Trusted, Pengurus
77
suntingan
Faqihuddin (bicara | kontrib) |
Faqihuddin (bicara | kontrib) |
||
Baris 155: | Baris 155: | ||
Demikian halnya dengan KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) dalam konsep ''wilayah''. Laki-laki diberi mandat khusus untuk melindungi perempuan dalam keluarga mereka melalui mekanisme ''wilayah.'' Pelaku KDRT pada umumnya adalah mahram perempuan yang anatara lain mempunyai fungsi melindungi mereka dari gangguan orang lain ketika keluar rumah. Seorang laki-laki yang melakukan tindakan KDRT pada isteri atau anak sesungguhnya telah melakukan pengkhianatan atas amanah yang diberikan Allah pada mereka untuk melindungi perempuan dari gangguan orang lain karena malah memberikan gangguan sendiri dengan cara memuku, melukai, mengancam pembunuhan hingga membunuh, dan melakukan pelecehan seksual hingga perkosaan incest. | Demikian halnya dengan KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) dalam konsep ''wilayah''. Laki-laki diberi mandat khusus untuk melindungi perempuan dalam keluarga mereka melalui mekanisme ''wilayah.'' Pelaku KDRT pada umumnya adalah mahram perempuan yang anatara lain mempunyai fungsi melindungi mereka dari gangguan orang lain ketika keluar rumah. Seorang laki-laki yang melakukan tindakan KDRT pada isteri atau anak sesungguhnya telah melakukan pengkhianatan atas amanah yang diberikan Allah pada mereka untuk melindungi perempuan dari gangguan orang lain karena malah memberikan gangguan sendiri dengan cara memuku, melukai, mengancam pembunuhan hingga membunuh, dan melakukan pelecehan seksual hingga perkosaan incest. | ||
''Ketika saya tanya soal T (isteri mudanya) lagi, dia ambil celurit dikalungkan ke leher saya dan mngancam, ”Kalau tanya lagi soal T, kamu akan saya bunuh!! Ketika dia ambil celurit, saya teriak minta tolong dan dia kalungkan celurit itu sambil mengamcam. Ternyata tetangga di sebelah mendengar teriakan saya lalu dia menyuruh adiknya untuk datang ke saya. Dia ketuk-ketuk pintu depan dan ketika itu saya diancam lagi, ”Awas kalau teriak saya bunuh kamu”. Akhirnya saya diam dan karena diam, tetangga pulang lagi dianggap tidak ada apa-apa. Keesokan harinya saya mau meminjam buku resep makanan ke tetangga. Setelah mau mengembalikan, suami melihat saya langsung marah dan mengancam lagi, ”Kamu keluar dari teras ini, kamu nusyuz hukumnya.” Saya berpikir apa betul ini nusyuz dan saya kembali ke rumah. Dia maish marah akhirnya dia ambil alat dongkrak mobil dari besi yg berat itu akan dihantamkan ke kepala saya. Saya langsung lari ke tetangga ketakutan.'' | ''Ketika saya tanya soal T (isteri mudanya) lagi, dia ambil celurit dikalungkan ke leher saya dan mngancam, ”Kalau tanya lagi soal T, kamu akan saya bunuh!! Ketika dia ambil celurit, saya teriak minta tolong dan dia kalungkan celurit itu sambil mengamcam. Ternyata tetangga di sebelah mendengar teriakan saya lalu dia menyuruh adiknya untuk datang ke saya. Dia ketuk-ketuk pintu depan dan ketika itu saya diancam lagi, ”Awas kalau teriak saya bunuh kamu”. Akhirnya saya diam dan karena diam, tetangga pulang lagi dianggap tidak ada apa-apa. Keesokan harinya saya mau meminjam buku resep makanan ke tetangga. Setelah mau mengembalikan, suami melihat saya langsung marah dan mengancam lagi, ”Kamu keluar dari teras ini, kamu nusyuz hukumnya.” Saya berpikir apa betul ini nusyuz dan saya kembali ke rumah. Dia maish marah akhirnya dia ambil alat dongkrak mobil dari besi yg berat itu akan dihantamkan ke kepala saya. Saya langsung lari ke tetangga ketakutan.''<ref>Hasil interview Alimat dengan SR asal Jawa Timur di Jakarta pada tanggal 16-17 Oktober 2011</ref> | ||
''Ada salah satu jamaah ibu-ibu yang menangis menyampaikan sebuah kasus. Cucunya yang masih kelas 5 SD (11 tahunan) hamil. Ibu ini minta pendapat saya apa yang harus dia lakukan karena cucunya masih sekolah dan tidak diketahui siapa yang menghamili. Akhirnya pelan-pelan saya meminta agar neneknya itu mencoba mengusut dengan bertanya pada cucunya. Ternyata cucunya mengatakan bahwa yang menghamilinya adalah kakeknya sendiri!'' | ''Ada salah satu jamaah ibu-ibu yang menangis menyampaikan sebuah kasus. Cucunya yang masih kelas 5 SD (11 tahunan) hamil. Ibu ini minta pendapat saya apa yang harus dia lakukan karena cucunya masih sekolah dan tidak diketahui siapa yang menghamili. Akhirnya pelan-pelan saya meminta agar neneknya itu mencoba mengusut dengan bertanya pada cucunya. Ternyata cucunya mengatakan bahwa yang menghamilinya adalah kakeknya sendiri!''<ref>Hasil interview Alimat dengan SR asal Jawa TImur di Jakarta pada tanggal 16-17 Oktober 2011.</ref> | ||
Sayangnya kekerasan terhadap perempuan seringkali mendapat dukungan dari tokoh-tokoh agama. Seorang narasumber penelitian [[Alimat]] yang berprofesi sebagai ''muballighah'' (penceramah agama) menuturkan bahwa suaminya menikah lagi dengan perempuan lain di tanpa sepengetahuannya. Padahal ketika itu dia sedang diminta kampanye atas pencalonan suami sebagai anggota DPR RI oleh kiai-kiai dari partai yang mencalonkannya, | Sayangnya kekerasan terhadap perempuan seringkali mendapat dukungan dari tokoh-tokoh agama. Seorang narasumber penelitian [[Alimat]] yang berprofesi sebagai ''muballighah'' (penceramah agama) menuturkan bahwa suaminya menikah lagi dengan perempuan lain di tanpa sepengetahuannya. Padahal ketika itu dia sedang diminta kampanye atas pencalonan suami sebagai anggota DPR RI oleh kiai-kiai dari partai yang mencalonkannya, | ||
Baris 174: | Baris 174: | ||
Al-Qur’an misalnya menjelaskan memandang pernikahan sebagai janji kokoh ''(mitsaqan ghalidlan)'' di mana hubungan suami dan isteri mesti didasarkan pada kasih-sayang ''(mawaddah wa rahmah)'' dan secara layak ''(ma’ruf).'' Namun para ulama Fiqh melihat pernikahan lebih pada aspek fisiknya, lebih khusus lagi terkait dengan hubungan seksual. Hal ini terlihat dari definisi nikah yang berkembang di kalangan ahli hukum. | Al-Qur’an misalnya menjelaskan memandang pernikahan sebagai janji kokoh ''(mitsaqan ghalidlan)'' di mana hubungan suami dan isteri mesti didasarkan pada kasih-sayang ''(mawaddah wa rahmah)'' dan secara layak ''(ma’ruf).'' Namun para ulama Fiqh melihat pernikahan lebih pada aspek fisiknya, lebih khusus lagi terkait dengan hubungan seksual. Hal ini terlihat dari definisi nikah yang berkembang di kalangan ahli hukum. | ||
Menurut bahasa nikah berarti penyatuan, hubungan badan, atau percampuran. Menurut al-Fara’ sebagaimana dikutip dalam ''al-Jami’ fi Fqih an-Nisa'' mengatakan bahwa ''an-nukh'' berarti kemaluan. | Menurut bahasa nikah berarti penyatuan, hubungan badan, atau percampuran. Menurut al-Fara’ sebagaimana dikutip dalam ''al-Jami’ fi Fqih an-Nisa'' mengatakan bahwa ''an-nukh'' berarti kemaluan.<ref>Syeikh Kamil Muhammad Uwaidah, ''Fiqh Wanita,'' penerjemah M. Abdul Ghoffar E.M (Jakarta: Pustaka al-Kautsar), h. 396. </ref> Makna etimologi ini sangat mewarnai pengertian nikah secara terminologi yang diungkapkan oleh para ulama Fiqh sebagai berikut: | ||
1. Madzhab Hanafiyah; nikah adalah sebuah akad yang menyebabkan diperbolehkannya seorang laki-laki bersenang-senang dengan perempuan secara sengaja. | 1. Madzhab Hanafiyah; nikah adalah sebuah akad yang menyebabkan diperbolehkannya seorang laki-laki bersenang-senang dengan perempuan secara sengaja.<ref>Ibn ‘Abidin, ''Radd al-Mukhtar al-Dar al-Mukhtar'', Beirut: Dar al-Fikr. 1992, 3/3. </ref> | ||
2. Madzhab Malikiyah; nikah adalah akad yang menghalalkan untuk bersenang-senang dengan perempuan yang bukan mahram, bukan seorang Majusi dan bukan budak dari ahli kitab dengan menggunakan shighah tertentu. | 2. Madzhab Malikiyah; nikah adalah akad yang menghalalkan untuk bersenang-senang dengan perempuan yang bukan mahram, bukan seorang Majusi dan bukan budak dari ahli kitab dengan menggunakan shighah tertentu.<ref>Al-Shawi al-Maliki, ''Hasyiyah al-Shawi’ala al-Syarh al-Shagir li al-Dardiri'', Kairo: Dar al-Ma’arif, tt., 2/322-324.</ref> | ||
3. Syafi’iyah: Nikah adalah akad yang mengandung diperbolehkannya melakukan senggama dengan menggunakan lafal “inkah”, “tazwij” atau terjemahnya. | 3. Syafi’iyah: Nikah adalah akad yang mengandung diperbolehkannya melakukan senggama dengan menggunakan lafal “inkah”, “tazwij” atau terjemahnya.<ref>Syams al-Din al-Syarbini al-Syafi’i, ''Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Alfadz al-Minhaj'', Beirut: Dar al-kutum al-ilmiyah, 1994, 4/200.</ref> | ||
4. Hanabilah; nikah adalah akad perkawinan atau akad yang diungkapkan dengan menggunakan lafal “nikah” atau “tazwij” atau terjemahnya. | 4. Hanabilah; nikah adalah akad perkawinan atau akad yang diungkapkan dengan menggunakan lafal “nikah” atau “tazwij” atau terjemahnya.<ref>Manshur al-Bahuti al-Hanbali, ''Kasyaf al-Qina’ ‘an Matan al-Iqna''’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt., 5/5.</ref> | ||
Ada dua paradigma yang berkembang di kalangan fiqh dalam melihat pernikahan, yaitu sebagai akad pembolehan ''(aqd al-ibahah)'' yakni pembolehan laki-laki dan perempuan berhubungan seksual, dan akad pemilikan ''aqd at-tamlik)'' yakni akad yang menyebabkan laki-laki memiliki perempuan, baik kepemilikan dalam arti sesungguhnya maupun kepemilikan dalam arti hak guna, baik seluruh tubuh perempuan maupun alat kelaminnya. Paradigma tersebut dan juga definisi-definisi di atas terutama pertama hingga ketiga menjelaskan secara eksplisit bahwa inti pernikahan adalah hubungan seksual. | Ada dua paradigma yang berkembang di kalangan fiqh dalam melihat pernikahan, yaitu sebagai akad pembolehan ''(aqd al-ibahah)'' yakni pembolehan laki-laki dan perempuan berhubungan seksual, dan akad pemilikan ''aqd at-tamlik)'' yakni akad yang menyebabkan laki-laki memiliki perempuan, baik kepemilikan dalam arti sesungguhnya maupun kepemilikan dalam arti hak guna, baik seluruh tubuh perempuan maupun alat kelaminnya. Paradigma tersebut dan juga definisi-definisi di atas terutama pertama hingga ketiga menjelaskan secara eksplisit bahwa inti pernikahan adalah hubungan seksual. | ||
Baris 190: | Baris 190: | ||
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ .... | الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ .... | ||
''Para suami adalah penanggungjawab atas isteri karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena harta yang mereka nafkahkan untuk keluarga...'' | ''Para suami adalah penanggungjawab atas isteri karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena harta yang mereka nafkahkan untuk keluarga...''<ref>Memang ada banyak penafsiran tentang kata kunci ''qowwamun'' dalam ayat ini mulai dari pendisiplin, penguasa (sulthan), pemerintah (amir). Semua pemaknaan ini memberikan otoritas pada suami untuk mengatur istri.</ref> | ||
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالإِمَامُ رَاعٍ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ فِى أَهْلِهِ رَاعٍ ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالْخَادِمُ فِى مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري) | عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالإِمَامُ رَاعٍ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ فِى أَهْلِهِ رَاعٍ ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالْخَادِمُ فِى مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ ، وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري) | ||
''Dari Abdillah Ibni Umar Ra sesungguhnya dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang Imam (pimpinan) adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang khadim (pembantu) adalah pemimpin atas harta tuannya (majikannya), dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."'' (HR Bukhari) | ''Dari Abdillah Ibni Umar Ra sesungguhnya dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang Imam (pimpinan) adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang khadim (pembantu) adalah pemimpin atas harta tuannya (majikannya), dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."'' (HR Bukhari).<ref>Hadis ini begitu terkenal dan dapat ditemukan juga dalam koleksi hadis milik Imam Muslim, Turmudzi, Abu Daud & Ahmad bin Hambal.</ref> | ||
Pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga di atas menjadi pra asumsi yang mendasari perumusan hak dan kewajiban keduanya. Menurut Syekh Nawawi Banten dalam kitab ''Uqud al-Lujain'' yang menjadi rujukan utama di pesantren-pesantren, kewajiban suami yang berarti hak bagi isteri adalah sebagai berikut: | Pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga di atas menjadi pra asumsi yang mendasari perumusan hak dan kewajiban keduanya. Menurut Syekh Nawawi Banten dalam kitab ''Uqud al-Lujain'' yang menjadi rujukan utama di pesantren-pesantren, kewajiban suami yang berarti hak bagi isteri adalah sebagai berikut: | ||
Baris 204: | Baris 204: | ||
3. Tidak menjelek-jelekkan dengan memperdengarkan hal yang dibencinya, seperti ucapan ”Semoga Allah menjelekkan kamu” | 3. Tidak menjelek-jelekkan dengan memperdengarkan hal yang dibencinya, seperti ucapan ”Semoga Allah menjelekkan kamu” | ||
4. Tidak melakukan pisah ranjang kecuali di dalam rumah. Adapun menghindari bicara hukumnya haram kecuali karena alasan yang dibenarkan. | 4. Tidak melakukan pisah ranjang kecuali di dalam rumah. Adapun menghindari bicara hukumnya haram kecuali karena alasan yang dibenarkan.<ref>Muhammad bin Umar Nawawi, ''Syarah Uqud al-Lujain fi Bayani Huquqi az-Zaujain'' (Jakarta; FK3, t.th), h. 23.</ref> | ||
Adapun kewajiban isteri yang berarti menjadi hak suami adalah sebagai berikut: | Adapun kewajiban isteri yang berarti menjadi hak suami adalah sebagai berikut: | ||
Baris 214: | Baris 214: | ||
3. Isteri tidak boleh berpuasa sunnah jika tidak mendapatkan izin dari suaminya. Jika tetap melaksanakannya, ia hanya merasakan lapar dan dahaga, sedangkan puasanya tidak diterima oleh Allah. | 3. Isteri tidak boleh berpuasa sunnah jika tidak mendapatkan izin dari suaminya. Jika tetap melaksanakannya, ia hanya merasakan lapar dan dahaga, sedangkan puasanya tidak diterima oleh Allah. | ||
4. Jika isteri keluar rumah tanpa izin suaminya, maka ia akan mendapatkan laknat para malaikat hingga kembali ke rumahnya dan bertaubat. | 4. Jika isteri keluar rumah tanpa izin suaminya, maka ia akan mendapatkan laknat para malaikat hingga kembali ke rumahnya dan bertaubat.<ref>Nawawi, ''Syarah Uqud al-Lujain,'' h. 49-51.</ref> | ||
Perbedaan antara hak dan kewajiban suami isteri di atas memperlihatkan perbedaan peran gender dalam keluarga. Dalam kajian Fiqh, perbedaan dan pembedaan antara laki-laki dan perempuan telah dimulai pra-nikah bahkan sejak seorang anak manusia dilahirkan, selama menikah, hingga pasca cerai baik hidup maupun mati sebagai berikut: | Perbedaan antara hak dan kewajiban suami isteri di atas memperlihatkan perbedaan peran gender dalam keluarga. Dalam kajian Fiqh, perbedaan dan pembedaan antara laki-laki dan perempuan telah dimulai pra-nikah bahkan sejak seorang anak manusia dilahirkan, selama menikah, hingga pasca cerai baik hidup maupun mati sebagai berikut: | ||
Baris 233: | Baris 234: | ||
cara menyatakan syukur atas kehadiran bayi dengan menyembelih kambing. Menurut Fiqh, jumlah kambing yang dipotong untuk bayi laki-laki adalah dua sedangkan untuk bayi perempuan cukup seekor kambing. Jika jumlah kambing menunjukkan besarnya rasa syukur, maka secara sosial kehadiran bayi laki-laki selalu disambut dengan rasa syukur dua kali lipat daripada kehadiran bayi perempuan. Menariknya adalah Rasulullah Saw sendiri pernah melakukan aqiqah untuk cucu laki-lakinya yang kembar yaitu Hasan dan Husein masing-masing satu ekor. | cara menyatakan syukur atas kehadiran bayi dengan menyembelih kambing. Menurut Fiqh, jumlah kambing yang dipotong untuk bayi laki-laki adalah dua sedangkan untuk bayi perempuan cukup seekor kambing. Jika jumlah kambing menunjukkan besarnya rasa syukur, maka secara sosial kehadiran bayi laki-laki selalu disambut dengan rasa syukur dua kali lipat daripada kehadiran bayi perempuan. Menariknya adalah Rasulullah Saw sendiri pernah melakukan aqiqah untuk cucu laki-lakinya yang kembar yaitu Hasan dan Husein masing-masing satu ekor. | ||
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا | عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا | ||
''Dari Ibnu Abbas Ra; Sesungguhnya Rasulullah Saw mengaqiqahkan (cucunya) Hasan dan Husein masing-masing dengan satu kambing.'' (HR. Abu Daud) | ''Dari Ibnu Abbas Ra; Sesungguhnya Rasulullah Saw mengaqiqahkan (cucunya) Hasan dan Husein masing-masing dengan satu kambing.'' (HR. Abu Daud).<ref>Sulaiman bin al-Asy’at bin Syadad bin Amr al-Azadi Abu Daud as-Sijistani, ''Sunan Abu Daud.''</ref> | ||
4. Tanda ''mukallaf''; | 4. Tanda ''mukallaf''; | ||
Baris 249: | Baris 252: | ||
laki-laki boleh pergi ke mana saja sendiri tanpa teman, sedangkan perempuan harus didampingi laki-laki yang menjadi mahramnya. Laki-laki bahkan didorong untuk bepergian mencari nafkah kemana saja. Sebaliknya perempuan didorong untuk berdiam diri di rumah. Spirit perlindungan dalam mahram adalah adanya mandat pada laki-laki untuk menjamin keamanan perempuan terutama ketika berada di luar rumah. | laki-laki boleh pergi ke mana saja sendiri tanpa teman, sedangkan perempuan harus didampingi laki-laki yang menjadi mahramnya. Laki-laki bahkan didorong untuk bepergian mencari nafkah kemana saja. Sebaliknya perempuan didorong untuk berdiam diri di rumah. Spirit perlindungan dalam mahram adalah adanya mandat pada laki-laki untuk menjamin keamanan perempuan terutama ketika berada di luar rumah. | ||
Baris 255: | Baris 259: | ||
1. ''Kafaah''; | 1. ''Kafaah''; | ||
calon suami atau isteri diutamakan mereka yang sekufu. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah Saw yang berbunyi: perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena cantik, harta, dari keturunan, dan agama.[ | calon suami atau isteri diutamakan mereka yang sekufu. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah Saw yang berbunyi: perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena cantik, harta, dari keturunan, dan agama.<ref>Nur Achmad dan Leli Nurohmah, ''Umat Bertanya Ulama Menjawab'' (Jakarta; [[Rahima]], 2008), 37-37. </ref> Tidak ada kriteria yang jelas soal calon suami yang ideal. | ||
2. ''Khitbah''; | 2. ''Khitbah''; | ||
Baris 388: | Baris 392: | ||
rekonsiliasi dengan cara suami dan isteri masing-masing mengutus perwakilan sebagai perantara untuk mengatasinya. | rekonsiliasi dengan cara suami dan isteri masing-masing mengutus perwakilan sebagai perantara untuk mengatasinya. | ||
Baris 427: | Baris 432: | ||
laki-laki mendapatkan bagian dua kali lebih besar dari perempuan pada banyak posisi yang sama. Misalnya anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian perempuan. Suami dapat bagian waris ½ atau ¼ dari harta isterinya yang mati sementara isteri dapat ¼ ketika punya anak atau 1/8 dari harta peninggalan suami. | laki-laki mendapatkan bagian dua kali lebih besar dari perempuan pada banyak posisi yang sama. Misalnya anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian perempuan. Suami dapat bagian waris ½ atau ¼ dari harta isterinya yang mati sementara isteri dapat ¼ ketika punya anak atau 1/8 dari harta peninggalan suami. | ||
Konsep-konsep di atas sebagaimana ''qiwamah'' dan ''wilayah'' berangkat dari asumsi di mana laki-laki adalah lebih berat kewajibannya yaitu menjaga dan memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarga sehingga mendapatkan beberapa hak khusus seperti bagian waris yang lebih besar dan boleh melakukan poligami. Persoalannya lagi-lagi adalah apakah hak-hak tersebut paralel dengan kewajiban laki-laki? Tetap berhakkah dia menjadi wali atas anaknya ketika tidak sepeserpun menafkahinya? Berhakkah ibu menjadi wali anak perempuan yang dia besarkan seorang diri? | Konsep-konsep di atas sebagaimana ''qiwamah'' dan ''wilayah'' berangkat dari asumsi di mana laki-laki adalah lebih berat kewajibannya yaitu menjaga dan memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarga sehingga mendapatkan beberapa hak khusus seperti bagian waris yang lebih besar dan boleh melakukan poligami. Persoalannya lagi-lagi adalah apakah hak-hak tersebut paralel dengan kewajiban laki-laki? Tetap berhakkah dia menjadi wali atas anaknya ketika tidak sepeserpun menafkahinya? Berhakkah ibu menjadi wali anak perempuan yang dia besarkan seorang diri? | ||
Baris 442: | Baris 446: | ||
Nafkah dipahami sebagai kewajiban laki-laki dan kerap dipahami sebagai tidak pentingnya perempuan untuk sekolah maupun bekerja, bahkan larangan suami bagi isteri untuk bekerja. | Nafkah dipahami sebagai kewajiban laki-laki dan kerap dipahami sebagai tidak pentingnya perempuan untuk sekolah maupun bekerja, bahkan larangan suami bagi isteri untuk bekerja. | ||
''Kira-kira dua tahun yang lalu suami saya ikut sebuah pengajian yang diadakan di masjid dekat rumah. Suami saya mendadak ”saleh”....persoalan timbul ketika suami melarang saya bekerja karena menurutnya agama mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah. Hal ini membuah saya gundah. Saya takut melanggar aturan agama tapi saya juga tak ingin kondisi keuangan kami goyah karena pekerjaan suami tak menentu. Suami meminta saya untuk tawakkal saja karena rezeki Allah yang menjamin.'' | ''Kira-kira dua tahun yang lalu suami saya ikut sebuah pengajian yang diadakan di masjid dekat rumah. Suami saya mendadak ”saleh”....persoalan timbul ketika suami melarang saya bekerja karena menurutnya agama mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah. Hal ini membuah saya gundah. Saya takut melanggar aturan agama tapi saya juga tak ingin kondisi keuangan kami goyah karena pekerjaan suami tak menentu. Suami meminta saya untuk tawakkal saja karena rezeki Allah yang menjamin.''<ref>Nur Achmad dan Leli Nurohmah, ''Umat Bertanya Ulama Menjawab'' (Jakarta; Rahima, 2008), 37-37. </ref> | ||
Perempuan tidak didorong untuk sekolah dan bekerja sehingga secara ekonomi sangat tergantung pada laki-laki baik sebagai ayah maupun suami. Sementara itu hukuman bagi laki-laki yang menelantarkan nafkah keluarga tidak ada. Akibatnya adalah perempuan mudah terjebak pada pekerjaan yang membahayakan dirinya bahkan perdagangan manusia melalui iming-iming pekerjaan ketika tiba-tiba harus menafkahi sendiri anak-anaknya karena ditinggal mati atau dtinggal begitu saja oleh suaminya. | Perempuan tidak didorong untuk sekolah dan bekerja sehingga secara ekonomi sangat tergantung pada laki-laki baik sebagai ayah maupun suami. Sementara itu hukuman bagi laki-laki yang menelantarkan nafkah keluarga tidak ada. Akibatnya adalah perempuan mudah terjebak pada pekerjaan yang membahayakan dirinya bahkan perdagangan manusia melalui iming-iming pekerjaan ketika tiba-tiba harus menafkahi sendiri anak-anaknya karena ditinggal mati atau dtinggal begitu saja oleh suaminya. | ||
Baris 450: | Baris 454: | ||
Tidak sedikit perempuan yang menjalani pekerjaan berat sebagai pencari nafkah tunggal keluarga termasuk suaminya dengan menjadi TKW, tetapi malah dipoligami dan tidak ada hukuman apapun pada suami yang melakukan tindakan seperti ini karena pemahaman agama bahwa suami memang berhak melakukan poligami karena isteri dianggap tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai isteri. | Tidak sedikit perempuan yang menjalani pekerjaan berat sebagai pencari nafkah tunggal keluarga termasuk suaminya dengan menjadi TKW, tetapi malah dipoligami dan tidak ada hukuman apapun pada suami yang melakukan tindakan seperti ini karena pemahaman agama bahwa suami memang berhak melakukan poligami karena isteri dianggap tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai isteri. | ||
''Saya SS (30 th) berasal dari Probolinggo. Sudah 2 tahun ini suami saya terkena PHK di tempatnya bekerja. Kami pun berembuk dan memutuskan bahwa saya harus bekerja. Kemudian saya mendaftar jadi TKI ke Kuwait, lalu bekerja sebagai pembantu dengan gaji 3,500 Riyal. Setiap bulan saya kirim 3,000 Riyal ke suami saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk orangtua, dan mertua, serta sisanya ditabung sebagai simpanan untuk modal usaha nanti. Selama saya bekerja, suami jarang kirim kabar. Setelah 1,5 tahun, saya memutuskan kembali ke Indonesia. Alangkah terkejutnya, ketika di rumah saya telah ada perempuan lain yang ternyata adalah isteri kedua suami...'' | ''Saya SS (30 th) berasal dari Probolinggo. Sudah 2 tahun ini suami saya terkena PHK di tempatnya bekerja. Kami pun berembuk dan memutuskan bahwa saya harus bekerja. Kemudian saya mendaftar jadi TKI ke Kuwait, lalu bekerja sebagai pembantu dengan gaji 3,500 Riyal. Setiap bulan saya kirim 3,000 Riyal ke suami saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk orangtua, dan mertua, serta sisanya ditabung sebagai simpanan untuk modal usaha nanti. Selama saya bekerja, suami jarang kirim kabar. Setelah 1,5 tahun, saya memutuskan kembali ke Indonesia. Alangkah terkejutnya, ketika di rumah saya telah ada perempuan lain yang ternyata adalah isteri kedua suami...''<ref>Nur Achmad dan Leli Nurohmah (Ed.), ''Umat Bertanya,'' h. 151.</ref> | ||
Temuan dalam penelitian Alimat menunjukkan bahwa setelah cerai pada umumnya perempuan menafkahi sendiri anaknya hingga dewasa tanpa bantuan eks suami maupun keluarga ayah. Sebaliknya mereka disupport oleh keluarga ibu. | Temuan dalam penelitian Alimat menunjukkan bahwa setelah cerai pada umumnya perempuan menafkahi sendiri anaknya hingga dewasa tanpa bantuan eks suami maupun keluarga ayah. Sebaliknya mereka disupport oleh keluarga ibu. | ||
''Setelah perceraian nafkah pun gak ada sama sekali sampai sekarang. Setelah anak lahir (perempuan) tahun 1992, karena gak ada nafkah dari orang tua, orang tua saya yang menafkahi saya dan anak saya, sampai anak umur 4 tahun saat anak saya masuk TK.'' | ''Setelah perceraian nafkah pun gak ada sama sekali sampai sekarang. Setelah anak lahir (perempuan) tahun 1992, karena gak ada nafkah dari orang tua, orang tua saya yang menafkahi saya dan anak saya, sampai anak umur 4 tahun saat anak saya masuk TK.''<ref>Wawancara Alimat dengan ZHDH, di Surabaya pada tanggal 8 Juli 2011.</ref> | ||
''Aku dapat putusan cerai 1993. Akhirnya aku kembali tinggal dengan ibu tinggal di desa kami dengan anakku. Hak asuh anak ada padaku dan tidak pernah ada upaya mantan suami untuk minta hak asuh anak. Sejak cerai, ketika itu anak masuk kelas 1 SD hingga sekarang (mau lulus kuliah) ayahnya tidak menafkahi anak sama sekali...'' | ''Aku dapat putusan cerai 1993. Akhirnya aku kembali tinggal dengan ibu tinggal di desa kami dengan anakku. Hak asuh anak ada padaku dan tidak pernah ada upaya mantan suami untuk minta hak asuh anak. Sejak cerai, ketika itu anak masuk kelas 1 SD hingga sekarang (mau lulus kuliah) ayahnya tidak menafkahi anak sama sekali...''<ref>Wawancara Alimat dengan SR (43 tahun) di Jawa Timur, 16 Oktober 2011. </ref> | ||
3. Mahram | 3. Mahram | ||
Baris 468: | Baris 472: | ||
Sementara itu, relasi antara pemilik modal dengan pekerja di Indonesia dan di negara berkembang lainnya masih sangat timpang. Hal ini antara lain disebabkan karena peminat pekerjaan jauh lebih banyak daripada kesempatan kerja yang ada sehingga sebuah keluarga menjadi tidak realistis ketika mensyaratkan mahram bagi perempuan yang akan bekerja. Bahkan Kerajaan Saudi Arabia yang mewajibkan mahram bagi perempuan yang akan melaksanakan haji atau umrah pun, enggan mensyaratkan mahram bagi pekerja migran perempuan Indonesia. Padahal jika melihat tingkat keamanannya, tempat umrah dan haji yang selalu ramai itu jauh lebih aman daripada di dalam rumah-rumah orang Saudi yang besar dan lengang. Potensi kejahatan terhadap perempuan-perempuan asing di dalam rumah mereka lebih tinggi yang berarti lebih memerlukan mahram. | Sementara itu, relasi antara pemilik modal dengan pekerja di Indonesia dan di negara berkembang lainnya masih sangat timpang. Hal ini antara lain disebabkan karena peminat pekerjaan jauh lebih banyak daripada kesempatan kerja yang ada sehingga sebuah keluarga menjadi tidak realistis ketika mensyaratkan mahram bagi perempuan yang akan bekerja. Bahkan Kerajaan Saudi Arabia yang mewajibkan mahram bagi perempuan yang akan melaksanakan haji atau umrah pun, enggan mensyaratkan mahram bagi pekerja migran perempuan Indonesia. Padahal jika melihat tingkat keamanannya, tempat umrah dan haji yang selalu ramai itu jauh lebih aman daripada di dalam rumah-rumah orang Saudi yang besar dan lengang. Potensi kejahatan terhadap perempuan-perempuan asing di dalam rumah mereka lebih tinggi yang berarti lebih memerlukan mahram. | ||
Ketika anak-anak perempuan, isteri, dan ibu yang menjadi pekerja migran mendapatkan kekerasan fisik, mental, ekonomi, hingga seksual oleh pengguna jasanya di luar negeri, muncul fatwa yang melarang perempuan keluar negeri tanpa disertai dengan mahram. | Ketika anak-anak perempuan, isteri, dan ibu yang menjadi pekerja migran mendapatkan kekerasan fisik, mental, ekonomi, hingga seksual oleh pengguna jasanya di luar negeri, muncul fatwa yang melarang perempuan keluar negeri tanpa disertai dengan mahram.<ref>Persoalan mahram hampir dipastikan selalu mencuat ketika isu penyiksaan TKW mencuat. Lembaga dan tokoh-tokoh agama pada umumnya setuju untuk melarang TKW dikirim keluar negeri karena tanpa mahram. </ref> Sementara mahram perorangan bagi TKW tidak memadai karena menyangkut hubungan kerja antar negara.Persoalan yang menarik untuk mandapatkan perhatian adalah terkait mahram adalah ketika laki-laki yang diberi amanah untuk melindungi perempuan justru menyalahgunakan otoritasnya misalnya melakukan KDRT, termasuk perkosaan incest dan perkosaan dalam perkawinan. | ||
Secara umum persoalan yang mungkin muncul pada penerapan Qiwamah dan Wilayah tanpa spirit perlindung dalam konteks kini adalah sebagai berikut: | Secara umum persoalan yang mungkin muncul pada penerapan Qiwamah dan Wilayah tanpa spirit perlindung dalam konteks kini adalah sebagai berikut: | ||
Baris 662: | Baris 666: | ||
Tentu masih ada banyak perkembangan signifikan yang membedakan kondisi masyarakat Muslim saat ini dengan masyarakat Muslim pada masa Rasulullah Saw hidup. Perkembangan kondisi ini penting dipertimbangkan agar spirit perlindungan yang menjiwai ajaran Islam tentang keluarga dapat dipertahankan. | Tentu masih ada banyak perkembangan signifikan yang membedakan kondisi masyarakat Muslim saat ini dengan masyarakat Muslim pada masa Rasulullah Saw hidup. Perkembangan kondisi ini penting dipertimbangkan agar spirit perlindungan yang menjiwai ajaran Islam tentang keluarga dapat dipertahankan. | ||
Kondisi perempuan pada masa jahiliyah memperjelas gambaran mengenai posisi petunjuk al-Qur’an terkait dengan perempuan dan relasi gender. Asghar Ali Engineer mengingatkan pentingnya kondisi perempuan saat itu untuk dipertimbangkan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an tentang perempuan. Seseorang harus juga mengambil penyataan-pernyataan normatif dalam al-Qur’an dan bukan kontekstual. Ketika berhadapan dengan ayat kontekstual orang harus memahaminya dalam konteks masyarakat dan status perempuan dalam masyarakat tersebut. Jika konteks tersebut diabaikan, maka kesimpulan yang benar tidak bisa ditarik. | Kondisi perempuan pada masa jahiliyah memperjelas gambaran mengenai posisi petunjuk al-Qur’an terkait dengan perempuan dan relasi gender. Asghar Ali Engineer mengingatkan pentingnya kondisi perempuan saat itu untuk dipertimbangkan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an tentang perempuan. Seseorang harus juga mengambil penyataan-pernyataan normatif dalam al-Qur’an dan bukan kontekstual. Ketika berhadapan dengan ayat kontekstual orang harus memahaminya dalam konteks masyarakat dan status perempuan dalam masyarakat tersebut. Jika konteks tersebut diabaikan, maka kesimpulan yang benar tidak bisa ditarik.<ref>Asghar Ali Engineer, ''Hak-Hak Perempuan dalam Islam,'' penerjemah Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf (Yogya: LSPPA, 1994), h. 26. </ref> | ||
Dalam kondisi di mana perempuan diperlakukan sebagaimana hewan dan barang, Allah Swt menegaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan, baik sebagai hamba Allah, di ruang publik, maupun di ruang privat. Dalam surat al-Hujurat/19:13 Allah menegaskan kesetaraan manusia di hadapaa Allah sebagai berikut: | Dalam kondisi di mana perempuan diperlakukan sebagaimana hewan dan barang, Allah Swt menegaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan, baik sebagai hamba Allah, di ruang publik, maupun di ruang privat. Dalam surat al-Hujurat/19:13 Allah menegaskan kesetaraan manusia di hadapaa Allah sebagai berikut: | ||
Baris 670: | Baris 674: | ||
''Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.'' | ''Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.'' | ||
Ats-Tsa’alabi menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebagai sesama makhluk, mereka adalah sama. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan manusia perlu untuk saling mengetahui dan mengenali hak masing-masing sebagai sesama makhluk dengan baik. Keutamaan dan kemulyaan mereka ditentukan oleh ketaqwaannya pada Allah dan keselamatan hatinya. | Ats-Tsa’alabi menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebagai sesama makhluk, mereka adalah sama. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan manusia perlu untuk saling mengetahui dan mengenali hak masing-masing sebagai sesama makhluk dengan baik. Keutamaan dan kemulyaan mereka ditentukan oleh ketaqwaannya pada Allah dan keselamatan hatinya.<ref>Abdurrahman bin Muhammad bin Makhluf ats-Tsa’alabi, ''Al-Jawahir al-Hasan fi Tafsir al-Qur’an'' (Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbuat, T.Th), jilid 4, h. 192.</ref> Ayat ini merupakan kritik sosial pada cara pandang masyarakat Arab yang membanggakan jenis kelamin laki-laki daripada perempuan, bangsa Arab daripada bangsa lainnya, dan suku Quraisy daripada suku lainnya. | ||
Di surat at-Taubah/9;71, Allah menegaskan satu prinsip kesetaraan di ruang publik di mana laki-laki dan perempuan mu’min adalah setara karena mereka mempunyai fun''gsi sebagai penolong (auliya dari kata wali).'' | Di surat at-Taubah/9;71, Allah menegaskan satu prinsip kesetaraan di ruang publik di mana laki-laki dan perempuan mu’min adalah setara karena mereka mempunyai fun''gsi sebagai penolong (auliya dari kata wali).'' | ||
Baris 678: | Baris 682: | ||
''Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'' | ''Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'' | ||
Dalam menjelaskan ayat tersebut, Ibnu Katsir menyitir dua hadis yang mengibaratkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan adalah laksana sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lain dan laksana satu tubuh yang jika salah satu anggotanya disakiti, maka sakit pula seluruh anggota tubuh lainnya. | Dalam menjelaskan ayat tersebut, Ibnu Katsir menyitir dua hadis yang mengibaratkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan adalah laksana sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lain dan laksana satu tubuh yang jika salah satu anggotanya disakiti, maka sakit pula seluruh anggota tubuh lainnya.<ref>Ibnu Katsir, ''Tafsir al-Qur’an al-Adhim'', jilid 2, h. 486.</ref> Selain di hadapan Allah dan di ruang publik, Allah juga mengisyaratkan kesetaraan suami-isteri dalam keluarga dengan mengibaratkan keduanya sebagai baju bagi pasangannya (al-Baqarah/2:187). | ||
Prinsip umum bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kesempatan untuk menjadi yang paling mulia di sisi Allah dan keduanya mempunyai diminta untuk saling mengenal satu sama lain ''(lita’arafu),'' mempunyai fungsi saling menjaga ''(ba’dluhum auliya’u ba’dlin)'' dan saling melengkapi satu sama lain ''(hunna libasun lakum wa antum libasun lahunn)'' ini tentu saja menjadi dasar relasi gender di luar dan di dalam rumah tangga. Pernikahan tidak boleh menjadi alasan bagi siapa pun untuk membangun relasi gender yang tidak adil. | Prinsip umum bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kesempatan untuk menjadi yang paling mulia di sisi Allah dan keduanya mempunyai diminta untuk saling mengenal satu sama lain ''(lita’arafu),'' mempunyai fungsi saling menjaga ''(ba’dluhum auliya’u ba’dlin)'' dan saling melengkapi satu sama lain ''(hunna libasun lakum wa antum libasun lahunn)'' ini tentu saja menjadi dasar relasi gender di luar dan di dalam rumah tangga. Pernikahan tidak boleh menjadi alasan bagi siapa pun untuk membangun relasi gender yang tidak adil. | ||
Baris 730: | Baris 734: | ||
Cara pandang yang ditawarkan di atas sesungguhnya mempunyai dasar yang sangat kuat dalam al-Qur’an. Eksistensi laki-laki dan perempuan adalah setara dan independen di hadapan Allah. Berikut adalah beberapa ayat yang secara literal menunjukkan hal tersebut: | Cara pandang yang ditawarkan di atas sesungguhnya mempunyai dasar yang sangat kuat dalam al-Qur’an. Eksistensi laki-laki dan perempuan adalah setara dan independen di hadapan Allah. Berikut adalah beberapa ayat yang secara literal menunjukkan hal tersebut: | ||
1. Manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah hamba Allah ''(abd Allah)'' sekaligus pemimpin di muka bumi ''Khalifah fi al-ardl)''. Hal ini disinggung di berbagai ayat antara lain adz-Dzariyat/ Qs. 51:56, dan al-Ahzab/ Qs. 33:72. | 1. Manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah hamba Allah ''(abd Allah)'' sekaligus pemimpin di muka bumi ''Khalifah fi al-ardl)''. Hal ini disinggung di berbagai ayat antara lain adz-Dzariyat/ Qs. 51:56, dan al-Ahzab/ Qs. 33:72.<ref>Ayat tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut; ''Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”'' (Qs. adz-Dzariyat/ 51:56) dan ''“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh''.” (Qs. al-Ahzab/ 33:72).</ref> Ayat pertama menegaskan bahwa perempuan adalah hamba Allah, bukan hamba laki-laki. Bahkan laki-laki juga adalah hamba Allah. Oleh karenanya, laki-laki dan perempuan dilarang menghamba atau memperhamba satu sama lain. Ayat kedua menegaskan bahwa yang menjadi khalifah di muka bumi tidaklah hanya laki-laki melainkan juga perempuan sehingga keduanya harus bekerjasama dalam menjaga kehidupan di muka bumi. | ||
2. Laki-laki dan perempuan tercipta dari materi yang sama (al-Mu’minun/ 23:12-16). | 2. Laki-laki dan perempuan tercipta dari materi yang sama (al-Mu’minun/ 23:12-16).<ref>''Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (Terjemahan surat Qs. al-Mu’minun/23/12-16).''</ref> Ayat ini menegaskan bahwa perempuan tidak diciptakan dari laki-laki sehingga mengandung pemahaman bahwa laki-laki dan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan dari setetes mani. Tentu ayat ini juga menolak anggapan bahwa laki-laki adalah makluk primer sebagai asal penciptaan perempuan dan bahwa perempuan adalah makhluk sekunder yang diciptakan dari laki-laki. | ||
3. Kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh jenis kelamin melainkan dari ketakwaannya (al-Hujurat/49:13) dan bahwa laki-laki dan perempuan yang berbuat kebaikan sama-sama akan masuk sorga (Al-Nisa’/4:124).). | 3. Kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh jenis kelamin melainkan dari ketakwaannya (al-Hujurat/49:13) dan bahwa laki-laki dan perempuan yang berbuat kebaikan sama-sama akan masuk sorga (Al-Nisa’/4:124).).<ref>''Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Terjemahan Qs. al-Hujurat/49:13. Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.(Terjemahan Qs. An-Nisa/4:124).''</ref> Ayat-ayat ini menegaskan pandangan bahwa kemuliaan bukanlah karena menjadi laki-laki melainkan karena menjadi orang baik. Menjadi perempuan baik dengan demikian sama mulianya dengan laki-laki baik dan sangat lebih mulia daripada menjadi laki-laki jahat. Ayat ini juga sekaligus menghapus keraguan yang berkembang saat itu bahkan di kalangan agamawan dan filosof di berbagai belahan dunia tentang apakah perempuan berhak masuk surga. | ||
4. Laki-lai dan perempuan mu’min adalah penolong bagi satu sama lainnya (at-Taubah/9:71). | 4. Laki-lai dan perempuan mu’min adalah penolong bagi satu sama lainnya (at-Taubah/9:71).<ref>''Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Terjemahan Qs. At-Taubah/9:71).''</ref> laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan setara di hadapan lainnya, yaitu sebagai penolong dan menjaga. Laki-laki menjaga perempuan dan demikian pula sebaliknya. Orang yang tidak mengakui hubungan kesetaraan ini berarti tidak imannya tidak sempurna. | ||
5. Laki-laki dan perempuan akan kembali pada Allah sendiri-sendiri dan sebagai dirinya sendiri (al-An’am/6:94). | 5. Laki-laki dan perempuan akan kembali pada Allah sendiri-sendiri dan sebagai dirinya sendiri (al-An’am/6:94).<ref>''Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafaat yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah) (Terjemahan Qs. al-An’am/6:94.''</ref> Seorang perempuan akan kembali menghadap Allah sendiri tanpa ayah dan suami mereka, dan sebagai diri sendiri bukan sebagai anak perempuan atau sebagai isteri seorang laki-laki. | ||
Cara pandang atas laki-laki dan perempuan ini mendasari cara pandang al-Qur’an atas pernikahan sebagai berikut: | Cara pandang atas laki-laki dan perempuan ini mendasari cara pandang al-Qur’an atas pernikahan sebagai berikut: | ||
1. Pernikahan adalah sebuah perjanjian yang kokoh ''(mitsaqan ghalidla)'' (an-Nisa/4: 20-21). | 1. Pernikahan adalah sebuah perjanjian yang kokoh ''(mitsaqan ghalidla)'' (an-Nisa/4: 20-21).<ref>''Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) (Tejemahan Qs. an-Nisa/4:20-21).''</ref> Al-Qur’an menggunakan istilah ini tiga kali. Dua lainnya adalah perjanjian antara para rasul dengan Allah dan perjanjian antara Musa As dengan umatnya. Al-Qur’an menegaskan bahwa pernikahan adalah sebuah komitmen kuat yang harus juga dipertanggungjawabkan tidak hanya pada pasangan melainkan juga kepada Allah. Laki-laki dan perempuan dengan demikian dilarang keras mempermainkan institusi pernikahan sama sekali. | ||
2. Tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketengan lahir-batin yang didasarkan pada hubungan cinta dan kasih, bukan hubungan atas dasar kekuasaan (Qs. ar-Rum/30:21). | 2. Tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketengan lahir-batin yang didasarkan pada hubungan cinta dan kasih, bukan hubungan atas dasar kekuasaan (Qs. ar-Rum/30:21).<ref>Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.(Terjemahan Qs. ar-Rum/30:21).</ref> | ||
Berdasarkan cara pandang baru pada eksistensi laki-laki dan perempuan dan pada institusi pernikahan di atas al-Qur’an membangun prinsip-prinsip yang mendasari relasi laki-laki dan perempuan dalam keluarga sebagai berikut: | Berdasarkan cara pandang baru pada eksistensi laki-laki dan perempuan dan pada institusi pernikahan di atas al-Qur’an membangun prinsip-prinsip yang mendasari relasi laki-laki dan perempuan dalam keluarga sebagai berikut: | ||
1. Pernikahan dijalankan berdasarkan rambu-rambu yang ditentukan oleh Allah ''(al-qiyam bi hududillah'') (QS. 2:229). | 1. Pernikahan dijalankan berdasarkan rambu-rambu yang ditentukan oleh Allah ''(al-qiyam bi hududillah'') (QS. 2:229).<ref>Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang lalim. (Terjemahan Qs. Al-Baqarah/2:229). Di ujung ayat 230 surat yang sama juga menegaskan hal ini.</ref> Hal ini menegaskan bahwa adat-istiadat, keinginan suami atau isteri, maupun masyarakat dan negara tidak bisa mengatur pernikahan secara sewenang-wenang melainkan mesti tunduk pada cara pandang baru pada eksistensi laki-laki dan perempuan dan eksistensi pernikahan yang diberikan oleh al-Qur’an. | ||
2. Kerelaan kedua belah pihak ''(ridlo)'' (Qs. 2:232). | 2. Kerelaan kedua belah pihak ''(ridlo)'' (Qs. 2:232).<ref>Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu habis idahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang makruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Terjemahan Qs. Al-Baqarah/2:232). Hubungan atas dasar saling rela juga di singgung dalam Qs. An-Nisa/4:24.</ref> Ayat ini menegaskan bahwa tidak boleh ada unsur paksaan di dalam berumah tangga. | ||
3. Menghindari sikap saling menyulitkan (QS. 2:233).[51] Laki-laki dan perempuan baik sebagai suami-isteri maupun ornagtua-anak tidak boleh menyulitkan satu sama lain. | 3. Menghindari sikap saling menyulitkan (QS. 2:233).[51] Laki-laki dan perempuan baik sebagai suami-isteri maupun ornagtua-anak tidak boleh menyulitkan satu sama lain. |