12.023
suntingan
Baris 1: | Baris 1: | ||
''Penulis: Lailatuzz Zuhriyah'' | |||
'''Abstrak''' | '''Abstrak''' | ||
Pondok pesantren salaf kerap kali distigmatisasi sebagai pesantren yang tradisional yang di dalamnya tumbuh subur benih-benih patriarki. Patriarki terlihat dengan jelas ketika bagaimana pesantren memposisikan perempuan, di mana pemimpin pesantren haruslah laki-laki, tidak boleh perempuan. Selain itu, pemaknaan kitab kuning yang cenderung mengabaikan perspektif keadilan gender, dan lebih banyak ditafsirkan dengan perspektif laki-laki, menambah deretan panjang diskriminasi terhadap perempuan dan jauh dari visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Pesantren salaf juga dikenal tekstualis dan eksklusif, sehingga berimplikasi pada ajaran Islam yang diajarkan kepada para santri dan masyarakat yang cenderung kaku & menarik diri dari kemodernan. Tulisan ini bermaksud menjelaskan bagaimana Kongres Ulama’ Perempuan Indonesia pertama dan pendekatan [[Mubadalah]] memberikan kontribusi bagi transformasi pesantren salaf dari yang awalnya patriarki-tradisionalis menjadi feminis post-tradisionalis. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan sosio-fenomenologi. Pengambilan data dilakukan dengan studi pustaka, dokumentasi, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan melakukan kondensasi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa [[KUPI]] memberikan kontrubusi bagi transformasi pesantren salaf. Beragam kegiatan yang dilakukan KUPI dengan melibatkan seluruh [[jaringan]] KUPI ditambah dengan penggunaan pendekatan mubadalah dalam memproduksi pengetahuan dan fatwa, berimplikasi pada pesantren salaf jaringan KUPI yang awalnya cenderung patriarki-tradisionalis, bertransformasi menjadi pesantren feminis post-tradisionalis. | Pondok pesantren salaf kerap kali distigmatisasi sebagai pesantren yang tradisional yang di dalamnya tumbuh subur benih-benih patriarki. Patriarki terlihat dengan jelas ketika bagaimana pesantren memposisikan perempuan, di mana pemimpin pesantren haruslah laki-laki, tidak boleh perempuan. Selain itu, pemaknaan kitab kuning yang cenderung mengabaikan perspektif keadilan gender, dan lebih banyak ditafsirkan dengan perspektif laki-laki, menambah deretan panjang diskriminasi terhadap perempuan dan jauh dari visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Pesantren salaf juga dikenal tekstualis dan eksklusif, sehingga berimplikasi pada ajaran Islam yang diajarkan kepada para santri dan masyarakat yang cenderung kaku & menarik diri dari kemodernan. Tulisan ini bermaksud menjelaskan bagaimana Kongres Ulama’ Perempuan Indonesia pertama dan pendekatan [[Mubadalah]] memberikan kontribusi bagi transformasi pesantren salaf dari yang awalnya patriarki-tradisionalis menjadi feminis post-tradisionalis. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan sosio-fenomenologi. Pengambilan data dilakukan dengan studi pustaka, dokumentasi, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan melakukan kondensasi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa [[KUPI]] memberikan kontrubusi bagi transformasi pesantren salaf. Beragam kegiatan yang dilakukan KUPI dengan melibatkan seluruh [[jaringan]] KUPI ditambah dengan penggunaan pendekatan mubadalah dalam memproduksi pengetahuan dan [[fatwa]], berimplikasi pada pesantren salaf jaringan KUPI yang awalnya cenderung patriarki-tradisionalis, bertransformasi menjadi pesantren feminis post-tradisionalis. | ||
'''Kata Kunci''': KUPI, Mubadalah, Feminis Post-Tradisionalis | '''Kata Kunci''': KUPI, Mubadalah, Feminis Post-Tradisionalis |