Halaqah Paralel tentang Menguatkan Otoritas Musyawarah Keagamaan KUPI di Mata Negara dan Masyarakat

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Fatwa adalah pandangan hukum Islam yang dikeluarkan individu atau lembaga yang dianggap memiliki otoritas mengenai persoalan tertentu. Fatwa hadir biasanya diawali dari pertanyaan atas apa yang dialami seseorang. Jika yang mengajukan pertanyaan perempuan, berarti fatwa dikeluarkan didasarkan pada pengalaman mereka. Pertanyaannya; sejauh mana seseorang atau lembaga memahami pengalaman perempuan, sehingga jawaban yang dikeluarkan benar-benar relevan.

Dalam metode fiqh dan ushul fiqh, kita mengenal metode istiqra’, penelitian berbasis pengalaman. Bagi KUPI, berfatwa adalah bagian beragama yang menjadi hak penuh  laki-laki dan perempuan secara setara. Perempuan sebagai manusia adalah sama dengan laki-laki ; memiliki akal budi, tubuh dan jiwa, pengetahuan dan pengalaman, yang layak dan otoritatif bagi kerja-kerja fatwa. Berfatwa adalah bagian dari beragama. Beragama adalah sesuatu yang khas dari  manusia. Beragama itu merujuk dari sesuatu yang transenden dan metafisik, walau di sisi lain bagaimana bisa menjawab hal-hal profan dalam realitas kehidupan, sebagaimana kita ber Islam dalam kehidupan kita sehari-hari.  

Fakta-fakta sosial yang masih mendiskriminasikan perempuan dan kelompok rentan diskriminasi lainnya seperti disabilitas, anak-anak, lansia,  KUPI memandang penting mengeluarkan fatwa dengan pendekatan  ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadilan, kebangsaan, kemanusiaan dan kesemestaan serta perspektif  ma’ruf, mubadalah, keadilan hakiki dalam berfatwa.

Hasil fatwa KUPI I tahun 2017 terkait  larangan kekerasan seksual, larangan perkawinan anak telah menjadi pertimbangan, rujukan penyelenggara negara dan masyarakat dalam menyikapi persoalan terkait kasus-kasus kekerasan seksual dan perkawinan anak menjadi catatan keberhasilan KUPI. Dari pengalaman inilah, KUPI II memandang penting membincang strategi  memperkokoh otoritasnya terhadap  isu-isu sosial krusial yang perlu dilakukan musyawarah keagamaan dan menghadirkan keputusan  fatwa KUPI.

Menurut Prof. Machasin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga KUPI dengan otoritas keagamaannya, teori Fiqh dan Ushul Fiqh, yang memepertimbangkan pengalaman korban sebagaimana prinsip Islam Rahmatan lil Alamin yang memberi perhatian keadilan pada yang lemah dan dilemahkan. Dalam kerja-kerja jejaringnya KUPI perlu meningkatkan dengan kelompok-kelompok yang punya pengaruh agar perspektif KUPI dengan otoritas keagamaannya makin banyak diaplikasikan dalam kebijakan.

Nihayatul Wafiroh, anggota DPR RI Fraksi PKB memberi paparannya dengan pengalaman fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam menggunakan pertimbangan dan rujukan hasil fatwa KUPI larangan kekerasan seksual dalam mengadvokasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang kini menjadi UU nomor 12 tahun 2022. PKB sebagai partai moderat dan banyak kalangan ulama didalamnya, menjadi terbantu dengan pandangan keagamaan KUPI saat menyikapi prolegnas RUU TPKS. Termasuk juga saat menyuarakan hadirnya Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 terkait pasal pendewasaan usia perkawinan,   KUPI memiliki ketegasan larangan perkawinan anak.

Sementara Olivia Chadijah Salampessy, anggota Komnas Perempuan menyampaikan bagaimana pengalaman Komnas Perempuan saat bekerjasama dengan KUPI dalam mengadvokasi isu kekerasan seksual. Pandangan keagamaan KUPI sangat membantu untuk menguatkan posisi korban, bagaimana pemuka-pemuka agama harus turut memulihkan korban.

Lembaga-lembaga agama harus mengintegrasikan isu bahayanya  kekerasan seksual dalam pengajaran. Masruchah mewakili Majelis Musyawarah KUPI menyampaikan pengalaman KUPI berstrategi menggunakan fatwa dalam advokasi di lembaga-lembaga strategis pengambil keputusan. Baik di parlemen, pemerintah, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan berpengaruh.

KUPI dengan kekuatan otoritas keagamaannya, pendekatan kultural menembus struktur-struktur pengambilan keputusan. Jaringan KUPI baik di parlemen, pemerintah, akademisi, pesantren, majlis taklim, ormas-ormas keagamaan dan di lembaga masyarakat sipil lainnya sebagai strategi menyuarakan visi-misi KUPI dimanapun jaringan KUPI berada. [] (ZA)

Selengkapnya untuk mendapatkan informasi tentang dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Halaqah Paralel tentang Menguatkan Otoritas Musyawarah Keagamaan KUPI di Mata Negara dan Masyarakat.