Teladan Disiplin Itu Bernama Santri Kebon Jambu
Ketika sebuah acara besar akan digelar di pondok pesantren, maka yang tergambar dalam pikiran sebagian orang adalah pelaksanaan kegiatan ala pesantren. Termasuk saya sebagai salah satu pesertanya. Namun yang tergambar dalam pelaksanaan KUPI jauh di luar bayangan saya. KUPI tidak hanya sekedar menyediakan prasmanan ilmu pengetahuan, paparan ulama-ulama perempuan hebat serta gebyar pelaksanaan kegiatan yang ditata dengan apik. Lebih dari itu, satu hal yang membekas dalam pikiran dan jiwa serta memberikan kesan yang mendalam adalah kedisiplinan panitia yang di antaranya adalah santri Kebon Jambu.
Sekilas penampilan santri tampak seperti penampilan santri pada umumnya. Namun cara mereka menyambut dan melayani kami para peserta KUPI memang luar biasa, benar-benar pelayanan prima. Ketika kami datang, senyum khas itu sudah nampak pada wajah mereka. Senyum yang benar-benar welcome pada kehadiran kami. Ibu sudah melakukan registrasi? Ibu membutuhkan kamar mandi? Ibu berkenan membeli buku karya Bu Nyai kami?
Hari pertama pelayanan santri itu saya anggap biasa dan kami menganggap seperti itulah layaknya pelayanan kepada peserta KUPI yang notabene datang dari seluruh pelosok Indonesia bahkan dunia. Namun, ketika hari kedua, ketiga dan ketika kami pamit, rasanya banyak hal yang membekas dan memberikan kesan mendalam dan sampai hari ini saya masih terbayang bayang dengan wajah-wajah polos mereka.
Banyak hal yang membuat saya sangat terkesan. Pertama, keramahannya. Belum pernah terlihat dan terdengar suara keras para santri karena emosional dan capeknya mereka sebagai panitia. Kalau lah muncul suara keras, itu adalah karena hebohnya tampilan apresiasi seni kawan-kawan mereka. Kalau lah tepuk tangan mereka keras itu karena kekaguman dan heroiknya mereka menyambut penyelenggaraan KUPI yang luar biasa. Suara-suara yang terngiang sampai detik ini adalah, Ibu sudah makan? Mari Bu saya antar ke toilet, silahkan Ibu pembalutnya dipakai saja tidak usah beli, dan selebihnya adalah tatapan wajah-wajah sumringah yang seolah begitu bangga pesantrennya menjadi tempat bersejarah dilaksanakannya KUPI pertama kali di Indonesia bahkan pertama di dunia.
Kedua, kebersihan dan kerapiannya. Subhanallah, saya tidak melihat sampah berserakan kecuali santri langsung gerak cepat membersihkannya. Saya tidak melihat sandal berserakan kecuali santri langsung menatanya dengan begitu rapi. Sudut-sudut kamar dan toilet yang kulihat adalah kebersihan dan kerapihan. Cara mereka berpakaian juga menunjukkan kerapian dan kesopanan sebagai seorang santri. Acara demi acara mereka perhatikan dengan cermat. Begitu MC menyampaikan acara selanjutnya istirahat, puluhan santri sudah siaga berdiri di pojok-pojok tenda panggung utama KUPI. Spontan tangan-tangan mereka dengan cekatan membersihkan sampah, kotak kue, plastik air mineral, dan sruuuttt…. 15 menit kemudian, rapi lah kembali panggung utama KUPI.
Ketiga, disiplin dalam job discriptionnya, terlihat masing-masing sangat disiplin sesuai dengan job disc-nya. Penjaga parkir berjaga 24 jam melayani para tamu. Kebetulan saya menginap di rumah teman sekitar pesantren dan dibekali sepeda motor. Padatnya kendaraan di lahan parkir tidak membuat mereka lelah untuk memberikan pelayanan prima kepada para tamu. Semua bertugas sesuai dengan tanggung jawab mereka masing-masing.
Keempat, aduhai… masakannya, membuat kami selalu ingin menikmati masakan yang ada. Tuan rumah seolah tahu bahwa kami datang dari berbagai daerah dengan citarasa makanan khas yang berbeda-beda. Tapi ramuan masakan Pesantren Kebon Jambu itu, mampu menyatukan citarasa yang khas dan membuat kami semua bisa menikmatinya.
Kelima, suara merdu santrinya. Suara merdu itulah yang melengkapi kesuksesan pelaksanaan KUPI. Suara merdu itulah yang sampai hari ini kami putar terus mengiringi perjalanan kami ke kantor, ke rumah teman dan sanak famili, kuajarkan pada teman-teman, pada anak-anak, dan syair-syair sholawat keadilan dan samawa terus menggema di ruang-ruang perjalanan kami para peserta KUPI.
Terlepas dari itu semua, yang membuat kami kagum sekaligus bangga adalah bagaimana seorang Bu Nyai Masriyah memenej mereka menjadi santri yang disiplin, berkomitmen dan berdedikasi pada sebuah tanggung jawab. Saya yakin itu semua tidak mudah, tapi beliau mampu memberikan teladan dan meyakinkan pada kita bahwa semuanya pasti BISA. Terima kasih Bu Nyai, terima kasih KUPI yang begitu banyak memberi palajaran pada kami.
Semoga Allah memberikan balasan kepada siapa pun yang berjasa pada KUPI, dan memberikan jalan lapang kesuksesan bagi cita-cita besar para santri… SALAM KUPI….
Bondowoso, 5 Mei 2017
Penulis: Anisatul Hamidah
(Ketua Fatayat NU Bondowoso)*
Penulis tinggal di Jl. Diponegoro 36 Kotakulon Bondowoso Jawa Timur- email: anishamidah78@yahoo.co.id)