Sejarah KUPI

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) adalah gerakan untuk mewujudkan visi keadilan relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif Islam dan kerja-kerja masyarakat muslim Indonesia. Sebagai gerakan, kerja-kerja ini memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Dalam konteks sejarah kontemporer Indonesia, kerja-kerja gerakan ini telah diawali oleh sayap perempuan dari dua organisasi besar, yaitu Fatayat dan Mulismat NU, serta Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah Muhammadiyah.

Secara lebih kongkrit, kerja-kerja ini dapat dirunut mulai dari diskursus pada awal 90an melalui Jurnal Ulumul Qur’an, kiprah berbagai Pusat Studi Wanita (P3M) perguran tinggi Islam se-Indonesia, terutama IAIN Yogyakarta, kerja-kerja Perhimpunan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) Yogyakarta, serta lembaga-lembaga yang lain di berbagai daerah di Indonesia.

Sejak tahun 1992, misalnya, YKF Yogyakarta secara khusus melakukan berbagai pelatihan untuk mahasiswa, santri, kyai dan nyai, terutama yang muda-muda, mengadakan berbagai forum diskusi, dan menerbitkan tabloid serta buku-buku mengenai hak-hak perempuan. Begitupun P3M, dengan jaringanya yang lebih luas di seluruh Indonesia, membuka program khusus “Fiqhun Nisa” pada tahun 1995, sebagai pendidikan dan pemberdayaan hak-hak perempuan dalam perspektif Islam, terutama untuk kalangan pesantren. P3M juga menyelenggarakan berbagai pelatihan, halaqah, dan menerbitkan tabloid serta buku yang relevan, terutama mengenai kesehatan reproduksi perempuan.

Mulai tahun 2000, upaya ini kemudian dilanjutkan secara reguler oleh Perhimpunan Rahima dengan menyelenggarakan Madrasah Rahima. Pada tahun 2005, Madrasah ini berubah menjadi Pendidikan Ulama Perempuan (PUP). Sampai tahun 2022, Rahima telah menyelenggarakan PUP sebanyak 5 angkatan dari berbagai daerah di Indonesia, dengan jumlah kadernya lebih dari 271 orang, baik yang senior maupun ulama muda.

Dengan inisiatif serupa, Yayasan Fahmina juga menyelenggarakan Dawrah Fiqh Perempuan (mulai tahun 2003), Dawrah Kader Ulama Pesantren (mulai tahun 2005), dan terakhir Dawrah Kader Ulama Perempuan (mulai tahun 2018). Ada ratusan alumni Dawrah Fahmina ini dari berbagai daerah Indonesia, khusus DKUP yang terakhir, yang dimulai tahun 2018, sudah meloloskan 121 kader ulama perempuan, yang senior para pengasuh utama, maupun kalangan muda pesantren.

Alimat, sebuah perhimpunan para individu dan lembaga yang meyakini keadilan relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam, juga memiliki inisiatif serupa sejak tahun 2009, walau dengan intensitas yang lebih kecil dibanding Rahima dan Fahmina. Berbagai lembaga dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Padang, Lampung, Banjarmasin, Jakarta, Banten, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Jombang, Makassar, dan Mataram Nusa Tenggara Barat, juga melakukan berbagai inisiatif serupa, dengan kekhasannya masing-masing, yang kemudian bermuara pada perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia yang pertama kali diadakan di Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Cirebon pada tahun 2017.

Inisiatif Kegiatan Kongres

Kegiatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang pertama tahun 2017 di Cirebon diselenggarakan atas inisiatif dan kerjasama tiga lembaga yang secara khusus memiliki perhatian pada pengkaderan ulama perempuan. Yaitu Rahima, Fahmina, dan Alimat. Inisiatif awal datang dari Rahima saat dipimpin AD. Eridani. Ide awalnya adalah mengumpulkan para alumni Pendidikan Ulama Perempuan (PUP) Rahima. Ide reuni alumni PUP ini, ketika digulirkan ke berbagai pihak, disambut antusias. Bahkan, banyak usulan agar memperlebar kepesertaan: tidak hanya untuk alumni PUP Rahima.

Pada pertengahan tahun 2014, mba Dani (sapaan Direktur Rahima AD. Eridani) bersama Bang Helmi (KH. Helmi Aly Yafie) berkunjung ke Cirebon pada peringatan 100 hari wafat Nyai Hj. Aliyatul Himmah, PP Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon. Dalam kunjungan ini, mba Dani dan Bang Helmi menyambangi rumah Faqihuddin Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih, di daerah Klayan Cirebon. Di rumah Kang Faqih, di Kebon Mangga depan rumahnya, diadakan pembicaraan lebih serius mengenai rencana reuni alumni PUP Rahima itu. Dalam pertemuan ini, Kang Faqih menegaskan pelebaran kepesertaan, sebagaimana usulan banyak pihak juga. Pertemuan ini mengusulkan dan menyepakati ide kegiatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia.

Pada tahun 2015, bertempat di kantor Fahmina Cirebon, diadakan rapat pertama kali dari tiga lembaga (Rahima, Fahmina, dan Alimat) untuk merencanakan penyelenggaraan Kongres pada pertengahan tahun 2016. Kepanitaan utama sudah dibentuk untuk rencana Kongres ini. Namun, kesibukan masing-masing panitia, dan tidak ada yang bisa full time mengurus, rencana Kongres ini diundur pada akhir tahun 2016. Pada sekitar awal bulan Nopember 2016, kepanitiaan mengadakan rapat evaluasi, karena belum ada tanda-tanda persiapan penyelenggaraan Kongres. Beberapa peserta rapat usul untuk disederhanakan lagi, cukup reuni PUP Rahima saja dulu, sebagai cikal bakal Kongres di kemudian hari. Namun, banyak peserta lain yang merasa tanggung: sekalian saja Kongres besar. Sehingga harus diundur lagi pada April 2017.

Sekalipun diundur menjadi April 2017, tetapi masih belum terlihat ada kesiapan yang pasti dan jelas mengenai peserta, tempat, dan acara. Para peserta mengusulkan tempat di salah satu pesantren yang otoritatif. Tetapi, belum ada pesantren yang bersedia untuk perhelatan Kongres Ulama Perempuan. Lalu, muncul usul perpindahan tempat ke Wisma Haji Surabaya. Namun, kepanitiaan masih menunggu kemungkinan ada pesantren yang bersedia menjadi tempat perhelatan Kongres. Karena pesantren dipandang lebih otoritatif.

Namun, karena kepanitiaan bersifat sisa waktu, semua perencanaan masih belum memperlihatkan kejelasan yang mencukupi: mengenai tempat, sumber dana dan sumber daya manusia. Dalam kepanitiaan, saat itu, tidak ada yang full time, yang bisa memikirkan secara penuh waktu dan mengeksekusi rencana perhelatan Kongres tersebut secara lebih menyeluruh. Pertemuan bulan Desember 2016 masih belum ada kejelasan. Lalu, pertemuan bulan Februari di Kantor Rahima juga masih belum ada kejelasan dan muncul usulan untuk diundur kembali. Dalam pertemuan rapat ini, Kang Faqih menyatakan bersedia bekerja sepenuh waktu untuk mengorkestrasi seluruh kepanitiaan dalam menyiapkan perhelatan Kongres. Tanggal Kongres tidak diundur, tetap pada bulan April 2017.

Sepulang dari rapat di Rahima, Kang Faqih menelpon Ibu Nyai Hj. Masriyah Amva, pengasuh Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon, meyakinkanya untuk bersedia menjadi tempat perhelatan Kongres. Ibu Nyai bersedia dan tempat Kongres sudah bisa dipastikan. Pada rapat perdana di Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy , Kang Faqih mengundang Dr. Adib wakil Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk hadir dan diminta kesediaanya untuk menyelenggarakan dan mendanai International Conference Ulama Perempuan. Sebagai santri alumni Babakan dan aktif di isu-isu keulamaan perempuan, Kang Adib bersedia mengambil peran tersebut, yang kemudian tanggung-jawab pelaksanaanya dipegang langsung oleh Dr. Septi Gumiandari, seorang akademisi cum-ulama perempuan dari Cirebon.

Kongres Pertama di Cirebon tahun 2017

Cirebon dipilih sebagai tempat pertama Kongres KUPI, setidaknya karena tiga hal.  Pertama, karena ada Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy yang dipimpin seorang perempuan yang telah mendakwahkan keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan hampir satu dekade ini. Pesantren ini, dengan segala keterbatasanya yang ada saat itu, bersedia menjadi tempat perhelatan Kongres. Sesuatu yang tidak mudah, saat itu, ditemukan yang bersedia.

Kedua, ada Fahmina yang sejak dilahirkan pada tahun 2000 telah memiliki perspektif keislaman yang adil gender dalam seluruh degup jantung kegiatanya dan derap langkah gerakannya. Orang-orang yang menyokong KUPI, terutama dari wilayah lokal Cirebon, baik dari kalangan pesantren, perguruan tinggi, aktivis, maupun masyarakat umum, adalah mereka yang terlibat dengan kerja-kerja Fahmina sejak awal 2000-an dan memiliki ikatan emosional serta kultural. Dukungan ini menjadi pondasi kesuksesan penyelenggaraan Kongres.

Ketiga, Cirebon memiliki kesiapan kultural untuk mendukung KUPI, karena dihuni ratusan pesantren NU yang meyakini kebersatuan nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Nilai yang menjadi motto KUPI pertama tahun 2017. Sekalipun tidak memperoleh dukungan yang memadai dari Pemerintah daerah, kabupaten maupun propinsi, tetapi perguruan tinggi IAIN Syekh Nurjati Cirebon mendukung penuh. Begitupun, tokoh-tokoh pesantren yang secara moral dan kultural memberikan dukungan yang cukup memadai. Dukungan perguran tinggi dan pesantren-pesantren ini adalah penting bagi penyelenggaraan Kongres ulama perempuan yang baru pertama kali, yang dalam beberapa hal masih sensitif dan kontroversial.

Kongres KUPI pertama di Cirebon diselenggarakan oleh tiga lembaga: Fahmina, Rahima, dan Alimat. Ketiganya bekerjasama langsung dengan Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon, sebagai tempat Kongres, dan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, sebagai tempat Konferensi Internasional. Dalam proses dan pelaksanaan, beberapa lembaga terlibat sebagai pendukung acara-acara spesifik, seperti Kementerian Agama RI, AMAN Indonesia, Pekka, Migrant Care, STID al-Biruni, Forum Pengada Layanan, Komnas Perempuan, Rumah Kitab, dan LBH APIK.

Lebih khusus, AMAN Indonesia telah berkontribusi menghadirkan kolega dari mancanegara. Lembaga dan instansi tertentu, seperti BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, Pusat Kesehatan Umum (PKU) Muhammadiyah Cirebon, dan Puskesmas Palimanan Cirebon juga telah ambil bagian penting dalam kegiatan-kegiatan sosial pendukung. Beberapa lembaga donor negara-negara mitra Indonesia juga berkontribusi, baik melalui lembaga-lembaga tersebut di atas maupun langsung kepada narasumber dan peserta. Dukungan khusus secara sukarela juga diberikan tim kreatif Jaringan Gusdurian dan tim media dari Setara Institute yang bekerja sangat keras dan berdedikasi. Beberapa individu juga ikut berjasa memberikan sumbangan secara  khusus, seperti Bapak Wakil Presiden RI, H. Jusuf Kalla, Bapak Brigjend TNI Dudung Abdurrahman, Ibu GKR Hemas, Ibu Netty Heryawan, Ibu Nihayatul Wafiroh, dan banyak lagi yang lain.

Pada awal pembukaan pendaftaran, sangat sedikit sekali yang berminat untuk hadir menjadi peserta Kongres KUPI pertama. Bahkan, para alumni PUP Rahima saja, tidak lebih dari 100 orang yang bersedia hadir sebagai peserta penuh. Setelah sosialisasi yang cukup masif, terutama di akhir sebelum penutupan, pendaftarnya tembus pada angka 1.280. Beberapa orang hadir tanpa mendaftar terlebih dahulu. Karena keterbatasan fasilitas, yang diterima adalah 700 orang. Sementara yang hadir dan mengisi absensi berjumlah 519 orang sebagai peserta aktif dan 131 orang sebagai peserta pengamat, baik dari Indonesia maupun mancanegara.

Dari Indonesia, hadir para ulama perempuan dan sahabat ulama perempuan dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dari mancanegara hadir ulama perempuan dan aktivis sebagai pengamat dari 13 negara: Afghanistan, Bangladesh, Malaysia, Saudi Arabia, Pakistan, Nigeria, Kenya, Singapura, Thailand, Filipina, Australia, Amerika, dan Belanda. Jumlah 649 (peserta dan pengamat) ini tidak meliputi tamu dan narasumber yang hadir pada forum-forum terbuka, seperti seminar internasiional, seminar nasional, diskusi paralel, pembukaan dan penutupuan acara. Jika menghitung kursi yang tersedia, ada lebih dari 1500 orang yang hadir, terutama pada saat acara pembukaan dan begitupun acara penutupan.

Para peserta Kongres KUPI pertama di Cirebon datang dari berbagai daerah di Indonesia, dari ujung Timur dan Barat Indonesia. Tercatat 19 orang peserta datang dari Banten, 1 orang dari Bengkulu, 49 orang dari Yogyakarta, 106 orang dari  DKI, 5 orang dari Jambi,  113 orang dari Jawa Barat, 57 orang dari Jawa Tengah, 75 orang dari Jawa Timur, 4 orang dari Kalimantan Barat, 8 orang dari Kalimantan Selatan, 1 orang dari Kalimantan Tenggara, 1 orang dari Kalimantan Timur, 2 orang dari Kepulauan Riau, 16 orang dari Lampung, 15 orang dar Nanggroe Aceh Darussalam, 3 orang dari Nusa Tenggara Barat, 1 orang Nusa Tenggara Timur, 5 orang dari Papua, 2 orang dari Papua Barat, 2 orang dari Riau, 10 orang dari Sulawesi Selatan, 3 orang dari Sulawesi Tenggara, 3 orang dari Sulawesti Utara, 13 orang dari Sumatra Barat, 1 orang dari Sumatra Selatan, dan 5 orang dari Sumatra Utara.

Dari jumlah total peserta KUPI pertama, sekitar 90% adalah mereka yang datang dari atau bekerja di pusat-pusat Islam. Seperti pesantren, perguruan tinggi Islam, majlis ta’lim, lembaga dakwah dan pendidikan Islam, dan ormas-ormas keislaman. Baik sebagai pengasuh, pimpinan, ustadzah, dosen, peneliti, pendidik, muballighah, daiyah, dan penulis. Sebagian besar dari mereka adalah sekaligus juga bekerja sebagai pendamping masyarakat, tepatnya sebagai aktivis pemberdayaan perempuan di komunitas mereka masing-masing. Peserta yang 10% adalah para aktivis, akademisi, dan jurnalis yang tidak datang dari latar belakang sosio-pendidikan keislaman. Selama ini mereka semua, satu sama lain, sekalipun dari latar belakang dan kelompok yang berbeda-beda, telah bekerja bersama, langsung maupun tidak langsung, dalam mewujudkan keadilan relasi laki-laki dan perempuan.

Kegiatan-kegiatan Kongres pertama bisa dilihat di entri Proses Kongres, sementara hasil-hasilnya bisa dikunjungi di entri Hasil Kongres. Ada juga entri-entri lain yang bisa dikunjungi untuk mengenali Kegiatan Kongres KUPI pertama ini secara lebih mendalam. Yaitu, Dokumen Kongres berisi dokumen-dokumen pendukung, Refleksi Kongres berisi tuilsan-tulisan lepas paska kegiatan Kongres, Diskursus Kongres berisi opini akademik, Berita Kongres berisi berita-berita dari berbagai media tentang perhelatan Kongres, dan Galeri Kongres berisi foto-foto kegiatan.

Kongres Kedua di Jepara tahun 2022

Kongres kedua KUPI diadakan pada bulan Nopember 2022 dan dipilih bertempat di Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. Pesantren ini dipilih karena dikembangkan dan diasuh secara bersama oleh suami istri, KH. Nuruddin Amin dan Ny. Hj. Hindun Anisah. Keduanya adalah ulama aktivis, yang sudah cukup lama menggeluti kerja-kerja gerakan sosial, terutama dalam mewujudkan keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Sementara Konferensi Internasional diadakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Kegiatan Kongres kedua ini diselenggarakan oleh lima lembaga: Rahima, Fahmina, Alimat, Aman Indonesia, dan Jaringan Gusdurian.

Deskripsi kegiatan-kegiatan Kongres kedua ini bisa dilihat di entri Proses Kongres 2, sementara hasil-hasilnya bisa dikunjungi di entri Hasil Kongres 2. Ada juga entri-entri lain yang bisa dikunjungi untuk mengenali Kegiatan Kongres KUPI pertama ini secara lebih mendalam. Yaitu, Dokumen Kongres 2 berisi dokumen-dokumen pendukung, Refleksi Kongres 2 berisi tuilsan-tulisan lepas paska kegiatan Kongres, Diskursus Kongres 2 berisi opini akademik, Berita Kongres 2 berisi berita-berita dari berbagai media tentang perhelatan Kongres, dan Galeri Kongres 2 berisi foto-foto kegiatan.