Rahmi Kusbandiyah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Rahmi Kusbandiyah
Rahmi Kusbandiyah.jpeg
Tempat, Tgl. LahirMataram, 18 Agustus 1975
Aktivitas Utama
  • Penyuluh Kementerian Agama RI di Mataram.
  • Ketua Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Agama Islam NTB, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kab. Lobar
  • Koodinator Da’i Kesehatan Kota Mataram

Rahmi Kusbandiyah lahir di Mataram, 18 Agustus 1975. Perempuan ini berprofesi sebagai penyuluh Kementerian Agama RI di Mataram selain juga aktif sebagai dai perempuan yang dikenal luas di Mataram.

Rahmi ikut berpartisipasi sebagai peserta dalam pertemuan pra Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 28 Februari-01 Maret 2017.

Riwayat Hidup

Rahmi Kusbandiyah berdomisili di Tanah Beak, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat. Ia menikah dengan H. Khalilurrahman dan dikaruniai tiga orang anak, yakni Ridla Akfa Dzulfahan, Wafida Dzakiyah, dan Nadzira Rizki Azizah.

Pendidikan formal ia tempuh di Sekolah Dasar Negeri (SDN) No. 5 Mataram, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Mataram, dan SMA Ibrahimy, Sukorejo, Situbondo. Kemudian ia melanjutkan studi ke jenjang sarjana S1 di Institut Agama Islam IAI Ibrahimy, Sukorejo, Situbondo yang berada di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo Jatim. Selanjutnya, jenjang pendidikan S2 ia tempuh di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

Rahmi Kusbandiyah juga aktif dalam berorganisasi. Ia mempunyai pengalaman aktif di Muslimat NU Nusa Tenggara Barat, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) NTB, MTP. IPHI NTB (Majelis Taklim-IPHI), Ketua Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Agama Islam NTB, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kab. Lobar, dan Koodinator Da’I Kesehatan Kota Mataram.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Selepas pulang dari Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, ke kampung halaman di Mataram pada 1999, Rahmi aktif melakukan kegiatan bersama masyarakat. Rahmi membangun Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) untuk anak-anak di lungkungannya belajar Islam sejak dini. Rahmi juga aktif di kegiatan majelis taklim di daerahnya.

Setahun setelahnya, Rahmi diterima menjadi ASN sebagai penyuluh agama Islam. Sebagai penyuluh, Rahmi memiliki jam kerja yang tidak biasa. Ia biasa berangkat pagi dan pulang malam karena aktif di berbagai kegiatan masyarakat. Salah satu rekan kerjanya bahkan menyebutnya sebagai “Mbak Toyibah” –plesetan dari Bang Toyib—karena jarang pulang ke rumah. Rahmi menyebut dedikasinya itu sebagai bagian dari tugas dan panggilan jiwanya untuk bersama-sama membangun masyarakat. Berbeda dengan kebanyakan penyuluh yang menjadikan majelis taklim sebagai kelompok binaan, Rahmi melebarkan sasaran dakwahnya kepada komunitas-komunitas umum dalam masyarakat.

Rahmi Kusbandiyah merasa terpanggil karena banyak masalah yang masih melanda masyarakat di lingkungannya. Yang terbaru tentu saja masalah Covid-19 yang melanda banyak daerah di Nusantara, termasuk di NTB. Sebagai Ketua Pokjaluh NTB, Rahmi mendedikasikan dirinya dan penyuluh-penyuluh yang lain untuk berani mengurus jenazah pasien Covid-19 yang tergolong Orang Dalam Pengawasan (ODP). Rahmi menceritakan di masa pandemi Covid-19 ini, dirinya bersama empat penyuluh agama honorer Kota Mataram telah menyiapkan diri untuk melayani masyarakat, salah satunya memberikan kesediaan untuk mengurus jenazah pasien yang terpapar Covid-19.

Sebelum masa pandemi datang, pekerjaan mengurus jenazah sebenarnya telah digeluti Ibu Nyai Rahmi sejak 9 tahun lalu. Bahkan, ia mengaku memiliki program untuk memberikan bimbingan penyuluhan terkait pengurusan jenazah. Tujuannya tidak lain agar dalam satu keluarga, minimal terdapat satu orang yang berani dan mampu mengurus jenazah. Sasaran penyuluhannya tidak hanya majelis taklim, tetapi juga masyarakat umum, seperti para guru, remaja, pengurus RT, RW, dan kelurahan.

Ibu Nyai dari Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak Narmada, Lombok Barat ini menuturkan, keterbatasan kemampuan warga dalam memulasara jenazah menjadi asal muasal dibuatnya program tersebut. Dalam beberapa kasus yang ditemukan, jenazah tidak kunjung dimandikan, bahkan sampai menjelang waktu pemakaman, karena menunggu petugas yang akan mengurus jenazah. Oleh sebab itu, dirinya berkeinginan agar kejadian tersebut tak lagi terulang.

Pekerjaannya sebagai penyuluh ditambah dedikasinya membuat Rahmi hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Baginya, kalau masyarakat membutuhkan, ia pasti akan ada untuk mereka. Tugasnya sebagai penyuluh agama yang lainnya adalah memberikan bimbingan kepada orang-orang yang dinilai “bermasalah”. Di antaranya ia menjadi pendamping untuk Pekerja Seks Komersial—ia menyebutnya orang dengan perilaku khusus—di Panti Sosial Budi Rini, Mataram. Pengalamannya melakukan pendampingan inilah yang mengilhaminya untuk mengangat Tesis S2 tentang Pendidikan Spiritual PSK di Mataram. Ia juga mendampingi komunitas-komunitas masyarakat lainnya di Mataram.

Pada saat Pra Kongres Ulama Perempuan di Makassar, ia diundang untuk ikut berpartisipasi. Dalam undangan bersama dengannya adalah para guru dan seniornya di UIN Mataram, seperti Prof. Dr. Sri Banun Muslim, Dr. Hj. Lubna, dan Dr. Hj. Nurul Yakin. Saat itu dia berangkat bersama tiga perwakilan ulama perempuan lainnya dari NTB. Pengalaman mengikuti pra Kongres tersebut menurutnya sangat luar biasa. Terutama karena bertemu secara langsung dengan orang-orang hebat dan mendapatkan pengetahuan baru yang menginspirasi. Salah satu narasumnber yang penting dalam pra Kongres tersebut adalah KH Husein Muhammad yang memberikan pemahaman tentang car akita memahami suatu teks agama.

Dalam acara pra Kongres juga dia mendapatkan pengetahuan tentang mubadalah yang digagas KH Faqihuddin Abdul Kodir. Setelah mendapatkan pengetahuan-pengetahuan itu, ia mengatakan perlu waktu dan strategi agar bisa disampaikan kepada masyarakat. Ada beberapa isu sensitif yang masih ia pikirkan masak-masak untuk bisa disampaikan ke masyarakat seperti imam shalat perempuan. Akan tetapi untuk isu poligami, ia sudah berani untuk berdebat dan beradu argumen dengan orang-orang yang masih membela poligami sebagai bagian dari perintah agama. Pertemuan dalam pra Kongres itu juga membuat Rahmi merasah bahagia karena mendapatkan tempat baginya untuk bertanya jika ada masalah-masalah di masyarakat yang sulit ditemukan jawaban ataupun cantolan argument agamanya.

Sebagai orang yang sehari-hari bergaul dan bekerja bersama masyarakat, Rahmi melihat pekerjaan rumah untuk mengangkat derajat perempuan di dunia Islam khususnya di Indonesia masih sangat banyak. Satu di antara yang masih ia temukan di NTB adalah banyak anak-anak mengalami kekerasan seksual. Di antara para korban kekerasan seksual adalah anak perempuan yang rentan. Pelakunya sendiri biasanya orang-orang terdekat mereka seperti ayah tiri, paman, tetangga atau malah gurunya sendiri.

Rahmi pernah merasa sangat sedih saat mendampingi salah seorang anak perempuan korban kekerasan seksual salah satu daerah di NTB. Pelakunya adalah ayahnya sendiri. Herannya, anak perempuan itu harus dikeluarkan dari kampung karena peristiwa tersebut. Sebab, masyarakat kampung menganggap anak perempuan itu membawa aib bagi masyarakat kampung. Rahmi mencoba untuk memberi penjelasan akan tetapi upayanya berujung sia-sia. Rahmi merasa ini keliru. Anak perempuan itu yang sudah jelas adalah korban kebejatan ayahnya, malah kena stigma dan diskriminasi dari masyarakat sekampung. Masyarakat tidak menolong dan membantunya, malah menyalahkan dan mengusir korban dari komunitas.

Masalah-masalah seperti ini masih kerap terjadi di daerahnya juga mungkin daerah-daerah lainnya di Indonesia. Rahmi meyakini, angka sebenarnya kekerasan seksual sangat mungkin jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus yang diketahui karena korbannya melaporkan. Cerita-cerita seperti ini nyata terjadi dalam ruang-ruang kehidupan di NTB. Ini adalah fakta yang tidak bisa ditampik dan Rahmi pun gencar menyampaikan dalam pengajian-pengajian dan majelis taklim atau dalam penyuluhan tentang pembelajaran berharga itu. Harapannya tidak terjadi lagi kekerasan terhadap perempuan tersebut.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah keumatan seperti demikian, Rahmi mempunyai keyakinan bahwa perjuangan harus dilakukan secara bertahap, pelan-pelan, dan bersama-sama. Ia yakin, dia sendirian tidak akan pernah mampu menyelesaikan masalah itu jika masyarakat, terutama keluarga tidak melakukan upaya yang sama.

Prestasi dan Penghargaan

Sebagai seorang penyuluh Aparat Negeri Sipil (ASN) agama Islam yang berada di lingkungan Kementerian Agama, Rahmi mendapat banyak prestasi di antaranya adalah sebagai penyuluh teladan NTB tahun 2013 dan 2018, serta menjadi nominasi penyluh teladan nasional tahun 2013.

Daftar bacaan lanjutan

  • Ahmad Asrof Fitri, Hak Tubuh Mengonsumsi Makanan Sehat dan Halalan Thayyiban.
  • “Kisah Penyuluh Agama Urus Jenazah Pasien ODP Covid-19”, akses pada 30 Juni 2021 dari https://kemenag.go.id/read/kisah-penyuluh-agama-urus-jenazah-pasien-odp-covid-19-pvooy



Penulis : Abdul Rosyidi
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir