Tutik Hamidah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Tutik Hamidah
Tutik Hamidah.jpg
Tempat, Tgl. Lahir23 April 1959
Aktivitas Utama
  • Bu Tutik adalah dosen di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Saat ini ia menjabat sebagai ketua di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di universitas Islam tersebut.
  • Aktif menjalankan kegiatan dakwah dan keorganisasian di masyarakat, misalnya kegiatannya sebagai anggota Majelis Ulama Indonesia Kota Malang.
Karya Utama
  • Karya penelitian terkait fiqh dan gender, misalnya artikel berjudul “An Analysis of the Contents of Da'wah Attaki in You Tube Media with the Title ‘The Most Beautiful Love’ in the Perspective of Religious Moderation”, yang diseminarkan di International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS) tahun 2020.
  • Pada tahun 2011 ia menulis buku yang berjudul Fikih Perempuan Berwawasan Keadilan Gender.

Tutik Hamidah yang akrab dipanggil Bu Tutik ini lahir di Lamongan pada tanggal 23 April 1959. Saat ini, kegiatan utama Bu Tutik adalah sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Saat ini ia menjabat sebagai ketua di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Selama pelaksanaan KUPI, Bu Tutik terlibat sebagai peserta aktif, terutama dalam diskusi-diskusi yang bertemakan tentang perubahan batas mininal usia pernikahan, penghapusan kekerasan seksual, dan dakwah perempuan. Pengalaman mengikuti KUPI memberinya semangat yang lebih kuat untuk menjalankan kegiatan dakwah dan keorganisasiannya, misalnya kegiatannya sebagai anggota MUI Kota Malang. Menurutnya, perempuan juga bisa menjadi ulama selayaknya laki-laki, tergantung pada kompetensi pribadinya. “Bukankah sayyidah Aisyah sering berfatwa?” tanyanya menegaskan.

Riwayat Hidup

Tutik Hamidah menghabiskan masa kecil di Desa Pangkatrejo, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ia tumbuh di lingkungan masyarakat yang religious dan kebanyakan dari warganya berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah. Kedua organisasi tersebut memiliki lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, dan mendirikan mushala dan masjid untuk jamaah masing-masing. Kehadiran dua organisasi ini memberikan dampak positif, yaitu, menumbuhkan budaya Islam yang kuat di tengah masyarakat. Sehingga tidak heran jika para orang tua yang tinggal di lingkungan desa Bu Tutik tinggal memilih pesantren sebagai tempat pendidikan putera-puteri mereka.

Demikian juga dengan keluarga Bu Tutik sendiri. Orang tuanya aktif berkegiatan di Nahdlatul Ulama. Ibunya, Malichah, adalah ketua anak cabang Fatayat di Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan periode 1970-1977. Mereka mengirim anak-anak mereka untuk belajar di madrasah dan pesantren. Bu Tutik dan kedua saudaranya mengawali pengalaman belajar di Madrasah Islam Al-Hasan, Lamongan. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada tahun 1971, Bu Tutik meneruskan pendidikan ke Pesantren Walisongo Cukir, Jombang, di bawah asuhan Almaghfurlah Romo K.H. Adlan Ali dan Ibu Nyai Hajah Halimah Adlan.

Enam tahun tinggak di Pesantren Walisongo, Bu Tutik memiliki memori baik tentang cara K.H. Adlan mengajar. “Beliau mengajar kitab Riyadhus Shalihin, Shahih Bukhari, dan Fatchul Muin. Sebagai anak yang masih kecil, saya ingat betul beliau hafal ketiga kitab itu. Sebab ketika baru membaca judulnya beliau sudah menceritakan isinya. Kadang dengan humor. Beliau sangat sabar, tidak pernah marah, meskipun saya tidur di tengah pembelajaran. Allahu yarham,” kenangnya.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel. Pendidikan magister diselesaikan di Program Studi Agama dan Filsafat, IAIN Sunan Kalujaga, dan pendidikan doktoralnya ditempuh di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 2010. Ia meraih gelar profesor pada tahun 2020 dalam bidang Ushul Fiqh. Ia memilih kajian ini sebab menurutnya ilmu ini mulai dilupakan[1].

Tokoh Dan Keulamaan Perempuan

Orang tua menginginkan Bu Tutik untuk menjadi mubalighat. Namun ia merasa tidak pandai berbicara di depan umum sehingga membuatnya ingin menjadi guru saja. Ia tak pernah membayangkan kalau dirinya akan menjadi dosen. Alm. Buchori Saleh LAS, ketua jurusan, memintanya untuk menjadi dosen. Sepanjang karir menjadi dosen, Bu Tutik pernah menjabat sebagai Sekretaris Unit Microteaching, Ketua Jurusan, Pembantu Dekan, dan Ketua Jurusan Pascasarjana.

Keaktifan orang tua dalam berorganisasi rupanya menurun juga kepada Bu Tutik. Ia telah bergabung dalam beberapa organisasi mulai dari Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Al-Hidayah. Saat ini, ia aktif sebagai anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang. Selama empat periode ia dipercaya untuk masuk di Komisi Pendidikan dan Dakwah.

Keterlibatan Bu Tutik di dunia dakwah berjalan beriringan dengan kariernya sebagai dosen, sejak tahun 1986. Keahliannya di bidang Hukum Keluarga membantunya ketika berhadapan dengan masyarakat. Sebagai mediator bersertifikat untuk Praktik Meditasi di PA, selalu ada yang mendatanginya untuk berkonsultasi perihal keluarga. Tidak hanya itu, ia juga didatangi oleh masyarakat yang hendak berkonsultasi tentang hukum Islam. Dalam setiap konsultasi, Bu Tutik biasanya merujuk pada nilai-nilai wasatiyyah, sebagaimana yang diajarkan kepadanya dulu saat masih di pesantren. Sedangkan untuk masalah keluarga, ia mengikuti SOP seorang mediator.

Dalam beraktivitas, Bu Tutik biasanya mengkolaborasikan antara aktivitas praktis dan akademis. Sebagai perempuan yang berkecimpung di dunia dakwah, ia mengakui adanya perbedaan penerimaan masyarakat bila dibandingkan dengan pendakwah laki-laki. “Namun itu akan hilang dengan sendirinya jika kita mampu mengemukakan kebenaran sesuai dengan kaidah ilmiah dan tetap low profile,” tuturnya. Menurutnya, rasa hormat dan penerimaan masyarakat itu tergantung pada sikap dan keilmuan pendakwah itu sendiri.

Selain itu, seni berkomunikasi juga menjadi faktor lain diterimanya Bu Tutik oleh masyarakat. Setiap mendapat kesempatan menyampaikan pendapat keagamaan, ia lebih menekankan pada tema-tema Keluarga Sakinah, Maqashid Syariah dan perkembangan remaja terkait menjaga kesehatan reproduksi dalam perspektif Islam. Baginya, keimanan adalah hal yang pertama dan utama, kemudian shalat dan yang lainnya. Selama ini ia tidak pernah menghadapi tantangan dan hambatan dari luar yang mengganggu aktivitas keagamaannya. Tantangan itu justru datang dari dalam dirinya sendiri, yaitu bagaimana ia tetap istiqomah dalam berkontribusi memperjuangkan hal-hal yang disuarakannya.

Penghargaan dan Prestasi

Sebagai akedemisi, Bu Tutik kerap kali mengisi konferensi sebagai narasumber. Salah satunya adalah International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS)[2]. Ia juga secara rutin menguji disertasi doktoral.

Karya-Karya

Sebagai akademisi, Bu Tutik telah banyak menghasilkan riset terkait fiqh dan gender, misalnya artikel berjudul “An Analysis of the Contents of Da'wah Attaki in You Tube Media with the Title ‘The Most Beautiful Love’ in the Perspective of Religious Moderation”, yang diseminarkan di International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS) tahun 2020. Ia juga menulis artikel berjudul “Religious Heads’ Perspectives towards the Abolition of Child Marriage: A Study in Malang, East Java, Indonesia” yang dipublikasikan pada tahun 2019 di Pertanika Journal of Social Science and Humanities dan masih ada tulisan-tulisan lain yang bisa dilihat di akun Google Scholar[3].  Selain itu, Bu Tutik juga menulis buku Fikih Perempuan Berwawasan Keadilan Gender tahun 2011.

Daftar Bacaan Lanjutan


Penulis : Yuliana Rizki Yuliatin
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir

Referensi