbangkan kesetaraan dan keadilan untuk keduanya pria dan perempuan dalam menganalisis masalah sosial dan keagamaan.
Selain itu, mereka harus juga mampu berpikir kritis terhadap realitas ketidakadilan, mengorganisasikan kegiatan masyarakat, dan akhirnya dapat menduduki posisi yang sah dalam masyarakat serta mengatur fatwa yang dapat mempengaruhi dan mendorong perubahan sosial.
PUP mendapatkan respon yang cukup positif dari para alumninya, seperti dituturkan oleh Ummi Hanik -alumni PUP Angkatan III asal Jawa Tengah- mengakui bahwa "perspektif gender" yang dia pelajari di PUP mengubah caranya menganalisis suatu masalah. Misalnya, ketika salah satu jamaahnya mengadukan kasus kekerasan dalam perkawinannya, awalnya ia menganjurkan kepada korban agar bersabar dan menerima kekerasan itu. Namun, saat ini ia lebih berani memberikan solusi dan menawarkan bantuan untuk advokasi hukum.
Begitu juga dengan Afwah Mumtazah, -alumni PUP Angkatan I asal Jawa Barat-, menjelaskan bahwa ketika mengajarkan kitab klasik –‘Uqud al-Lujjain- di pesantrennya, kini ia menggunakan konsep mubadalah yang diajarkan oleh Faqihuddin Abdul Qadir, dalam menafsirkan teks-teks al-Qur’an dan hadis dalam kitab tersebut. Ia juga memastikan guru-guru lain menggunakan perspektif yang sama dengan cara membimbing mereka secara langsung.
Respon yang sama juga disampaikan oleh Khotim, -alumni PUP asal Jawa Timur-. baginya, PUP Rahima telah mengajarinya keterampilan kepemimpinan serta memberikan pengetahuan baru, khususnya tentang kesetaraan gender, teknik menafsirkan Al-Qur’an dan Hadis tanpa bias gender, dan cara baru untuk menjawab pertanyaan berdasarkan konsep kesetaraan gender dalam perspektif Islam.
Menjelang akhir tahun 2019 lalu, Rahima telah melaksanakan PUP Angkatan ke-5. Besar harapan agar kegiatan PUP ini bisa dilanjutkan kembali.
Wallahu a’lam bi al-shawab.