Halaqah Paralel tentang Perlindungan Hak-Hak Difabel dan Lansia oleh Negara dan Masyarakat
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang pada awalnya merupakan kegiatan sebuah kongres, dalam perjalannya menjadi gerakan yang menghimpun individu dan lembaga yang meyakini bahwa nilai-nilai keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan dengan pendekatan keadilan hakiki berdasarkan nash-nash atau teks-teks keagamaan Islam yang rahmatan lil alamin. Dalam perjalanan 5 (lima) tahun sejak tahun 2017, KUPI merupakan ruang perjumpaan antar Ulama Perempuan Indonesia dari beragam latar belakang pendidikan dan organisasi yang bersifat non partisan, inklusif, partisipatoris, lintas organisasi, lintas generasi, lintas latar belakang sosial dan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai gerakan yang mengusung nilai yang inklusif, KUPI memandang penting dalam membahas perlindungan hak difabel dan lansia oleh negara maupun masyarakat yang sampai saat ini hak-hak mereka masih terpinggirkan, baik dalam keterlibatannya di ruang-ruang pengambilan keputusan maupun fasilitas umum yang masih tidak ramah terhadap kelompok difabel dan lansia.
Kegiatan pararel ini dihadiri oleh peserta KUPI 2 dengan berbagai latar belakang, yakni aktivis, akademisi, organisasi masyarakat, dan lain-lain. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Nurul Saadah Andriani yang menyampaikan tinjauan kritis terhadap UUD perkawinan terkait kebolehan poligami atau pengajuan perceraian bagi suami yang memiliki istri disabilitas. Kemudian yang kedua Zakia yang menyampaikan materi kebutuhan dan akomodasi yang layak difabel kekerasan disabilitas dan anak. Ketigan Bahrul Fuad yang menyampaikan materi tentang perlindungan hukum dan perlindungan anak perempuan disabilitas dalam perkawinan. Keempat Anirotul Munawaroh M.SI yang menyampaikan pandangan Islam terhadap poligami, atau pengajuan perceraian bagi suami yang memiliki istri disabilitas. Moderator dalam kegiatan ini adalah M Ghufran Kordi K.
Nurul Saadah menyampaikan materinya, Nurul merupakan aktivis di Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (Sapda) Yogyakarta. Nurul mengawali materi tentang definisi difabel, kemudian membahas stigma yang dialami perempuan difabel di keluarganya. Menurut Nurul, perempuan difabel kerap distigma akan melahirkan anak difabel juga, tidak bisa diandalkan dalam urusan rumah tangga baik domestik maupun dalam memberikan pelayanan kepada keluarga, dan tidak bisa berkontribusi dalam keuangan. Nurul kemudian melanjutkan bahwa stigma yang dialami perempuan disabilitas juga termasuk dalam regulasi, dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 4, hakim mengizinkan suami melakukan poligami jika istri terdapat cacat yang tidak bisa disembuhkan. Nurul juga pernah mendampingi perempuan disabilitas yang ditelantarkan oleh suaminya karena dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami.
Narasumber kedua, Zakia merupakan aktivis dari Yayasan pergerakan difabel Indonesia yang berbasis di Makassar. Zakia mengawali pembicaraan dengan menceritakan pengalaman proses pendampingan kepada korban kekerasan seksual yang dialami disabilitas perempuan. Proses pendampingan dilakukan cukup lama karena keterbatasan fasilitas penegak hukum untuk kelompok disabilitas dan dari disabilitasnya itu sendiri yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi. Zakia juga menyampaikan pengalamannya dalam mengadvokasi kasus kekerasan seksual yang dialami disabilitas perempuan dengan berbagai hambatannya. Selain mengadvokasi, Zakia melakukan pendampingan psikologi, dan pendidikan pemberdayaan perempuan disabilitas.
Kemudian Bahrul Fuad menyampaikan konstruksi sosial yang dialami oleh disabilitas dan lansia. Fuad menyampaikan bahwa konstruksi sosial mempengaruhi kebijakan yang ada dan berdampak kepada kelompok disabilitas dan lansia yang terpinggirkan. Selain itu, tafsir-tafsir teks agama yang bias terhadap kelompok disabilitas juga turut mempengaruhi terjadinya diskriminasi, salah satunya ayat poligami yang diturunkan menjadi regulasi boleh poligami apabila memiliki pasangan disabilitas. Bahrul Fuad juga menyampaikan temuan-temuan Komnas Perempuan terkait kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan disabilitas. [] (ZA)
Selengkapnya untuk mendapatkan informasi tentang dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Halaqah Paralel tentang Perlindungan Hak-Hak Difabel dan Lansia oleh Negara dan Masyarakat.