Nurlaelah Abbas: Perbedaan revisi
Baris 2: | Baris 2: | ||
Ia terlibat dalam pertemuan pra Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia ([[KUPI]]) di Makassar, hadir di dalam KUPI sebagai peserta kongres, dan menyebarkan gagasan-gagasan KUPI pasca kongres. | Ia terlibat dalam pertemuan pra Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia ([[KUPI]]) di Makassar, hadir di dalam KUPI sebagai peserta kongres, dan menyebarkan gagasan-gagasan KUPI pasca kongres. | ||
== Riwayat Hidup == | == Riwayat Hidup == | ||
Dr. Hj. Nurlaelah Abbas, Lc., MA tinggal di Makassar bersama suaminya, dan memiliki dua anak laki-laki. Ia adalah anak kesepuluh dari sebelas bersaudara. Ia lahir dan memiliki keluarga besar di Toli-toli. Ia bersekolah SD hingga MTs di Toli-toli, kemudian melanjutkan pendidikan Aliyah di Pare-pare hingga Sarjana Muda. Ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Al-Azhar Fak. Dirasah Islamiyah wal Arabiyah jurusan Akidah Filsafat pada 1989, kemudian menyelesaikan studi S2 pada 1999 di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) jurusan Ushuluddin dan Falsafah, dan menyelesaikan studi S3 tahun 2013 di Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar jurusan Pemikiran Islam. | Dr. Hj. Nurlaelah Abbas, Lc., MA tinggal di Makassar bersama suaminya, dan memiliki dua anak laki-laki. Ia adalah anak kesepuluh dari sebelas bersaudara. Ia lahir dan memiliki keluarga besar di Toli-toli. Ia bersekolah SD hingga MTs di Toli-toli, kemudian melanjutkan pendidikan Aliyah di Pare-pare hingga Sarjana Muda. Ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Al-Azhar Fak. Dirasah Islamiyah wal Arabiyah jurusan Akidah Filsafat pada 1989, kemudian menyelesaikan studi S2 pada 1999 di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) jurusan Ushuluddin dan Falsafah, dan menyelesaikan studi S3 tahun 2013 di Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar jurusan Pemikiran Islam. | ||
Nurlaelah aktif dalam berbagai organisasi di antaranya menjadi Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Pengurus Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) (2011-2014). Pada tahun 2015 hingga 2020, ia berpartisipasi dalam berbagai organisasi sekaligus, yaitu menjadi Pengurus Besar Darud Da'wah wal Irsyad (DDI), Pengurus Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kecamatan Rappocini, menjadi bagian dari Ummahat Darud Da'wah wal Irsyad (UMDI), dan menjadi Dewan Pimpinan Majelis Ulana Komisi Pemberdayasn Perempuan, Remaja dan Rumah Tangga. Ia juga berkontribusi sebagai Pengurus Wilayah Muslimat NU Provinsi Sulawesi Selatan (2016-2021) dan juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Wakaf Nuryah Centre Makassar (2000-sekarang). | Nurlaelah aktif dalam berbagai organisasi di antaranya menjadi Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Pengurus Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) (2011-2014). Pada tahun 2015 hingga 2020, ia berpartisipasi dalam berbagai organisasi sekaligus, yaitu menjadi Pengurus Besar Darud Da'wah wal Irsyad (DDI), Pengurus Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kecamatan Rappocini, menjadi bagian dari Ummahat Darud Da'wah wal Irsyad (UMDI), dan menjadi Dewan Pimpinan Majelis Ulana Komisi Pemberdayasn Perempuan, Remaja dan Rumah Tangga. Ia juga berkontribusi sebagai Pengurus Wilayah Muslimat NU Provinsi Sulawesi Selatan (2016-2021) dan juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Wakaf Nuryah Centre Makassar (2000-sekarang). | ||
== Tokoh dan Keulamaan Perempuan == | == Tokoh dan Keulamaan Perempuan == | ||
Keterlibatan Nurlaelah dengan KUPI berawal dari partisipasinya dalam acara pra KUPI di Makassar sebagai peserta. Ia mendengarkan penjelasan mengenai latar belakang KUPI, [[Rahima]], [[Fahmina]], dan [[Alimat]]. Bagi Nurlaelah, KUPI adalah salah satu media untuk memperjuangkan suara-suara perempuan sekaligus memperjelas peran perempuan di masyarakat. Karena [[tokoh]]-tokoh agama masih ada yang menafsirkan teks-teks keislaman mengenai peran perempuan dengan perspektif yang sempit dan bias gender. | Keterlibatan Nurlaelah dengan KUPI berawal dari partisipasinya dalam acara pra KUPI di Makassar sebagai peserta. Ia mendengarkan penjelasan mengenai latar belakang KUPI, [[Rahima]], [[Fahmina]], dan [[Alimat]]. Bagi Nurlaelah, KUPI adalah salah satu media untuk memperjuangkan suara-suara perempuan sekaligus memperjelas peran perempuan di masyarakat. Karena [[tokoh]]-tokoh agama masih ada yang menafsirkan teks-teks keislaman mengenai peran perempuan dengan perspektif yang sempit dan bias gender. | ||
Menurutnya, sebagian masyarakat masih memahami bahwa posisi perempuan berada di bawah kendali laki-laki. Padahal, laki-laki dan perempuan terutama dalam kehidupan berumah tangga merupakan mitra, bukan hubungan atasan dan bawahan. KUPI membuka wawasan Nurlaelah bahwa perempuan memiliki akses terhadap berbagai bidang pengetahuan dan keahlian, namun sebagian perempuan masih belum memaksimalkan hal tersebut. KUPI menjadi wadah bagi perempuan-perempuan untuk memaksimalkan potensinya dan memperluas aksesnya terhadap pengetahuan dan kesempatan lainnya di wilayah publik. | Menurutnya, sebagian masyarakat masih memahami bahwa posisi perempuan berada di bawah kendali laki-laki. Padahal, laki-laki dan perempuan terutama dalam kehidupan berumah tangga merupakan mitra, bukan hubungan atasan dan bawahan. KUPI membuka wawasan Nurlaelah bahwa perempuan memiliki akses terhadap berbagai bidang pengetahuan dan keahlian, namun sebagian perempuan masih belum memaksimalkan hal tersebut. KUPI menjadi wadah bagi perempuan-perempuan untuk memaksimalkan potensinya dan memperluas aksesnya terhadap pengetahuan dan kesempatan lainnya di wilayah publik. | ||
Setelah pra KUPI di Makassar dan kongres KUPI di Cirebon, Nurlaelah juga terlibat dalam tadarrus pertama dan kedua yang diselenggarakan di Makassar untuk menindaklanjuti kongres. Pada tadarrus pertama, para partisipan menggali hal-hal yang berkaitan dengan persoalan perempuan dan lingkungan sosialnya, misalnya di Makassar berkaitan dengan kekerasan dan budaya. Aktivis dan ulama perempuan di daerah membantu untuk menyuarakan dan mensosialisasikan pengetahuan dengan kedilan gender kepada masyarakat yang lebih luas. | Setelah pra KUPI di Makassar dan kongres KUPI di Cirebon, Nurlaelah juga terlibat dalam tadarrus pertama dan kedua yang diselenggarakan di Makassar untuk menindaklanjuti kongres. Pada tadarrus pertama, para partisipan menggali hal-hal yang berkaitan dengan persoalan perempuan dan lingkungan sosialnya, misalnya di Makassar berkaitan dengan kekerasan dan budaya. Aktivis dan ulama perempuan di daerah membantu untuk menyuarakan dan mensosialisasikan pengetahuan dengan kedilan gender kepada masyarakat yang lebih luas. | ||
Untuk membumikan fatwa-fatwa KUPI dan perspektif KUPI, ia mempraktikkannya ke dalam kehidupan rumah tangganya sendiri, selain juga kepada masyarakat luas. Sebagai ketua majelis taklim, ia memberikan ruang kepada tokoh-tokoh perempuan dengan mengundang mereka untuk hadir di majelis. Dengan mengundang tokoh-tokoh perempuan, ia berharap agar masyarakat semakin mengenal tokoh-tokoh perempuan yang hebat dan masyarakat lebih nyaman belajar terutama saat membahas tentang isu-isu perempuan. Ia berharap perempuan tidak terus-menerus menjadi pendengar atau menjadi murid saja, tetapi juga bisa menjadi pembicara atau guru bagi perempuan lainnya, setelah selama ini pembicara didominasi oleh laki-laki. | Untuk membumikan fatwa-fatwa KUPI dan perspektif KUPI, ia mempraktikkannya ke dalam kehidupan rumah tangganya sendiri, selain juga kepada masyarakat luas. Sebagai ketua majelis taklim, ia memberikan ruang kepada tokoh-tokoh perempuan dengan mengundang mereka untuk hadir di majelis. Dengan mengundang tokoh-tokoh perempuan, ia berharap agar masyarakat semakin mengenal tokoh-tokoh perempuan yang hebat dan masyarakat lebih nyaman belajar terutama saat membahas tentang isu-isu perempuan. Ia berharap perempuan tidak terus-menerus menjadi pendengar atau menjadi murid saja, tetapi juga bisa menjadi pembicara atau guru bagi perempuan lainnya, setelah selama ini pembicara didominasi oleh laki-laki. | ||
Baginya penting untuk mengisi ruang-ruang diskusi dengan pemateri atau penceramah perempuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa perempuan juga memiliki kemampuan dan pengetahuan yang sama dengan laki-laki. Hal ini sekaligus juga untuk menolak mitos-mitos tentang perempuan yang dipercaya masyarakat dan pandangan-pandangan yang menyebutkan bahwa beraktivitas di wilayah domestik adalah kodrat perempuan. Kehadiran perempuan dan apresiasi kepada perempuan di berbagai bidang akan menormalisasi keberadaan dan kiprah perempuan di ruang publik. Hal ini akan membantu masyarakat agar terbiasa dengan perspektif perempuan dan dengan tokoh perempuan. | Baginya penting untuk mengisi ruang-ruang diskusi dengan pemateri atau penceramah perempuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa perempuan juga memiliki kemampuan dan pengetahuan yang sama dengan laki-laki. Hal ini sekaligus juga untuk menolak mitos-mitos tentang perempuan yang dipercaya masyarakat dan pandangan-pandangan yang menyebutkan bahwa beraktivitas di wilayah domestik adalah kodrat perempuan. Kehadiran perempuan dan apresiasi kepada perempuan di berbagai bidang akan menormalisasi keberadaan dan kiprah perempuan di ruang publik. Hal ini akan membantu masyarakat agar terbiasa dengan perspektif perempuan dan dengan tokoh perempuan. | ||
Sebagai dosen, ia memberikan kuliah untuk mata kuliah Akidah-Akhlak, Ilmu Kalam, dan Pemikiran Islam. Dalam ceramahnya di majelis taklim, ia membicarakan tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan peran perempuan di masyarakat. Ia juga mengisi acara-acara keagamaan dan memberikan pengajian umum di pesantren. Ia juga merupakan ketua Yayasan Pondok Pesantren An-nuriyah Bontocinik yang didirikan bersama suaminya sejak 2005 sampai sekarang. Di pondok pesantrennya, ia mengasuh santri-santri pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Ia biasanya memberikan pengajian umum dan motivasi untuk santri-santrinya terutama di akhir pekan. | Sebagai dosen, ia memberikan kuliah untuk mata kuliah Akidah-Akhlak, Ilmu Kalam, dan Pemikiran Islam. Dalam ceramahnya di majelis taklim, ia membicarakan tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan peran perempuan di masyarakat. Ia juga mengisi acara-acara keagamaan dan memberikan pengajian umum di pesantren. Ia juga merupakan ketua Yayasan Pondok Pesantren An-nuriyah Bontocinik yang didirikan bersama suaminya sejak 2005 sampai sekarang. Di pondok pesantrennya, ia mengasuh santri-santri pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Ia biasanya memberikan pengajian umum dan motivasi untuk santri-santrinya terutama di akhir pekan. | ||
Pengenalan ulama-ulama perempuan dan perspektif adil gender dari KUPI dibumikan dengan memberikan contoh-contoh konkrit melalui tokoh-tokoh dan peran perempuan di masyarakat. Di dalam buku-buku peran laki-laki dan perempuan masih dituliskan berdasarkan gender tradisional yang menempatkan laki-laki di ruang publik dan perempuan di ruang domestic. Maka, ia berusaha memberikan contoh kepada anak-anak dan guru-guru bahwa status perempuan sejajar dengan laki-laki. Pengaturan tempat duduk di kelas pun sejajar antara siswa dan siswi, siswi tidak berada di belakang laki-laki atau sebaliknya. | Pengenalan ulama-ulama perempuan dan perspektif adil gender dari KUPI dibumikan dengan memberikan contoh-contoh konkrit melalui tokoh-tokoh dan peran perempuan di masyarakat. Di dalam buku-buku peran laki-laki dan perempuan masih dituliskan berdasarkan gender tradisional yang menempatkan laki-laki di ruang publik dan perempuan di ruang domestic. Maka, ia berusaha memberikan contoh kepada anak-anak dan guru-guru bahwa status perempuan sejajar dengan laki-laki. Pengaturan tempat duduk di kelas pun sejajar antara siswa dan siswi, siswi tidak berada di belakang laki-laki atau sebaliknya. | ||
Sebelum bergabung dengan KUPI, Nurlaelah juga bergabung sebagai peserta dan panitia di berbagai acara untuk memperkenalkan gender terutama dalam perspektif Islam. Sebagai “anak kandung patriarki”, perempuan masih menginternalisasi nilai-nilai yang terbiasa mendahulukan laki-laki dan menyampingkan kebutuhan mereka sendiri, contohnya dalam hal makan. ''Mindset'' seperti ini menurutnya harus diubah, agar perempuan tidak merendahkan dirinya sendiri dengan mendahulukan laki-laki dan mereka mendapatkan sisanya. Maka menguatkan perempuan dan laki-laki tentang kesetaraan dalam praktik sehari-hari penting dilakukan. | Sebelum bergabung dengan KUPI, Nurlaelah juga bergabung sebagai peserta dan panitia di berbagai acara untuk memperkenalkan gender terutama dalam perspektif Islam. Sebagai “anak kandung patriarki”, perempuan masih menginternalisasi nilai-nilai yang terbiasa mendahulukan laki-laki dan menyampingkan kebutuhan mereka sendiri, contohnya dalam hal makan. ''Mindset'' seperti ini menurutnya harus diubah, agar perempuan tidak merendahkan dirinya sendiri dengan mendahulukan laki-laki dan mereka mendapatkan sisanya. Maka menguatkan perempuan dan laki-laki tentang kesetaraan dalam praktik sehari-hari penting dilakukan. | ||
Nurlaelah memahami dan memperkenalkan metode [[mubadalah]] (kesalingan) yang dikonsepkan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir di dalam KUPI kepada masyarakat dan para santrinya di Makassar. Ia selalu menekankan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah mitra yang saling membantu dan berkontribusi. Menurutnya, pemahaman dan paradigma KUPI sudah dapat diterima masyarakat, namun ada juga yang belum terbiasa dengan paradigma ini, salah satunya karena budaya yang mengakar kuat. Maka membumikan nilai-nilai KUPI perlu dilakukan secara perlahan dan dengan membuka ruang-ruang diskusi dengan masyarakat. Ia optimis upayanya dalam memperjuangkan nasib perempuan yang dulunya terkubur kemudian sekarang sudah lebih baik akan menjadi lebih maju lagi di masa depan. | Nurlaelah memahami dan memperkenalkan metode [[mubadalah]] (kesalingan) yang dikonsepkan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir di dalam KUPI kepada masyarakat dan para santrinya di Makassar. Ia selalu menekankan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah mitra yang saling membantu dan berkontribusi. Menurutnya, pemahaman dan paradigma KUPI sudah dapat diterima masyarakat, namun ada juga yang belum terbiasa dengan paradigma ini, salah satunya karena budaya yang mengakar kuat. Maka membumikan nilai-nilai KUPI perlu dilakukan secara perlahan dan dengan membuka ruang-ruang diskusi dengan masyarakat. Ia optimis upayanya dalam memperjuangkan nasib perempuan yang dulunya terkubur kemudian sekarang sudah lebih baik akan menjadi lebih maju lagi di masa depan. | ||
Selama ini, ia belum pernah mengalami penolakan yang terang-terangan dan hambatan yang besar dalam upayanya membumikan nilai-nilai KUPI. Penerimaan masyarakat selama ini variatif, tergantung jamaah yang dihadapi. | Selama ini, ia belum pernah mengalami penolakan yang terang-terangan dan hambatan yang besar dalam upayanya membumikan nilai-nilai KUPI. Penerimaan masyarakat selama ini variatif, tergantung jamaah yang dihadapi. | ||
Menurut Nurlaelah, tantangan yang dihadapi KUPI dan [[jaringan]] perempuan relatif kecil jika dibandingkan dengan peluangnya. KUPI memiliki potensi yang sangat besar untuk diterima oleh masyarakat luas karena KUPI sudah banyak memberikan pencerahan dan menunjukkan kiprah perempuan di panggung sejarah. KUPI juga sudah terpublikasi secara nasional maupun internasional dan diakui keberadaanya, serta ulama-ulama laki-laki juga mendukung kerja-kerja KUPI. Ia berharap untuk kongres KUPI selanjutnya dapat menghasilkan lebih banyak lagi fatwa dan hasil-hasil yang progresif yang dapat dibumikan oleh setiap peserta di daerahnya masing-masing. Untuk kongres kedua nanti, ia berharap KUPI akan semakin luas menjaring ulama-ulama di Indonesia bahkan sampai di daerah-daerah pelosok. | |||
Menurut Nurlaelah, tantangan yang dihadapi KUPI dan jaringan perempuan relatif kecil jika dibandingkan dengan peluangnya. KUPI memiliki potensi yang sangat besar untuk diterima oleh masyarakat luas karena KUPI sudah banyak memberikan pencerahan dan menunjukkan kiprah perempuan di panggung sejarah. KUPI juga sudah terpublikasi secara nasional maupun internasional dan diakui keberadaanya, serta ulama-ulama laki-laki juga mendukung kerja-kerja KUPI. Ia berharap untuk kongres KUPI selanjutnya dapat menghasilkan lebih banyak lagi fatwa dan hasil-hasil yang progresif yang dapat dibumikan oleh setiap peserta di daerahnya masing-masing. Untuk kongres kedua nanti, ia berharap KUPI akan semakin luas menjaring ulama-ulama di Indonesia bahkan sampai di daerah-daerah pelosok. | |||
Meskipun para guru dan ulama perempuan di Makassar sudah banyak yang meninggal, masih banyak ulama perempuan dan calon ulama perempuan di Makassar. Mereka memiliki banyak peluang dan potensi sebagai calon ulama di masa yang akan datang. Dengan adanya KUPI yang melebarkan jaringan ke daerah-daerah maka akan memperbesar kesempatan tokoh-tokoh perempuan ini untuk berkiprah lebih luas dan memiliki dukungan penuh dari semua ulama KUPI di seluruh Indonesia. | Meskipun para guru dan ulama perempuan di Makassar sudah banyak yang meninggal, masih banyak ulama perempuan dan calon ulama perempuan di Makassar. Mereka memiliki banyak peluang dan potensi sebagai calon ulama di masa yang akan datang. Dengan adanya KUPI yang melebarkan jaringan ke daerah-daerah maka akan memperbesar kesempatan tokoh-tokoh perempuan ini untuk berkiprah lebih luas dan memiliki dukungan penuh dari semua ulama KUPI di seluruh Indonesia. | ||
Nurlaelah berharap jaringan KUPI akan mendorong perempuan untuk lebih maju dan masyarakat semakin paham tentang potensi yang ada pada diri perempuan. Kegiatan KUPI dapat mempermudah akses dan sosialisasi peran perempuan dan menguatkan pengetahuan perempuan, terutama tentang konsep ulama perempuan yang akan semakin diterima di masyarakat. Ia juga menambahkan, “KUPI ke depan lebih menggali potensi-potensi perempuan yang ada yang tidak terukur oleh masyarakat awam.” | Nurlaelah berharap jaringan KUPI akan mendorong perempuan untuk lebih maju dan masyarakat semakin paham tentang potensi yang ada pada diri perempuan. Kegiatan KUPI dapat mempermudah akses dan sosialisasi peran perempuan dan menguatkan pengetahuan perempuan, terutama tentang konsep ulama perempuan yang akan semakin diterima di masyarakat. Ia juga menambahkan, “KUPI ke depan lebih menggali potensi-potensi perempuan yang ada yang tidak terukur oleh masyarakat awam.” | ||
== Penghargaan/Prestasi == | == Penghargaan/Prestasi == | ||
Penghargaan yang diterima Nurlaelah sebagai ASN adalah Satya Lencana Karya Satya 10 tahun dan 20 tahun. | Penghargaan yang diterima Nurlaelah sebagai ASN adalah Satya Lencana Karya Satya 10 tahun dan 20 tahun. | ||
== Karya-Karya == | == Karya-Karya == | ||
Nurlaelah menuliskan buku, di antaranya buku ''Eksistensi Ahli Sunnah wal jamaah dalam Pemikiran Islam'': ''Sorotan Pemikiran AGH. Abdul Rahman Ambo Dalle'' (2012); ''Ilmu Kalam: Sebuah Pengantar'' (2014); ''Gerakan Paham Ahli Sunnah Wal-Jama’ah: Studi tentang Peranan Sosial Keagamaan Darud Dakwah Wal-Irsiyad (DDI); Sumbangan dan Cabaran Ahli Sunnah Wal-Jama’ah di Alam Melayu.'' | Nurlaelah menuliskan buku, di antaranya buku ''Eksistensi Ahli Sunnah wal jamaah dalam Pemikiran Islam'': ''Sorotan Pemikiran AGH. Abdul Rahman Ambo Dalle'' (2012); ''Ilmu Kalam: Sebuah Pengantar'' (2014); ''Gerakan Paham Ahli Sunnah Wal-Jama’ah: Studi tentang Peranan Sosial Keagamaan Darud Dakwah Wal-Irsiyad (DDI); Sumbangan dan Cabaran Ahli Sunnah Wal-Jama’ah di Alam Melayu.'' | ||
Baris 60: | Baris 39: | ||
Penelitian terakhir yang ia lakukan pada 2020 berjudul “Tradisi Khitan Perempuan pada Masyarakat Kabupaten Jeneponto (Integrasi Agama dan budaya)”; “Implementasi Kesufian Datuk Tiro & Pengaruhnya terhadap Perkembangan Masyarakat Kabupaten Bulukumba”, penelitian kelompok tahun 2005; “Evaluasi dan Prospek Perkembangan Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar” (2013). | Penelitian terakhir yang ia lakukan pada 2020 berjudul “Tradisi Khitan Perempuan pada Masyarakat Kabupaten Jeneponto (Integrasi Agama dan budaya)”; “Implementasi Kesufian Datuk Tiro & Pengaruhnya terhadap Perkembangan Masyarakat Kabupaten Bulukumba”, penelitian kelompok tahun 2005; “Evaluasi dan Prospek Perkembangan Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar” (2013). | ||
Beberapa artikelnya yang terbit pada jurnal antara lain: “Ahli Salaf (Studi tentang Makna dan Corak Pemikirannya)” (2002); “Islam dan Sekularisme” (2004); “Dakwah Al-Qur’an ke Arah Pemantapan Aqidah Islamiyah” (2004); “Saintek dan Dunia Islam Kini” (2009); “Pemikiran dan Teori Abu A’la al-Maududi” (2010); “Emansipasi VS [[Kodrat Perempuan]]: Telaah atas Pemikiran Muhammad Qasim Amin” (2010); “Muhammad bin Abdul Wahab: Gerakan Revivalisme dan Pengaruhnya” (2010); “Moderasi Politik Sunni dalam Konstruksi Islam Moderat “Menguak Prinsip Rasionalitas, Humanitas, dan Universitas Islam” (Bab Buku, 2012); “M. Rais: Demokrasi, Pendidikan Politik, dan Nasionalisme” (2013). | |||
Revisi terkini pada 20 November 2021 04.33
Nurlaelah Abbas lahir pada 9 Desember 1962 di Bangkir, Toli-toli. Ia adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Alauddin Makassar sejak tahun 2000 hingga sekarang. Ia juga merupakan Wakil Dekan Bidang Administrasi, Keuangan dan Perencanaan FDK UINAM tahun periode 2019-2023.
Ia terlibat dalam pertemuan pra Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Makassar, hadir di dalam KUPI sebagai peserta kongres, dan menyebarkan gagasan-gagasan KUPI pasca kongres.
Riwayat Hidup
Dr. Hj. Nurlaelah Abbas, Lc., MA tinggal di Makassar bersama suaminya, dan memiliki dua anak laki-laki. Ia adalah anak kesepuluh dari sebelas bersaudara. Ia lahir dan memiliki keluarga besar di Toli-toli. Ia bersekolah SD hingga MTs di Toli-toli, kemudian melanjutkan pendidikan Aliyah di Pare-pare hingga Sarjana Muda. Ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Al-Azhar Fak. Dirasah Islamiyah wal Arabiyah jurusan Akidah Filsafat pada 1989, kemudian menyelesaikan studi S2 pada 1999 di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) jurusan Ushuluddin dan Falsafah, dan menyelesaikan studi S3 tahun 2013 di Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar jurusan Pemikiran Islam.
Nurlaelah aktif dalam berbagai organisasi di antaranya menjadi Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Pengurus Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) (2011-2014). Pada tahun 2015 hingga 2020, ia berpartisipasi dalam berbagai organisasi sekaligus, yaitu menjadi Pengurus Besar Darud Da'wah wal Irsyad (DDI), Pengurus Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kecamatan Rappocini, menjadi bagian dari Ummahat Darud Da'wah wal Irsyad (UMDI), dan menjadi Dewan Pimpinan Majelis Ulana Komisi Pemberdayasn Perempuan, Remaja dan Rumah Tangga. Ia juga berkontribusi sebagai Pengurus Wilayah Muslimat NU Provinsi Sulawesi Selatan (2016-2021) dan juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Wakaf Nuryah Centre Makassar (2000-sekarang).
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Keterlibatan Nurlaelah dengan KUPI berawal dari partisipasinya dalam acara pra KUPI di Makassar sebagai peserta. Ia mendengarkan penjelasan mengenai latar belakang KUPI, Rahima, Fahmina, dan Alimat. Bagi Nurlaelah, KUPI adalah salah satu media untuk memperjuangkan suara-suara perempuan sekaligus memperjelas peran perempuan di masyarakat. Karena tokoh-tokoh agama masih ada yang menafsirkan teks-teks keislaman mengenai peran perempuan dengan perspektif yang sempit dan bias gender.
Menurutnya, sebagian masyarakat masih memahami bahwa posisi perempuan berada di bawah kendali laki-laki. Padahal, laki-laki dan perempuan terutama dalam kehidupan berumah tangga merupakan mitra, bukan hubungan atasan dan bawahan. KUPI membuka wawasan Nurlaelah bahwa perempuan memiliki akses terhadap berbagai bidang pengetahuan dan keahlian, namun sebagian perempuan masih belum memaksimalkan hal tersebut. KUPI menjadi wadah bagi perempuan-perempuan untuk memaksimalkan potensinya dan memperluas aksesnya terhadap pengetahuan dan kesempatan lainnya di wilayah publik.
Setelah pra KUPI di Makassar dan kongres KUPI di Cirebon, Nurlaelah juga terlibat dalam tadarrus pertama dan kedua yang diselenggarakan di Makassar untuk menindaklanjuti kongres. Pada tadarrus pertama, para partisipan menggali hal-hal yang berkaitan dengan persoalan perempuan dan lingkungan sosialnya, misalnya di Makassar berkaitan dengan kekerasan dan budaya. Aktivis dan ulama perempuan di daerah membantu untuk menyuarakan dan mensosialisasikan pengetahuan dengan kedilan gender kepada masyarakat yang lebih luas.
Untuk membumikan fatwa-fatwa KUPI dan perspektif KUPI, ia mempraktikkannya ke dalam kehidupan rumah tangganya sendiri, selain juga kepada masyarakat luas. Sebagai ketua majelis taklim, ia memberikan ruang kepada tokoh-tokoh perempuan dengan mengundang mereka untuk hadir di majelis. Dengan mengundang tokoh-tokoh perempuan, ia berharap agar masyarakat semakin mengenal tokoh-tokoh perempuan yang hebat dan masyarakat lebih nyaman belajar terutama saat membahas tentang isu-isu perempuan. Ia berharap perempuan tidak terus-menerus menjadi pendengar atau menjadi murid saja, tetapi juga bisa menjadi pembicara atau guru bagi perempuan lainnya, setelah selama ini pembicara didominasi oleh laki-laki.
Baginya penting untuk mengisi ruang-ruang diskusi dengan pemateri atau penceramah perempuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa perempuan juga memiliki kemampuan dan pengetahuan yang sama dengan laki-laki. Hal ini sekaligus juga untuk menolak mitos-mitos tentang perempuan yang dipercaya masyarakat dan pandangan-pandangan yang menyebutkan bahwa beraktivitas di wilayah domestik adalah kodrat perempuan. Kehadiran perempuan dan apresiasi kepada perempuan di berbagai bidang akan menormalisasi keberadaan dan kiprah perempuan di ruang publik. Hal ini akan membantu masyarakat agar terbiasa dengan perspektif perempuan dan dengan tokoh perempuan.
Sebagai dosen, ia memberikan kuliah untuk mata kuliah Akidah-Akhlak, Ilmu Kalam, dan Pemikiran Islam. Dalam ceramahnya di majelis taklim, ia membicarakan tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan peran perempuan di masyarakat. Ia juga mengisi acara-acara keagamaan dan memberikan pengajian umum di pesantren. Ia juga merupakan ketua Yayasan Pondok Pesantren An-nuriyah Bontocinik yang didirikan bersama suaminya sejak 2005 sampai sekarang. Di pondok pesantrennya, ia mengasuh santri-santri pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Ia biasanya memberikan pengajian umum dan motivasi untuk santri-santrinya terutama di akhir pekan.
Pengenalan ulama-ulama perempuan dan perspektif adil gender dari KUPI dibumikan dengan memberikan contoh-contoh konkrit melalui tokoh-tokoh dan peran perempuan di masyarakat. Di dalam buku-buku peran laki-laki dan perempuan masih dituliskan berdasarkan gender tradisional yang menempatkan laki-laki di ruang publik dan perempuan di ruang domestic. Maka, ia berusaha memberikan contoh kepada anak-anak dan guru-guru bahwa status perempuan sejajar dengan laki-laki. Pengaturan tempat duduk di kelas pun sejajar antara siswa dan siswi, siswi tidak berada di belakang laki-laki atau sebaliknya.
Sebelum bergabung dengan KUPI, Nurlaelah juga bergabung sebagai peserta dan panitia di berbagai acara untuk memperkenalkan gender terutama dalam perspektif Islam. Sebagai “anak kandung patriarki”, perempuan masih menginternalisasi nilai-nilai yang terbiasa mendahulukan laki-laki dan menyampingkan kebutuhan mereka sendiri, contohnya dalam hal makan. Mindset seperti ini menurutnya harus diubah, agar perempuan tidak merendahkan dirinya sendiri dengan mendahulukan laki-laki dan mereka mendapatkan sisanya. Maka menguatkan perempuan dan laki-laki tentang kesetaraan dalam praktik sehari-hari penting dilakukan.
Nurlaelah memahami dan memperkenalkan metode mubadalah (kesalingan) yang dikonsepkan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir di dalam KUPI kepada masyarakat dan para santrinya di Makassar. Ia selalu menekankan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah mitra yang saling membantu dan berkontribusi. Menurutnya, pemahaman dan paradigma KUPI sudah dapat diterima masyarakat, namun ada juga yang belum terbiasa dengan paradigma ini, salah satunya karena budaya yang mengakar kuat. Maka membumikan nilai-nilai KUPI perlu dilakukan secara perlahan dan dengan membuka ruang-ruang diskusi dengan masyarakat. Ia optimis upayanya dalam memperjuangkan nasib perempuan yang dulunya terkubur kemudian sekarang sudah lebih baik akan menjadi lebih maju lagi di masa depan.
Selama ini, ia belum pernah mengalami penolakan yang terang-terangan dan hambatan yang besar dalam upayanya membumikan nilai-nilai KUPI. Penerimaan masyarakat selama ini variatif, tergantung jamaah yang dihadapi.
Menurut Nurlaelah, tantangan yang dihadapi KUPI dan jaringan perempuan relatif kecil jika dibandingkan dengan peluangnya. KUPI memiliki potensi yang sangat besar untuk diterima oleh masyarakat luas karena KUPI sudah banyak memberikan pencerahan dan menunjukkan kiprah perempuan di panggung sejarah. KUPI juga sudah terpublikasi secara nasional maupun internasional dan diakui keberadaanya, serta ulama-ulama laki-laki juga mendukung kerja-kerja KUPI. Ia berharap untuk kongres KUPI selanjutnya dapat menghasilkan lebih banyak lagi fatwa dan hasil-hasil yang progresif yang dapat dibumikan oleh setiap peserta di daerahnya masing-masing. Untuk kongres kedua nanti, ia berharap KUPI akan semakin luas menjaring ulama-ulama di Indonesia bahkan sampai di daerah-daerah pelosok.
Meskipun para guru dan ulama perempuan di Makassar sudah banyak yang meninggal, masih banyak ulama perempuan dan calon ulama perempuan di Makassar. Mereka memiliki banyak peluang dan potensi sebagai calon ulama di masa yang akan datang. Dengan adanya KUPI yang melebarkan jaringan ke daerah-daerah maka akan memperbesar kesempatan tokoh-tokoh perempuan ini untuk berkiprah lebih luas dan memiliki dukungan penuh dari semua ulama KUPI di seluruh Indonesia.
Nurlaelah berharap jaringan KUPI akan mendorong perempuan untuk lebih maju dan masyarakat semakin paham tentang potensi yang ada pada diri perempuan. Kegiatan KUPI dapat mempermudah akses dan sosialisasi peran perempuan dan menguatkan pengetahuan perempuan, terutama tentang konsep ulama perempuan yang akan semakin diterima di masyarakat. Ia juga menambahkan, “KUPI ke depan lebih menggali potensi-potensi perempuan yang ada yang tidak terukur oleh masyarakat awam.”
Penghargaan/Prestasi
Penghargaan yang diterima Nurlaelah sebagai ASN adalah Satya Lencana Karya Satya 10 tahun dan 20 tahun.
Karya-Karya
Nurlaelah menuliskan buku, di antaranya buku Eksistensi Ahli Sunnah wal jamaah dalam Pemikiran Islam: Sorotan Pemikiran AGH. Abdul Rahman Ambo Dalle (2012); Ilmu Kalam: Sebuah Pengantar (2014); Gerakan Paham Ahli Sunnah Wal-Jama’ah: Studi tentang Peranan Sosial Keagamaan Darud Dakwah Wal-Irsiyad (DDI); Sumbangan dan Cabaran Ahli Sunnah Wal-Jama’ah di Alam Melayu.
Penelitian terakhir yang ia lakukan pada 2020 berjudul “Tradisi Khitan Perempuan pada Masyarakat Kabupaten Jeneponto (Integrasi Agama dan budaya)”; “Implementasi Kesufian Datuk Tiro & Pengaruhnya terhadap Perkembangan Masyarakat Kabupaten Bulukumba”, penelitian kelompok tahun 2005; “Evaluasi dan Prospek Perkembangan Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar” (2013).
Beberapa artikelnya yang terbit pada jurnal antara lain: “Ahli Salaf (Studi tentang Makna dan Corak Pemikirannya)” (2002); “Islam dan Sekularisme” (2004); “Dakwah Al-Qur’an ke Arah Pemantapan Aqidah Islamiyah” (2004); “Saintek dan Dunia Islam Kini” (2009); “Pemikiran dan Teori Abu A’la al-Maududi” (2010); “Emansipasi VS Kodrat Perempuan: Telaah atas Pemikiran Muhammad Qasim Amin” (2010); “Muhammad bin Abdul Wahab: Gerakan Revivalisme dan Pengaruhnya” (2010); “Moderasi Politik Sunni dalam Konstruksi Islam Moderat “Menguak Prinsip Rasionalitas, Humanitas, dan Universitas Islam” (Bab Buku, 2012); “M. Rais: Demokrasi, Pendidikan Politik, dan Nasionalisme” (2013).
Penulis | : | Wanda Roxanne |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |