Pidato Sambutan Pembukaan KUPI ke-2; Majelis Musyawarah KUPI Nyai Badriyah Fayumi
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.....
Bismillah, Alhamdulillah
Alhamdulillahilladzi hadana lihadza wama kunna linahtadiya laula an hadanallah. Wasshalatu wassalamu ‘ala rasulillah, wa’ala alihi washahbihi waman tabi’ahum wanasharahu wawalah. Wala haula wala quwwata illa billah. Subhanaka la ‘ilmalana illa ma’allamtana innaka antal’alimulhakim. Robbisyrahli shodri wayassirli wahlul uqdatammillisani yafqahu qauli.
Mohon maaf, walaupun saya suka puisi tapi kalau nangis ini bukan nangis drama atau bukan nangis dibuat-buat. Kemarin selama perhelatan International Conference di UIN Walisongo, setiap ketemu ngobrol membincang kemudian ada keharuan, tumpah lagi dan tumpah lagi. Karena apa yang kita saksikan hari ini, apa yang kita capai bersama-sama hari ini itu sungguh merupakan buah dari kerja keras dedikasi dan tentunya rahmat dan nikmat serta pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala. Dari semua elemen yang bahkan tidak pernah atau tidak kami bayangkan pada saat pertama kali ide dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia digagas.
Kami sangat terhormat dengan kehadiran para tamu undangan yang mulia juga para peserta dan pengamat dari dalam dan luar negeri yang hadir dengan penuh semangat dan antusiasme yang tinggi. Untuk mengisi pendaftarannya saja saya tanya banyak yang gagal daftar karena repotnya buka link. Tapi meskipun demikian tidak putus asa. Dan kemudian setelah masuk banyak sekali yang diisi karena memang kami ingin pendaftaran ini bagian dari dari konsolidasi keulamaan perempuan Indonesia. Karena di pendaftaran itu setiap calon peserta dan pengamat menuliskan karya-karya ilmiah atau karya populer yang telah dihasilkan dan nantinya itu akan menjadi bagian penting sumbangan Ulama Perempuan untuk peradaban. Dan sudah mulai kita wadahi kemarin di International Conference di Semarang di launching KUPI Corner. Dan di Jepara kita punya Joglo KUPI. Karena itu kami mengundang semua yang hadir di sini untuk mewakafkan karya tulisnya. Karya tulis para Ulama Perempuan atau karya tentang keulamaan perempuan diwakafkan di Joglo KUPI Jepara dan di KUPI Corner UIN Walisongo. Joglo KUPI mewakili pesantren tradisionalitas, lokalitas. KUPI Corner mewakili modernitas dan global internasional, dan itulah KUPI. Semua yang ada di KUPI insya Allah menjadi bagian simbol dari perjuangan dan gerakan KUPI.
Terhormat sekali dengan kehadiran Ibu Menteri Ida Fauziah Menteri tenaga kerja, Halim Iskandar Menteri Desa dan PDT, Ibu Menteri Bintang atau yang mewakili beliau menitipkan salam. Ini amanat tadi beliau menelepon titip salam. Beliau sudah pesan tiket, sudah pesan tempat tetapi ada tugas kemanusiaan yang tidak bisa ditunda beliau hadir di Cianjur pada malam hari ini. Juga Bapak Kasad yang sudah sangat berniat hadir, tetapi juga ada tugas yang tidak bisa ditunda dan diwakilkan. Terima kasih ada yang mewakili. Jajaran Pemda Jepara. Dan yang kami muliakan, kami cintai Pengasuh Pesantren Umi Hj. Aizzah Amin Sholeh. Yang kami banggakan ini ada pertemuan yang luar biasa ini. Di sini ada reuni keluarga. Dan Pengasuh Pesantren Joglo Tahfid Ibu Nyai Hindun Anisah dan Gus Nuruddin Amin (Gus Nung), Ibu Nyai Lili ya. Pulang tidak sekedar pulang kampung, tapi pulang ke rumah. Luar biasa. Pak kyai, para Kyai, Dewan penasehat dan Menteri Agama tahun 2014-2019 yang menjadi bagian penting dari sejarah KUPI Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Para tamu internasional kita dari 31 negara sahabat, seluruh rekan-rekan Nasyiatul Aisyiyah. Semuanya yang tidak bisa kami sebutkan satu demi satu dan panitia yang saya banggakan, saya cintai. Bekerja berbulan-bulan dengan tulus ikhlas baik panitia nasional maupun panitia lokal.
Alhamdulillah mengawali perhelatan KUPI ini saya menandai antusiasme berKUPI semangat bergerakan, semangat berdedikasi dan semangat untuk menjadi bagian dari KUPI itu sudah sedemikian luar biasa. Internasional Kongres belum selesai kemarin, sudah ada 3 mbak Nnyai Masruchah. Yang melamar untuk menjadi tuan rumah KUPI ke-3 nanti. Subhanallah dan tuan rumah tentu saja bertanggung jawab dengan segala macam konsekuensinya. Itu kalau mau jadi tuan rumah KUPI. Karena itu kita memberikan apresiasi yang tinggi untuk tuan rumah Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri. Dan juga dulu Pondok Pesantren Kebon Jambu yang semua pengasuhnya hadir di sini.
Bapak dan Ibu sekalian yang dirahmati Allah dimuliakan Allah subhanahu wa ta'ala. Capaian KUPI pada hari ini dimana Ulama Perempuan sudah menjadi kata yang biasa digaungkan biasa terdengar di mana-mana. Di perbincangan-perbincangan akademik saya mau sampaikan hari ini KUPI dan Ulama Perempuan, khususnya KUPI. Sudah ditulis lebih dari 20 karya ilmiah baik disertasi, thesis, skripsi, jurnal ilmiah, penelitian tingkat nasional maupun internasional. Kata Ulama Perempuan juga sudah menjadi sesuatu yang populer disebut di mana-mana. 30 tahun lalu belum ada itu kata Ulama Perempuan. Karena kalau kita menyebut ulama dan kita menyebut tempat kaderisasi dan tempat para ulama mengamalkan ilmunya yang utama yaitu di pesantren. 30-40 tahun lalu tidak pernah terbayang ada ulama kok perempuan. Bahkan kalau terjadi di suatu pesantren ada kyainya yang wafat. Bu nyainya sebetulnya punya kapasitas untuk memimpin. Tapi karena tidak dianggap pantas, maka kepemimpinan itu dicarikan atau mungkin diberikan bahkan mungkin kepada putranya yang masih sangat belia. Yang penting laki-laki. Tetapi hari ini kalau Jepara tadi disampaikan oleh Ibu Nyai Hindun punya akar sejarah yang kuat tentang kepemimpinan perempuan. Hari ini Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri juga menjadi penanda penting dari transformasi kepemimpinan Ulama Perempuan di pesantren. Yang 40 tahunan yang lalu kepemimpinan itu tunggal hanya pada ulama yang laki-laki. Tapi hari ini telah bermetamorfosa menjadi tiga macam kepemimpinan. Ada yang ulama perempuan laki-laki dan itu memang yang terbanyak yang terbanyak sampai hari ini. Ada yang dipimpin oleh Ulama Perempuan seperti Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri yang dipimpin oleh Ibu Nyai Hj. Aizzah Amin Sholeh santrinya laki-laki dan perempuan. Ada pesantren yang dipimpin dengan kolaborasi yang baik secara mubadalah seperti Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri Tahfid Joglo yang dipimpin oleh Ibu Nyai Hindun Anisah dan Gus Nung (Kyai Nuruddin Amin).
Apa yang kita capai hari ini bapak dan ibu sekalian bukanlah sesuatu yang simsalabim. Tapi kerja keras berpuluh tahun yang telah sama-sama dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan. Awal tahun 90-an pesantren-pesantren mulai mengenal yang namanya Fiqhunnisa, ada tokohnya hadir di sini Ibu Lies Marcoes. Perguruan tinggi mulai memasukkan keadilan dan kesetaraan gender dalam studi-studi Islam dan dalam kurikulum kurikulumnya melalui PSW-PSWnya. Kemudian ormas-ormas keagamaan seperti Fatayat, Muslimat, Nasyiatul Aisyiyah mempunyai program-program untuk penguatan kesehatan reproduksi yang tentu saja itu bukan hanya program. Tapi juga disertai dengan perspektif dan hadir tokoh ormas perempuan yang sangat concern pada soal reproduksi menjadi program penting kepemimpinannya. Pada saat itu ada ibu Maria Ulfah, Ibu Ida Fauziah. Jadi alhamdulillah forum ini dihadiri oleh para tokoh sejarah yang menjadi bagian dari proses transformasi keulamaan perempuan hingga hari ini.
Lalu begitu kita sudah berganti abad awal tahun 2000-an Fahmina punya DKUP Dawrah Kader Ulama Pesantren tadinya. Tapi kemudian menjadi Dawrah Kader Ulama Perempuan biar lebih spesifik. Kemudian Rahima punya PUP Pengkaderan Ulama Perempuan yang dilakukan secara sangat intensif dengan program yang luar biasa. Dan kami ingin sebut bahwa Rahima adalah lembaga paling awal memiliki inisiatif untuk menyelenggarakan KUPI. Tadinya inisiatifnya sederhana, tidak dalam bentuk kongres kayak begini. Ada Ibu Eridani hadir, tadi saya lihat beliau ketua SOC di KUPI ke-1
Ibu-ibu dan para hadirin hadirat sekalian. Pada waktu itu tahun 2015 ada keinginan Rahima mengumpulkan ulama-ulama perempuan yang sudah dikader dalam PUPnya yang tadi Hasyim Asy'ari Bangsri juga menjadi bagian ya. Kemudian ada workshop yang mengundang kami-kami. Kata saya ini kesalahan tapi yang bagus. Karena mengundang kami-kami dari kalimat dari Alimat, Fahmina. Maka kami berpikir ini perlu tidak hanya untuk reuni ulama perempuan PUPnya Rahima. Tapi ini perlu untuk membuat membangun konsolidasi Ulama Perempuan secara umum dan merekognisi ulama perempuan pada berbagai level. Jadilah Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada tahun 2017. Pada tahun 2017 itu bapak dan ibu sekalian meskipun kata Ulama Perempuan sudah ada di buku terbitan PPIM tahun 2000, tetapi dia belum menjadi wacana yang Umum belum ketahuan definisinya itu apa? Karena itu di KUPI ke-1 Cirebon, kami concern untuk mendefinisikan Ulama Perempuan itu apa pengertian secara ideologis yang bukan hanya Ulama berjenis kelamin perempuan. Kalau yang ulama yang berjenis kelamin perempuan adalah perempuan ulama tapi kalau ulama perempuan adalah setiap ulama yang memiliki perspektif dan kepemihakan terhadap perempuan. Karena itu he or she ada dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia. Ada kyai Husein, Kyai Faqih, Kyai Hilmi, Kyai Marzuki, Kyai Nakhai dan lain-lain.
Ibu dan bapak sekalian yang dirahmati Allah subhanahu wa ta'ala. Di KUPI ke-1 ada yang membuat kami, itu masih berani tuh bikin Kongres Ulama Perempuan? begitu. Kongres Muslimah saja saya bilang Kongres Muslimah Indonesia sudah jadi miliknya MUI. Ya kita melakukan sesuatu karena pengennya memang ketemu Ulama Perempuan. Maka kita menyebut Kongres Ulama Perempuan Indonesia dengan tema meneguhkan eksistensi. Karena eksistensinya saja masih belum jelas pada saat itu. Eksistensi dan kemudian merumuskan peran yang itu ada dalam ikrar Kebon Jambu. Kemudian eksistensi peran pemikirannya tertuang dalam hasil-hasil musyawarah berikut rekomendasinya. Dan juga rekomendasi-rekomendasi umum tentang berbagai macam persoalan kebangsaan, kemanusiaan, kesemestaan dan tentang kaderisasi Ulama Perempuan dan lain-lain.
Setelah KUPI ke-1. Jadi bapak dan ibu sekalian ada yang ingin KUPI biar jadi organisasi dong. Memang ada yang bingung ibu, KUPI ini bukan ormas bukan organisasi struktural. Terus gimana kalau kami mau ke pengurusan KUPI di Depkumham? KUPI gerakan, KUPI ruang perjumpaan, KUPI ruang bersama. Tapi diselenggarakan dan disangga oleh semua elemen yang berkepentingan dan yang satu visi. Dan yang siap mendedikasikan diri untuk visi besar KUPI, yang menjadi cita-cita bersama. Karena itu di Kongres pertama penyelenggaranya Alimat, Fahmina, dan Rahima. Di kongres ke-2 ditambah lagi Aman Indonesia dan Gusdurian. Nanti di kongres ke-3 bisa jadi ini lebih banyak lagi. Insya Allah akan lebih banyak lagi penyelenggara KUPI ke-3 nanti. Ini kami jaga karena apa? Karena kami tidak ingin terjebak pada strukturalism. Kongres pada umumnya yang dipahami oleh masyarakat secara umum adalah memilih kepengurusan. Diikuti tidak diikuti kongres ini adalah ruang perjumpaan para Ulama Perempuan dengan sesama Ulama Perempuan. Juga para ulama perempuan dengan para aktivis perempuan, para korban, para pengambil kebijakan dan para elemen lain dalam masyarakat sipil atau sipil society. Bertemu mempertemukan pemikiran dan prakteknya di lapangan. Mempertemukan sudut pandang keislaman dengan sudut pandang kebangsaan, sudut pandang kesemestaan. Mempertemukan teori dan praktek. Mempertemukan cara berpikir pesantren dan cara berpikir kampus. Dan ini semuanya diramu kemudian menjadi satu hasil yang kita akan kerjakan bersama-sama nantinya di ruang hikmah kita masing-masing. Karena itulah bapak dan ibu sekalian hasil KUPI ke-1 yaitu kekerasan seksual perkawinan anak dan perusakan lingkungan. Semuanya disangga bersama-sama oleh seluruh elemen yang bekerja untuk dan bersama dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia.
Jadi hari ini semua peserta yang terdaftar di KUPI, alhamdulillah kalau ketemu sekarang kita bisa berhappy-happy, berselfie selfie. Tapi nanti pulang akan membawa tugas dan tanggung jawab sebagai konsekuensi dari kehadiran di KUPI. Tapi kami sangat yakin dan percaya karena semua yang hadir disini adalah disatukan oleh semangat luhur dan cita-cita besar bersama. Maka kita yakin dan percaya semua nanti akan pulang dengan semangat dengan inisiatif dengan ketulusikhlasan dengan dedikasi yang tinggi. Untuk mewujudkan apa yang nanti akan kita musyawarah keagamaan-kan akan mewujudkan rekomendasi-rekomendasi yang kita hasilkan. Juga menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tentang strategi gerakan ke depan.
Kongres Ulama Perempuan Indonesia ini adalah kongres pemikiran dan gerakan bapak dan ibu sekalian. Bukan kongres untuk memilih kepengurusan. Kami yang ada di Majelis Musyawarah ini adalah perwakilan dari para penyelenggara KUPI. Dan kedepan kami sudah berpikir, kami akan ada majelis musyawarah seperti yang ada selama ini. Tapi juga sudah perlu ada orang-orang yang lebih banyak lagi untuk bekerja. Karena selama 5 tahun ini kami ingin sampaikan. Rekognisi terhadap ulama perempuan itu berlangsung dengan sungguh luar biasa. Seringkali kami mendapatkan undangan untuk diminta pandangan dari ulama perempuan. Sekaligus ada permintaan dari perguruan tinggi. Bersamaan dengan itu ada permintaan dari KPPA. Bersamaan dengan itu dari BAPPENAS dan dari institusi lainnya. Kami kadang-kadang bingung berbagi ini, siapa yang akan mengisi. Itulah rekognisi yang substantif dari stakeholders negara ini terhadap ulama perempuan. Rekognisi substantif yang sangat mengharukan. Dan sekaligus merupakan pencapaian. Ketika undang-undang RUU TPKS, dibahas kita tahu penolakan yang mengatasnamakan Islam sedemikian keras. KUPIlah saya bilang, KUPIlah satu-satunya kalau ormas Islam yang memberikan dukungan banyak. Tapi kami sampaikan KUPIlah satu-satunya dari bukan organisasi ya. Dari Suara ulama Islam yang telaten berdialog. Diajak dialog semua fraksi tengah malam, sore, pagi. Diajak berdialog dengan pemerintah kami semua selalu hadir. Dan alhamdulillah apa yang kami sampaikan didengar dan kemudian mempengaruhi kebijakan. Jadi rekognisinya juga memang butuh kerja keras. Rekognisi juga datang dari dunia internasional. Dari Inggris, Afghanistan, Pakistan negara-negara Eropa, turki, negara-negara Asia tenggara. Dan hari ini kehadiran 31 negara sahabat di KUPI adalah bukti nyata dari rekognisi internasional tersebut.
Ibu, bapak dan saudara-saudara sekalian yang saya muliakan. Kerja rekognisi kami pandang sudah lumayan berhasil. Karena itu kedepan bersama dengan semua yang hadir di sini. Kami dan kita semua KUPI sebagai bagian dari KUPI harus bekerja dengan lebih serius lagi untuk melakukan kaderisasi, edukasi dan diseminasi. Edukasi tidak hanya pada tingkat tingkat yang elit, orang-orang yang sudah terpelajar. Tapi juga edukasi pada masyarakat umum. Itulah sebabnya di KUPI ke-2 ini kami menggandeng dengan lebih erat lagi majelis-majelis taklim dan ormas-ormas Islam. Karena merekalah yang biasa menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada masyarakat umum. Ada ketua Umum HMT yang hadir di sini Ibu Nuryati Murtado dan banyak pasukannya. Dan ketua pembina HMTnya juga hadir Ibu Ida Fauziah. Insya Allah majelis taklim juga akan menjadi kekuatan penting dari edukasi dan diseminasi KUPI ke depan. Kaderisasi Ulama Perempuan yang signifikan saya juga perlu sebutkan, Karena aktor utamanya ada di sini. Terima kasih Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Yang langsung setelah KUPI ke-1. Tiga bulan kemudian menurunkan SK. Sehingga ada Ma'had Ali Kebon Jambu yang berkonsentrasi pada fiqhunnisa. Dan sekarang sudah dua kali wisuda sarjananya. Pengkaderan-pengkaderan lain terus berjalan. Tapi mudah-mudahan, kita nanti punya format-format baru yang mungkin juga lebih kreatif dan keren. Apalagi kita sangat bersyukur dengan kehadiran para KUPI muda dengan inisiatifnya yang luar biasa, dengan volunterismenya yang luar biasa. Mereka inilah masa depan KUPI dan kita juga perlu memerlukan mereka untuk bisa mendiseminasikan KUPI di kalangan kaum muda, di-kalangan masyarakat umum. Terutama melalui media sosial yang memang kalangan milenial dan gen z sangat familiar dengan media sosial tersebut. Agenda kaderisasi rekognisi yang diperkuat dengan kaderisasi kemudian juga dengan diseminasi ini tentu saja menjadi sangat penting kita lakukan.
Bapak dan ibu sekalian. Sebagai gerakan ulama dimana motornya adalah para ulama. Tentu gerakan KUPI harus punya jati diri dan punya khidmah keulamaan. Karena itulah KUPI mendefinisikan diri sebagai gerakan intelektual. Karena ulama itu, nomor satu harus berilmu. Dan karena KUPI ini mengakar adanya utamanya para Ibu Nyai pesantren, para akademisi, pimpinan majelis taklim ini adanya di akar rumput bagian dari civil society. Maka kami juga mendefinisikan KUPI sebagai gerakan kultural. Yang juga bekerjasama dengan struktural dalam rangka melahirkan transformasi sosial. Berdasarkan volunterism keswadayaan, maka kami cair. Maka kami menyebut KUPI sebagai gerakan sosial. Dan karena ulama-ulama itu tidak cukup hanya ilmu. Tapi juga ada riyadloh, ada hikmah. Maka kegiatan kongres ini tadi mungkin banyak yang belum hadir ya. Ada khataman Al-Qur'annya, ada tawasulnya. Kalau kami melakukan advokasi, advokasi seperti yang teman-teman aktivis perempuan lakukan kami juga lakukan. Cuma mungkin kalau ulama perempuan ya tidak demo dengan begini-begini gitu ya. Tapi boleh boleh, boleh dan selama ini juga banyak ulama perempuan yang turun seperti itu begitu. Tapi kami melakukan banyak hal banyak hal juga. Karena perubahan semesta ini juga tidak bisa kok berjalan hanya dari kehendak manusia. Tapi juga dari kehendak yang Maha Kuasa. Karena itulah ketika kami merasa agak titik lelah dan mentok RUU TPKS sudah ke sini, balik lagi sebentar lagi. Yuk kita bareng-bareng minta pertolongan pada Allah. Yuk kita bikin khataman. Ayo kita bikin istighasah kubro. Alhamdulillah semua elemen ikut bersama-sama dengan ikhtiar ini. Inilah kekhasan KUPI, kekhasan KUPI yang terus perlu dikolaborasikan dengan semua elemen kekuatan sipil society lainnya yang ada di Indonesia.
Karena itu bapak dan ibu sekalian hadirin-hadirat yang kami muliakan. Melalui kongres kali ini kita akan mempertegas perwujudan dari 4 visi yang terintegrasi satu sama lain. 4 visi adalah keislaman, kebangsaan, kemanusiaan dan kesemestaan, 4 visi ini terintegrasi. Karena itu tadi pagi kita ada acara Halaqah Kebangsaan dan ada Halaqah yang isinya kemanusiaan tentang undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga. Nah isu kebangsaan ini dalam perspektif KUPI dilihat dalam perspektif kemanusiaan. Sesuai dengan cara pandang KUPI ya. Saya tidak punya waktu untuk menjelaskannya di sini. Sekaligus juga dengan cara pandang keislaman KUPI yang wasathiyah. Bukan yang ekstrim. Dan sekaligus sesuai dengan cara pandang KUPI terhadap semesta. Di mana manusia dan alam sama-sama sebagai subjek. Sehingga tidak ada manusia mendominasi alam. Dia adalah sama-sama makhluk Allah yang harus saling beriringan bersama saling menghidupi. Dan karena itu pula dalam musyawarah keagamaan kita visi-visi itu kita wujudkan dalam tema-tema musyawarah keagamaan. Dimana setiap tema ini ada tekanan tertentu pada satu visi. Tapi semua visi akan terintegrasi dan dipastikan dan dijamin harus ada di sana. Saya mohon semua nanti yang mengawal musyawarah keagamaan memastikan 4 visi ini terintegrasi dan ada kelihatan nyata di dalam setiap rumusan, setiap musyawarah, tema musyawarah keagamaan hasil dan rekomendasi musyawarah keagamaan.
Bapak dan Ibu sekalian ini mungkin kalau yang hadir dipembukaan saja tidak mengikuti proses musyawarah keagamaan. Saya ingin sampaikan siapa tahu terutama seperti Pak Halim, Ibu Ida Fauziah begitu nanti. Oh kita akan menjadi bagian untuk mengambil tema ini kira-kira mungkin seperti itu. Peminggiran perempuan dalam menjaga nkri dari bahaya kekerasan atas nama agama. Ini ada wakilnya Pak Dudung ini sangat kuat perspektif ulama perempuan di sini, perspektif kebangsaan yang kemudian menyatu dengan keislaman kemanusiaan dan juga kesemestaan.
Kemudian yang ke-2 ini visi kesemestaan kami punya tema pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan. Ada kesemestaan, ada kemanusiaan di sini dan pastinya kebangsaan selalu ada. Karena Undang-Undang Dasar 45 menjadi salah satu dari dalil yang digunakan oleh KUPI dalam musyawarah keagamaannya. Dan pengalaman perempuan menjadi pertimbangan yang penting sehingga apapun yang dihasilkan KUPI harus menghasilkan kemaslahatan dan keadilan hakiki. Harus menunjukkan mencerminkan dan mengimplementasikan relasi yang mubadalah, yang kesalingan bahagia dan membahagiakan. Dan semuanya harus dijamin baik substansi maupun caranya adalah cara yang ma'ruf. Itu juga nanti yang mesti muncul di dalam setiap tema. Bahkan termasuk tema pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan.
Nah itu mungkin bedanya kalau yang membahas bukan KUPI mungkin nggak ada judul keselamatan perempuan. Tapi karena yang membahas KUPI maka ada penekanan itu secara khusus. Dan ini kami pilih. Karena kami merasa kita punya orang-orang yang insya Allah juga akan sanggup untuk merealisasikan hasil-hasil dari musyawarah keagamaan ini.
Tema yang di KUPI ke-1 relatif kurang dibanding dengan dua tema yang yang lainnya dan karena soal sampah ini persoalan kita semua. Apalagi yang hadir di sini banyak ibu nyai semua pesantren pasti mengalami persoalan sampah. Sehingga ini adalah rekomendasi tema yang akan kita bahas. Akan kita hasilkan musyawarah keagamaannya. Hasil musyawarah keagamaannya sekaligus rekomendasinya untuk nanti kita kerjakan masing-masing. Baik secara mandiri maupun bersama-sama dan berjejaring di lingkungan kita masing-masing.
Tema yang ke-3 perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan. Ini kemanusiaan. Karena ada yang bertanya kok maksa perkawinan nggak boleh? Kan Ada itu wali mujbir. Ayo belajar bareng-bareng bersama dengan para ulama perempuan KUPI............................................. bukan sekedar berhenti pada hukum-hukum fikih. Tetapi fikih yang transformatif. Fatwa hasil musyawarah keadaan yang transformatif yang bisa menjadi rujukan dan bisa juga untuk dikerjakan bersama-sama untuk membangun perubahan sosial. Pada tingkat akar rumput, tingkat masyarakat yang paling bawah sekalipun.
Dan disitulah sebetulnya hikmah ulama perempuan yang utama. Karena itulah kami memaknai. Ini sedikit ya. Sebelum tema ke 4 dan 5. Kami memaknai tamu-tamu internasional kami banyak yang hadir. KUPI memaknai bahwa KUPI punya tema membangun peradaban yang berkeadilan. Itu bukan tema muluk-muluk. Tapi tema yang kita semua bisa mengerjakan di ruang hikmah kita masing-masing, di pesantren di perguruan tinggi, di ormas, di keluarga, di lembaga pendidikan, di LSM, dan di berbagai tempat termasuk juga di media. Termasuk juga di lembaga-lembaga pemerintah dan negara. Bagi yang sedang mendapatkan amanah untuk duduk di pemerintahan dan lembaga-lembaga negara. Nah amanat amanat ini bisa kita jalankan di ruang hikmah kita masing-masing. Dan kontribusi kita, kontribusi Ibu Nyai untuk mewujudkan pesantrennya. Pesantren hijau, pesantren ramah lingkungan. Itu adalah kontribusi nyata bagi peradaban. Karena apa yang kita lakukan di tingkat lokal. Global adalah kumpulan dari apa-apa yang ada di tingkat lokal.
Apa yang terjadi di Nigeria, di Burundi, Kenya, Afrika Selatan, Malaysia, Thailand, Sri Lanka, India. Itu ketika berada di wilayahnya adalah konteks lokal. Tapi dalam sudut pandang Indonesia dan sudut pandang negara lain itu adalah internasional dan global. Karena itulah merawat bumi. Mencoba menyelamatkan bumi yang sedemikian rapuh. Mencoba memberhentikan atau mencoba mewujudkan perdamaian dunia dari konflik dan krisis kemanusiaan. Itu bisa kita mulai dan kita lakukan dari ruang kita masing-masing. Karena global itu adalah kumpulan dari lokal. Selama kita menyadari kita bagian dari warga dunia, kita bagian dari masyarakat global. Dan inilah kesadaran globalisme KUPI. Globalisme KUPI adalah kita, bagian dari warga dunia. Dan apa yang kita lakukan menjadi bagian dari dunia. Kita harus menjadi solusi dari persoalan dunia dari apa-apa hikmah kita, yang bisa kita lakukan meskipun sekecil apapun.
Ibu dan bapak sekalian dirahmati Allah. Tema yang ke-4 ini kemanusiaan dan perempuan sekali juga perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan. Dan yang ke-5 perlindungan perempuan dari bahaya pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan tanpa alasan medis. Nah insya Allah apa yang kita hasilkan. Saya ingin sampaikan bapak dan ibu sekalian ini bagian dari komitmen KUPI untuk melakukan transformasi sosial. Kita ingin melakukan perubahan tapi dengan menghindari sebanyak mungkin kontroversi dan kegaduhan. Ibaratnya kita ingin mengambil ikan tapi tidak membuat keruh kolamnya. Karena itu jangan berpikir hasil musyawarah keagamaan KUPI adalah hukum-hukum fikih a, b, c, d. Begini begini-begini. Tapi adalah hasil musyawarah keagamaan KUPI hukum-hukum yang punya dasar secara syariat dan sekaligus bisa menjadi rujukan yang kuat bagi siapapun. Untuk melakukan transformasi sosial dalam rangka mewujudkan visi keislaman yang terintegrasi dengan kemanusiaan, kebangsaan dan kesemestaan.
Mudah-mudahan tiga hari kita berkongres di sini. Kita akan bisa mewujudkan satu rumusan bersama. Yang nantinya akan bisa kita tindak lanjuti dalam gerakan kita di ruang hikmah kita masing-masing. Baik secara mandiri maupun berjejaring. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan rahmat dan pertolongannya kepada kita sekalian. Dan semoga ikhtiar yang kita lakukan diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Membesarnya KUPI, antusiasme KUPI. Saya memaknai itu sebagai ridlo dari Allah subhanahu wa ta'ala. Karena kita berniat, kita berjuang dengan apa yang kita hasilkan untuk mewujudkan maqashid as-syari’ah. Dan untuk mewujudkan misi risalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Kami meyakini itu dengan sepenuh hati. Karena itu semua yang hadir di KUPI. Semoga juga dan saya yakin kita meyakini itu semuanya dengan sepenuh hati dan segenap dedikasi.
Bapak dan ibu sekalian yang dirahmati Allah subhanahu wa ta'ala. Inilah poin-poin yang ingin kami sampaikan dalam pidato gerakan KUPI ini. Dan semua yang hadir menjadi bagian dari KUPI sesuai dengan kemampuan, kapasitas, profesi dan ruang hikmahnya masing-masing. Dan kita akan bekerja masing-masing setelah kita berkongres di sini. Insya Allah nanti kita ketemu 5 tahun lagi dalam kongres pemikiran dan pergerakan dalam rangka konsolidasi dan penguatan keulamaan perempuan untuk kemaslahatan manusia, kemaslahatan bangsa, kemaslahatan dunia dan kemaslahatan semesta.
Mohon maaf jika ada hal yang kurang. Akhirul kalam Wallahuhul muwafiq ila aqwami thoriq Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.