Habibah Djunaidi

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Habibah Djunaidi
Habibah Djunaidi.jpg
Tempat, Tgl. LahirBanjar, 8 Juli 1972
Aktivitas Utama
  • Dosen IAI Al-Falah, mudirah Pesantren Al-Falah Putri dan pendiri Yayasan Darul Muqaffa
Karya Utama
  • موقف الفقهاء من المساءل التى يفتى فيها على القول القديم للإمام الشافعي
  • المساءل التي لا يعذرفيها بالجهل في العابدات والمعاملات

Habibah Djunaidi adalah seorang ulama perempuan yang lahir di Banjar pada 8 Juli 1972. Sehari-hari aktif memberikan ceramah di berbagai majelis taklim, menjadi dosen di IAI Al-Falah, mudirah Pesantren Al-Falah Puteri, dan pendiri Yayasan Darul Muqaffa.

Habibah terlibat aktif dalam perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Cirebon pada tahun 2017. Ia termasuk salah satu tim perumus hasil musyawarah keagamaan KUPI tentang pernikahan anak, dan ia pula yang membacakan sikap keagamaan KUPI tersebut di depan para peserta dan undangan saat penutupan kongres.

Riwayat Hidup

Habibah Djunaidi adalah anak pertama pasangan Djunaidi Bin H. Abdan Tsani dan Norsmah Binti H. Naim. Meski dalam keterbatasan, orang tua Habibah tak pernah berputus asa dalam memberikan dukungan terbaik bagi ketujuh putera-puteri mereka. Orang tua Habibah bahkan rela melepaskan beberapa bidang tanah yang dimiliki demi untuk pendidikan anak-anak mereka.

Habibah menamatkan pendidikan dasarnya di SDN Hidup Baru, Sungai Lulut, Kabupaten Banjar. Selepas itu, ia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Al-Falah Puteri Banjarbaru, hingga lulus Madrasah Aliyah. Habibah remaja sangat mencintai ilmu, hal itu bisa dilihat pada kegigihannya dalam belajar. Ia merupakan murid yang cerdas dan tekun. Tak Heran, jika ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Atas motivasi dan dukungan Romlah, mudirah Pesantren Al-Falah waktu itu, Habibah menjadi alumni pertama dari Pesantren Al-Falah Puteri yang melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar.

Sepulang dari Mesir pada tahun 2011, ia diminta untuk mengajar di Pascasarjana IAIN Antasari. Tak selang berapa lama, ia pun diminta untuk menjadi mudirah di Pesantren Al-Falah Puteri, tempat di mana dulu dia pernah belajar. Habibah menjabat sebagai mudirah selama dua periode (2013–2016 dan 2016–2020). Selain menjabat sebagai mudirah di Pesantren Al-Falah Puteri, ia juga menjadi dosen di STAI Al-Falah.

Pada tahun 2018, ia menikah dengan Drs. Ahmad Rijali, M. Pd bin H. Abdurrasyid bin H. Abdurrahim bin H. Muhammad Said bin Syekh H. Sa’duddin (Datu Taniran) bin Mufti Muhammad As’ad bin Puan Syarifah binti Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Disaksikan langsung oleh guru kinasih Habibah saat di Universitas Al-Azhar, Syekh Nuruddin Marbu Al-Makki Al-Banjari.

Dokumentasi ini terwujud atas dukungan suami Habibah yang menuturkan kembali pandangan Habibah Djunaidi. Pada tanggal 22 Maret 2021, Habibah Djunaidi wafat setelah empat hari berjuang melawan virus Corona.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Di Indonesia, tidak banyak ulama perempuan yang secara khusus mendalami tentang kajian fikih, terutama fikih perbandingan mazhab. Habibah Djunaidi merupakan salah satu nama ulama perempuan yang bisa disebut dalam kajian fikih ini. Secara khusus, ia mendalami (perbandingan) fikih di Universitas Al-Azhar sejak strata satu sampai program doktoral.

Bukan tanpa sebab Habibah tertarik pada kajian fikih. Menurut Habibah, fikih membuatnya bergairah dan terpacu untuk terus-menerus mengkaji hukum tentang hal-hal baru yang terus muncul dan berkembang dalam kehidupan manusia; hukum-hukum yang sebelumnya belum masuk dalam kajian fikih klasik, misalnya hukum transplantasi hati atau hukum persoalan kontemporer lainnya. Manusia dengan seluruh daya pikir dan akal budinya akan terus menciptakan inovasi-inovasi dalam berbagai bidang sehingga fikih akan terus-menerus dikaji supaya tetap relavan dengan konteksnya. Kebutuhan kepastian hukum bagi masyarakat Muslim adalah sesuatu yang tak terelakkan.

Fikih, bagi Habibah, memberikan rasa nyaman karena di dalamnya tidak ada wilayah abu-abu. Di dalam fikih semua berada di tempat yang jelas, sehingga tidak menyisakan sedikitpun ruang bagi keragu-raguan.

Setiap kali ditanya mengenai hukum suatu perkara, Habibah selalu menyebut hadits “al-halal bayyin wal haram bayyin”. Pada satu waktu, seorang peneliti hadits bertamu ke rumah Habibah untuk berkonsultasi mengenai penyusunan ulang hadits-hadits hukum. Maka kalimat pertama yang keluar dari Habibah menjawab pertanyaan peneliti adalah “al-halal bayyin wal haram bayyin”.

Karena sikap yang tegas ini, Habibah tak jarang dituduh Syiah atau liberal oleh beberapa orang. Tuduhan yang dialamatkan kepada Habibah ini tentu saja tidak berdasar, dan memiliki tendensi untuk menyudutkan gagasan dan langkah-langkah dakwah Habibah di masyarakat.

Habibah secara lantang mengampanyekan fikih yang toleran dan ramah terhadap perempuan. Menurut Habibah, fikih memang tidak memberikan ruang sedikitpun bagi keraguan, tetapi bukan berarti di dalam fikih tidak dibolehkan perbedaan. Di tengah masyarakat yang majemuk dengan berbagai mazhab dan aliran, perbedaan adalah keniscayaan. Oleh karena itu, bagi Habibah, penting untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang ragamnya pendapat para ulama melalui fikih. Dengan latar belakang pendidikannya di bidang perbandingan mazhab, Habibah mampu melakukan dakwah itu dengan baik.

Dengan kedalaman pengetahuan fikihnya, Habibah setiap hari, hampir tanpa jeda, mengabdikan diri untuk berdakwah dan berbagi ilmu. Ia setidaknya mengajar dan mengampu di lebih dari sepuluh majelis taklim, lembaga tahfiz, dan perguruan tinggi. Komitmen yang tinggi pada ilmu dan dakwah ini, membuat Habibah sulit untuk menolak undangan dari berbagai tempat. Supaya tidak mengurangi waktu mengajar di pesantren dan kampus, Habibah membatasi dua undangan ceramah dalam sehari. Meski begitu, Habibah selalu menghadiri undangan dari berbagai daerah sampai ke pelosok-pelosok desa.

Sisa waktu yang dimiliki Habibah untuk beristirahat tidak banyak, tetapi dalam keterbatasan itu, perempuan yang hafal 30 juz Al-Quran ini, tak pernah lepas dari dua hal: kitab fikih dan Al-Quran. Di sela-sela waktu senggangnya, Habibah selalu mendaras Al-Quran. Bahkan saat di dalam mobil menuju tempat mengajar, ia tak jarang menggunakan waktunya untuk muthala’ah kitab-kitab fikih.

Salah satu kitab fikih yang sering dikaji oleh Habibah adalah Fathul Qarib. Sebuah kitab fikih klasik karangan Ibn Qasim Al-Ghazi. Fathul Qarib merupakan anotasi dari kitab Taqrib. Ahmad Rijali, suami Habibah, mengenang cerita unik mengenai Fathul Qarib dan Habibah. Dalam satu kesempatan, saat sedang mengantarkan Habibah menuju tempat pengajian, tiba-tiba Ahmad Rijali diminta oleh Habibah memutar arah kembali pulang, padahal perjalanan sudah cukup jauh. Ternyata, permintaan Habibah ini karena Fathul Qarib yang biasa ia bawa tertinggal di rumah. Saat masih studi di Al-Azhar, Habibah rajin mengngikuti talaqi kitab-kitab fikih bersama dengan beberapa syekh, salah satunya adalah Syekh Nuruddin Marbu Al-Makki Al-Banjari.

Di antara kajian fikih yang menjadi perhatian khusus Habibah adalah isu khas perempuan, seperti menstruasi. Menurut Habibah, masih banyak perempuan yang belum mengetahui dengan benar siklus menstruasi dan kaitannya dengan hukum di dalam fikih. Keadaan ini menarik keprihatinan Habibah, sehingga Habibah menulis satu catatan khusus mengenai siklus menstruasi. Catatan ini dibagikan Habibah kepada peserta majelis-majelis yang ia ampu.

Menurut Habibah, peran perempuan di dalam Islam sangatlah penting. Sebab, ibu adalah tempat pertama bagi anak-anak mendapatkan pengajaran hidup. Atas peran ini, menurut Habibah, perempuan harus memiliki pengetahuan dan pendidikan yang cukup, sehingga mampu menjalannya perannya sebagai madrasah al-ula.

Penghargaan & Prestasi

Pada tahun 2020, bersama dengan suaminya, Habibah merintis Yayasan Darul Muqaffa, sebuah lembaga yang menaungi pesantren modern, kegiatan sosial, dan lembaga kursus terkait dengan fikih, seperti pengelolaan zakat, infak, dan waris. Lembaga ini hadir bukan hanya karena kecintaannya pada fikih dan ilmu pengetahuan, tetapi juga karena perhatiannya terhadap pendidikan anak-anak di lingkungan sekitar. Habibah dan suami memberikan pendidikan gratis bagi para santri yang tidak mampu.

Habibah dan suami berharap Darul Muqaffa dapat melahirkan bibit baru ulama yang menguasai Al-Qur’an, hadits, dan fikih. Oleh karenanya, pendidikan di Darul Muqaffa fokus pada tiga hal tersebut (Ilmu Al-Quran, Ilmu hadits, dan Ilmu Fikih). Tiga hal ini, menurut Habibah, adalah pondasi penting dalam keilmuan Islam. Sebab, ketiga ilmu itu bagai lampu yang menyinari jalan kehidupan manusia. Di dalam kegelapan dan ruang yang samar, manusia seringkali merasa ragu-ragu. Dan di dalam keragu-raguan, mudah bagi Setan untuk menutup hati manusia.

Ada cita-cita dan harapan Habibah yang belum terwujud, yaitu mendirikan Bank Tha’am (Bank Makanan) dan Bank Malabis (Bank Pakaian). Kedua bank ini ingin memenuhi kebutuhan pangan dan sandang kaum duafa. Secara konsep, Bank Tha’am ini berjalan atas kerja sama Darul Muqaffa dengan rumah makan/restoran/hotel lingkungan sekitar. Darul Muqaffa menjadi tempat pengumpulan makanan dari dan menjadi distributor untuk kaum duafa. Pun dengan Bank Malabis, Habibah ingin Darul Muqaffa menjadi wadah bagi masyarakat yang ingin memberikan baju layak pakai, sehingga kaum duafa yang membutuhkan bisa mengaksesnya langsung ke Darul Muqaffa.

Karya-karya

Berpuluh-puluh buku masih tersimpan rapi di rumah. Buku-buku itu berisi tulisan tangan Habibah saat menyiapkan materi-materi ceramah atau kuliahnya. Habibah terbiasa menulis secara manual dengan pulpen dan kertas untuk seluruh bahan yang ia ingin sampaikan dengan merujuk kitab-kitab klasik Islam. Suami Habibah kemudian membantu merapikan catatan-catatan tersebut dalam bentuk power point yang siap untuk digunakan.

Ada dua karya akademis Habibah saat menempuh pendidikan master dan doktoral pada jurusan Perbandingan Mazhab Fikih Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab di Al-Azhar, yaitu:

  1. Thesis: موقف الفقهاء من المساءل التى يفتى فيها على القول القديم للإمام الشافعي
  2. Disertasi: المساءل التي لا يعذرفيها بالجهل في العابدات والمعاملات


Penulis : Nur Hayati Aida
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir