12.023
suntingan
(Isi konten utama) |
|||
Baris 1: | Baris 1: | ||
Fikih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan hukum Islam. Dalam bahasa arab secara etimologi, fikih artinya adalah pemahaman (al-Fahmu). Sementara secara terminologi, banyak definisi yang ditawarkan oleh ulama. Misal, seperti yang disebut oleh al-Syafi’i. | Fikih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan hukum Islam. Dalam bahasa arab secara etimologi, fikih artinya adalah pemahaman (al-Fahmu). Sementara secara terminologi, banyak definisi yang ditawarkan oleh ulama. Misal, seperti yang disebut oleh al-Syafi’i. | ||
العلم بالاحكام العملية المكتسب من أدلتها التفصلية | <big>العلم بالاحكام العملية المكتسب من أدلتها التفصلية</big> | ||
“Ilmu terhadap sebuah hukum yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil terperinci”.<ref>Al-Subki, ''Jam’u al Jawami’,'' (Beirut: Dar al-Fikr, 2003), juz 1, halaman 43. </ref> | “Ilmu terhadap sebuah hukum yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil terperinci”.<ref>Al-Subki, ''Jam’u al Jawami’,'' (Beirut: Dar al-Fikr, 2003), juz 1, halaman 43. </ref> | ||
Baris 7: | Baris 7: | ||
Lebih dulu dari definisi ini, Abu Hanifah menawarkan definisi fikih yang cakupannya lebih luas. Yaitu: | Lebih dulu dari definisi ini, Abu Hanifah menawarkan definisi fikih yang cakupannya lebih luas. Yaitu: | ||
الفقه معرفة النفس ما لها وما عليها | <big>الفقه معرفة النفس ما لها وما عليها</big> | ||
“Fikih adalah pengetahuan seseorang terhadap segala hal yang bermanfaat untuk dirinya dan membahayakan dirinya".<ref>Wahbah al-Zuhaili, ''al-[[Fiqh]] al-Islami wa Adillatuhu,'' (Beirut: Dar al-Fikr, 2017), juz 1, halaman 30. </ref> | “Fikih adalah pengetahuan seseorang terhadap segala hal yang bermanfaat untuk dirinya dan membahayakan dirinya".<ref>Wahbah al-Zuhaili, ''al-[[Fiqh]] al-Islami wa Adillatuhu,'' (Beirut: Dar al-Fikr, 2017), juz 1, halaman 30. </ref> | ||
Baris 15: | Baris 15: | ||
Secara garis besar, fikih Islam ada dua. ''Pertama'' fikih ibadah seperti salat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. ''kedua'', fikih muamalah, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, pidana, tata Negara dan lain-lain. Keduanya di samping memiliki banyak persamaan juga memiliki banyak perbedaan. Salah satu perbedaanya adalah, sekiranya fikih ibadah bersifat konstan, tegas dan universal maka fikih muamalah bersifat lentur, elastis dan kompatibel dengan zaman. Al-Syatibi dalam ''al-Muwafawat fi Ushul al-Syariah'' menuturkan: | Secara garis besar, fikih Islam ada dua. ''Pertama'' fikih ibadah seperti salat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. ''kedua'', fikih muamalah, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, pidana, tata Negara dan lain-lain. Keduanya di samping memiliki banyak persamaan juga memiliki banyak perbedaan. Salah satu perbedaanya adalah, sekiranya fikih ibadah bersifat konstan, tegas dan universal maka fikih muamalah bersifat lentur, elastis dan kompatibel dengan zaman. Al-Syatibi dalam ''al-Muwafawat fi Ushul al-Syariah'' menuturkan: | ||
الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ بِالنِّسْبَةِ إِلَى المكلَّف التَّعَبُّدُ دُونَ الِالْتِفَاتِ إِلَى الْمَعَانِي، وَأَصْلُ الْعَادَاتِ الِالْتِفَاتُ إِلَى الْمَعَانِي | <big>الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ بِالنِّسْبَةِ إِلَى المكلَّف التَّعَبُّدُ دُونَ الِالْتِفَاتِ إِلَى الْمَعَانِي، وَأَصْلُ الْعَادَاتِ الِالْتِفَاتُ إِلَى الْمَعَانِي</big> | ||
''“Konsep dasar dalam fikih ibadah jika dinisbatkan kepada orang mukallaf adalah penghambaan-dogmatis bukan menoleh kepada substasi sementara dalam fikih muamalah prinsipnya adalah melihat isi dan substansi”''.<ref>Ibrahim Ibn Musa al-Syatibi. ''al-Muwafaqat Fi Uṣul al-Syariah,'' (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997) hal 513. </ref> | ''“Konsep dasar dalam fikih ibadah jika dinisbatkan kepada orang mukallaf adalah penghambaan-dogmatis bukan menoleh kepada substasi sementara dalam fikih muamalah prinsipnya adalah melihat isi dan substansi”''.<ref>Ibrahim Ibn Musa al-Syatibi. ''al-Muwafaqat Fi Uṣul al-Syariah,'' (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997) hal 513. </ref> | ||
Baris 21: | Baris 21: | ||
Hal ini dikuatkan dengan kaidah lain yang berbunyi: | Hal ini dikuatkan dengan kaidah lain yang berbunyi: | ||
اِنَّ اللهَ لاَ يُعْبَدُ اِلاَّ بِمَا شُرِعَ | <big>اِنَّ اللهَ لاَ يُعْبَدُ اِلاَّ بِمَا شُرِعَ</big> | ||
''“Sesunggunya Allah ialah tidak disembah kecuali dengan cara atau mekanisme yang telah ditetapkan”.''<ref>Muḥammad Ibn Alawi. ''Muḥammad al-Insan al-Kamil,'' (Jeddah: Dar al-Salam, 1996), hal 306. </ref> | ''“Sesunggunya Allah ialah tidak disembah kecuali dengan cara atau mekanisme yang telah ditetapkan”.''<ref>Muḥammad Ibn Alawi. ''Muḥammad al-Insan al-Kamil,'' (Jeddah: Dar al-Salam, 1996), hal 306. </ref> | ||
Baris 29: | Baris 29: | ||
Sementara yang dijadikan pedoman dasar dalam fikih muamalah adalah kaidah: | Sementara yang dijadikan pedoman dasar dalam fikih muamalah adalah kaidah: | ||
لِأَنَّ الْأَصْلَ فِيهَا الِالْتِفَاتُ إِلَى الْمَعَانِي دُونَ التَّعَبُّدِ، وَالْأَصْلَ فِيهَا الْإِذْنُ حَتَّى يدل الدليل على خلافه | <big>لِأَنَّ الْأَصْلَ فِيهَا الِالْتِفَاتُ إِلَى الْمَعَانِي دُونَ التَّعَبُّدِ، وَالْأَصْلَ فِيهَا الْإِذْنُ حَتَّى يدل الدليل على خلافه</big> | ||
''”Konsep dasar dalam fikih muamalah adalah berpijak pada substansi bukan dogmatis. Dan asal dari fikih muamalah adalah boleh sehingga ada dalil yang memerintah sebaliknya”''.<ref>Ibrahim Ibn Musa al-Syatibi. ''al-Muwafaqat Fi Uṣul al-Syariah,'' (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997) hal 513.</ref> | ''”Konsep dasar dalam fikih muamalah adalah berpijak pada substansi bukan dogmatis. Dan asal dari fikih muamalah adalah boleh sehingga ada dalil yang memerintah sebaliknya”''.<ref>Ibrahim Ibn Musa al-Syatibi. ''al-Muwafaqat Fi Uṣul al-Syariah,'' (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997) hal 513.</ref> | ||
Baris 35: | Baris 35: | ||
Sesuai dengan kaidah di atas: | Sesuai dengan kaidah di atas: | ||
االمعاملة طلق حتي يعلم المنعُ | <big>االمعاملة طلق حتي يعلم المنعُ</big> | ||
''”Fikih muamalah itu bersifat bebas sehingga diketahui seseatu yang melarang”.''<ref>Muḥammad Ibn Alawi. ''Muḥammad al-Insan al-Kamil,'' (Jeddah: Dar al-Salam, 1996), hal 306.. </ref> | ''”Fikih muamalah itu bersifat bebas sehingga diketahui seseatu yang melarang”.''<ref>Muḥammad Ibn Alawi. ''Muḥammad al-Insan al-Kamil,'' (Jeddah: Dar al-Salam, 1996), hal 306.. </ref> | ||
Baris 47: | Baris 47: | ||
Terkait sifatnya menyeluruhnya fikih, Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqh, menulis<ref>Abdul Wahhab Khallaf, ''Ilmu Ushul Fiqh,'' (Jakarta: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2016), halaman 9.</ref>: | Terkait sifatnya menyeluruhnya fikih, Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqh, menulis<ref>Abdul Wahhab Khallaf, ''Ilmu Ushul Fiqh,'' (Jakarta: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2016), halaman 9.</ref>: | ||
من المتفق عليه بين علماء المسلمين على اختلاف مذاهبهم أن كل ما يصدر عن الإنسان من أقوال وأفعال سواء أكان من العبادات أم المعاملات أم الجرائم أم الأحوال الشخصية أم من أي نوع من أنواع العقود أو التصرفات له في الشريعة الإسلامية حكم | <big>من المتفق عليه بين علماء المسلمين على اختلاف مذاهبهم أن كل ما يصدر عن الإنسان من أقوال وأفعال سواء أكان من العبادات أم المعاملات أم الجرائم أم الأحوال الشخصية أم من أي نوع من أنواع العقود أو التصرفات له في الشريعة الإسلامية حكم</big> | ||
''“Termasuk kesepakatan antara ulama dari Kaum Muslimin dalam ruang lingkup perbedaan mereka bahwa semua hal yang muncul dari manusia baik berupa perkataan, perbuataan, sama saja apakah ia dari ranah ibadah, transaksional, pidana atau hukum keluarga atau dari macam apapun dari akad-akad dan jenis transaksional semuanya memiliki kaitan dalam hukum Islam”. '' | ''“Termasuk kesepakatan antara ulama dari Kaum Muslimin dalam ruang lingkup perbedaan mereka bahwa semua hal yang muncul dari manusia baik berupa perkataan, perbuataan, sama saja apakah ia dari ranah ibadah, transaksional, pidana atau [[Hukum Keluarga|hukum keluarga]] atau dari macam apapun dari akad-akad dan jenis transaksional semuanya memiliki kaitan dalam hukum Islam”. '' | ||
Korupsi masuk dalam tindak pidana kejahatan dalam hukum Islam. Bagaimana fikih memandang korupsi? Korupsi tentu berbeda dengan pencurian yang dalam fikih disebut dengan ''sariqah'' karena konteks dan motifnya berbeda. Korupsi lebih kompleks dari sekadar dari pencurian. Maka tak bisa menerapkan sanksi pidana pencurian (had al-Sariqah) berupa potong tangan dalam kasus korupsi. | Korupsi masuk dalam tindak pidana kejahatan dalam hukum Islam. Bagaimana fikih memandang korupsi? Korupsi tentu berbeda dengan pencurian yang dalam fikih disebut dengan ''sariqah'' karena konteks dan motifnya berbeda. Korupsi lebih kompleks dari sekadar dari pencurian. Maka tak bisa menerapkan sanksi pidana pencurian (had al-Sariqah) berupa potong tangan dalam kasus korupsi. | ||
Baris 57: | Baris 57: | ||
Dalam sebuah kaidah fikih disebut: | Dalam sebuah kaidah fikih disebut: | ||
التعزير إلى الإمام على قدر عِظَم الجرم وصِغَرهِ | <big>التعزير إلى الإمام على قدر عِظَم الجرم وصِغَرهِ</big> | ||
“Hukuman takzir diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan kadar besar kecilnya kejahatan”<ref> Muhammad Shidqi bin Ahmad, ''Maushuah al-Qawaid al-Fiqhiyah,'' (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2003), juz 1, halaman 52. </ref> | “Hukuman takzir diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan kadar besar kecilnya kejahatan”<ref> Muhammad Shidqi bin Ahmad, ''Maushuah al-Qawaid al-Fiqhiyah,'' (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2003), juz 1, halaman 52. </ref> | ||
Baris 75: | Baris 75: | ||
Dengan demikian, fikih anti korupsi adalah fikih yang hadir sebagai tuntunan prilaku, pedoman agama, kategori dan ancaman sanksi dalam agama yang bisa membuat orang memiliki kesadaran tentang sikap anti korupsi. Dalam konteks ini, fikih antikorupsi adalah fikih yang hadir untuk membantu melawan praktik korupsi. Bagaimana fikih hadir memberi pandangan terhadap tindak pidana kejahatan korupsi.[] | Dengan demikian, fikih anti korupsi adalah fikih yang hadir sebagai tuntunan prilaku, pedoman agama, kategori dan ancaman sanksi dalam agama yang bisa membuat orang memiliki kesadaran tentang sikap anti korupsi. Dalam konteks ini, fikih antikorupsi adalah fikih yang hadir untuk membantu melawan praktik korupsi. Bagaimana fikih hadir memberi pandangan terhadap tindak pidana kejahatan korupsi.[] | ||
Oleh: Ahmad Husain Fahasbu | Oleh: Ahmad Husain Fahasbu | ||
== Footnote == | |||
[[Kategori:Konsep Kunci]] | [[Kategori:Konsep Kunci]] |