Halaqah Paralel tentang Pemeliharaan Alam dan Peran Perempuan Lintas Agama: Perspective Ecofeminisme dalam Agama-agama

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Dalam konteks sosial, banyak pemahaman yang memaknai bumi sebagai ibu yang memberikan sumber air, makanan, dan sumber kehidupan lainnya. Namun sumber ini dieksploitasi habis-habisan oleh sistem kapitalisme, budaya patriarki dan pemikiran feudal. Karena itulah pandangan ekofeminisme muncul dimana pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam mengelola sumber-sumber kehidupan sangat penting untuk dimunculkan, terlebih diajarkan kepada anak dan cucu yang akan mewarisi alam di masa depan.

Berkaca pada realitas ini, diperlukan gerakan sosial yang mengakar dan berkesinambungan untuk mengubah sistem nilai yang lebih adil dan beradab terhadap perempuan dan anak. Tanggung jawab untuk membuat perubahan ini tidak hanya pada perempuan namun pada semua orang termasuk laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa, dimulai dari dalam keluarga, komunitas, masyarakat dan negara.

Niscaya keberlanjutan alam dapat dicapai jika semua melakukan perubahan dan pembaruan. Belajar dari para wirausaha sosial di seluruh dunia yang telah didukung selama lebih dari 40 tahun, ASHOKA menyadari bahwa dibutuhkan setiap orang untuk membuat perubahan sosial agar kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan bagi semua dapat diwujudkan. Gerakan “Everyone a Changemaker – (EACH)” demikian ASHOKA menamakannya, yaitu gerakan untuk membuat setiap orang melakukan perubahan sosial demi keadilan.

Gerakan ini menempatkan anak-anak dan orang muda sebagai sentral, dimana semua orang akan terlibat menciptakan lingkungan sosial agar dapat menumbuhkan potensi mereka secara maksimal. Dalam hal ini keluarga dan sistem pengasuhan menjadi bagian yang sangat penting dalam ekosistem yang harus dikembangkan.

Sebagaimana layaknya sebuah pepatah yang mengatakan “dibutuhkan dukungan seluruh kampung untuk membesarkan seorang anak”, maka tidak seharusnya tanggung jawab pengasuhan hanya dibebankan kepada perempuan. Pemahaman bahwa seorang ibu adalah “sekolah pertama” bagi anaknya, merupakan tuntunan kepada kita akan kekuatan, kekuasaan dan kepemimpinan seorang Ibu dalam membangun sistem nilai dan ekosistem tumbuh kembang anak melalui pola pengasuhan.

Sebagai pemimpin, seorang ibu memiliki kuasa penuh untuk mengambil keputusan dan menentukan pembagian peran-peran keluarga agar tercipta lingkungan yang memungkinkan anak dan remaja tumbuh kembang menjadi “changemaker (pembaharu)”. Keluarga sebagai sebuah ekosistem pengasuhan mensyaratkan keterlibatan dan kerjasama semua anggota keluarga termasuk ayah, ibu, anak-anak, dan semua orang yang hidup bersama secara aktif dan kompak.

ASHOKA mengajak organisasi perempuan dan anak muda di Indonesia ikut mengembangkan ekosistem pengasuhan dalam pemberdayaan keluarga pembuat perubahan (changemaking family) sebagai bagian dari strategi mengembangkan gerakan “Everyone A Changemaker” melalui Gerakan Pembaharu (GAHARU) Keluarga. Gerakan ini bertujuan membangun ekosistem keluarga dimana anak-anak dapat tumbuh kembang menjadi pembaharu, dan keluarga menjadi agen perubahan bagi sekitarnya termasuk dalam menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan egaliter.

Gaharu Keluarga resmi dicanangkan sebagai gerakan bersama melalui lokakarya di Subang pada tanggal 26–30 Juni 2022. Pada lokakarya ini, 14 organisasi dan komunitas perempuan dan anak muda (Ashoka, Aisyiyah, Fatayat NU, RAHIMA, PEKKA, Ibu Profesional, TANOKER, PESADA, SEJIWA, IBEKA, KBR, Komunalian, Main Bareng Project, Tuntungan Board Game).

Untuk perluasan dukungan gerakan ini, Yayasan Ashoka mengorganisir sesi interaktif bertema “Keluarga Pembaharu dan Peran Perempuan dalam Perlindungan Alam” pada sesi paralel Kongres Ulama Perempuan Indonesia II di Jepara pada tanggal 25 November 2022. Topik ini sejalan dengan tema Keluarga dan tema Perlindungan Alam yang diusung dalam berbagai pembahasan di KUPI II.

ASHOKA adalah Lembaga global yang sudah lebih dari 40 tahun mendukung social entrepreneur di seluruh dunia dengan memberikan fellowship.

Dari 4000 fellow, ada 200 fellow dari Indonesia yang disiapkan sebagai change makers. Dalam 20 tahun terakhir ini ASHOKA mempelajari bahwa seorang social entrepreneur umumnya harus dimulai dari masa kecil. Karenanya, sasaran changemaker lebih ke anak-anak muda. ASHOKA mencanangkan Gerakan Everyone Change Makers, dimana setiap orang bisa menjadi agen perubahan. Semangat yang sangat sejalan dengan nilai KUPI. KUPI selalu berusaha mengisi berbagai kekosongan untuk suatu proses yang lebih inklusif.

Ada 4 pilar dari change making yang diyakini ASHOKA harus dimiliki setiap orang. 1) Empati. Empati harus ditumbuhkan menjadi karakter dan menjadi nilai dari setiap anak untuk tumbuh kembang hingga dewasa. 2) Kemampuan berkolaborasi. Kolaborasi lintas agama, lintas kepercayaan, lintas negara, perlu dilakukan. 3) Leadership. Kepemimpinan masa depan, modern, bersifat kolektif, bukan structural meniscayakan kepemimpinan yang bekerja sama. Kepemimpinan yang bukan orientasi kekuasaan, melainkan untuk perubahan. 4) Praktik change making.

Selain itu, ada 2 ekosistem yang ingin ditekuni gerakan changemaker. Pertama, ekosistem keluarga. Tidak peduli siapapun yang jadi pemimpin keluarga dan dengan model seperti apa suatu keluarga, ekosistem keluarga harus membuat anak-anak menjadikan tumbuh kembang anak-anak dan remaja dengan baik. Kedua, ekosistem pendidikan. Sekolah, pesantren, atau apapun yang berbau pendidikan secara struktur dengan kurikulum.

Ustaz Khotibul Umam dari Pesantren Annuqoyyah Madura menekankan pentingnya perempuan memiliki peran yang nyata dalam menjaga lingkungan, sebagaimana yang gerakan ekofeminis lakukan. Ketergantungan manusia terutama perempuan (juga anak) terhadap air, sangat ditentukan seberapa jauh kepeduliannya terhadap lingkungan. Pesan keislaman untuk menjadikan umatnya sebagai khoirunnas anfauhum linnas (sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk manusia lainnya) adalah titik dorong untuk perempuan (bahkan siapapun) berbuat sesuatu. Setiap orang atau kelompok, harus menjadi pembaharu/change maker.

Ustaz Umam membagikan pengalaman di pesantrennya yang sedang terus menerapkan gerakan lingkungan melalui program; pemulung sampah gaul. Gerakan yang dilakukan murid-muridnya yang berfokus  pada penanganan sampah plastik, sampah organik, dan tim pangan lokal. Selain membekali murid-murid dengan pengetahuan dan membangun cara pandang masyarakat tentang lingkungan hidup, juga dibangun pengetahuan bagaimana bisa mengurangi produksi sampah untuk kemudian memanfaatkannya (kembali) dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai.

Untuk mendukung program peduli lingkungan, pesantren dan sekolah memberlakukan peraturan seperti tidak boleh menggunakan air minum sekali pakai, membawa piring sendiri ke kantin, siswa wajib mempunyai tas, agar sampah bisa diminimalisir. Dan untuk menegakkan peraturan yang ada, pesantren membentuk polisi lingkungan yang bertugas mengingatkan bila ada yang melanggar.

Lalu ada program pendampingan dimana edukasi yang diberikan adalah keharusan belajar tentang lingkungan, mengerti tentang permasalahan lingkungan apa yang terjadi di sekolah atau komunitasnya, serta mencari solusinya dan merancang rencana aksi-aksi strategis ke depan. Untuk kepentingan rencana aksi, pesantren dan sekolah berjejaring dengan mitra, sehingga program yang dikerjakan di sekolah dapat berkolaborasi dengan pihak lain diharapkan bisa berdampak semakin luas. [] (ZA)

Selengkapnya untuk mendapatkan informasi tentang dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Halaqah Paralel tentang Pemeliharaan Alam dan Peran Perempuan Lintas Agama: Perspective Ecofeminisme dalam Agama-agama.