Dahliah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Dahliah
Dahliah.jpg
Tempat, Tgl. LahirPalleboreng, 12 Desember 1980
Aktivitas Utama
  • Kepala Madrasah Aliyah DDI Jawi-Jawi Kec. Segeri Kab. Pangkep
  • Pengajar STAI DDI Pangkep
  • Pengajar MTs DDI Jawi-Jawi
  • Pengurus DDI Cab. Segeri
  • Pembina Majelis Ta’lim Desa
  • Pengurus BKMT
  • Pengurus Muslimat NU
Karya Utama
  • Skripsi: Pasal 7 Undang undang No. 1 Tahun 1974 (tentang Pernikahan Dini) dalam Sorotan Hukum Islam Tahun 2004

Dahliah merupakan Ulama Perempuan Bugis yang memiliki ketertarikan akan isu Pencegahan Perkawinan Anak. Sejak belia, dia mengakui sudah cinta belajar ilmu Agama Islam. Perempuan kelahiran Palleboreng, 12 Desember 1980 ini menamatkan pendidikan Tsanawiyah hingga ‘Aliyah di Pondok Pesantren DDI Mangkoso. Da’iah kondang Kabupaten Pangkep ini kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Kampus Pondok DDI Mangkoso dan berhasil menyabet dua gelar Strata Satu; Syariah Hukum Islam dan Tarbiyah. Selain rutin mengisi Majlis Taklim di forum-forum pengajian dan berceramah di masjid-masjid, Magister Syariah Hukum Islam ini juga didapuk sebagai Kepala Madrasah Aliyah DDI Jawi-Jawi, Segeri, Pangkep, Sulawesi Selatan.

Dahliah, S.HI., S. Pd. I, M. HI. mengenal Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) melalui Rahima. Dia hadir pertama kalinya sebagai peserta KUPI 2 yang digelar di Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari, Bangsri, Jepara. Kehadiran tersebut membantunya untuk lebih memahami definisi dan fungsi Ulama Perempuan dan memberikannya kesempatan untuk dapat berinteraksi dan berdiskusi langsung bersama para ulama dari seluruh penjuru nusantara hingga mancanegara.

Riwayat Hidup

Dahliah mengakui bahwa dirinya telah memiliki kesadaran akan pentingnya memahami Ilmu Agama Islam sejak belia. Keinginan tersebut lahir dari dorongan hatinya sendiri. Apalagi mengingat anak ketujuh dari 12 bersaudara ini lahir dan tumbuh dari latar belakang keluarga pedagang, dengan ekonomi menengah ke atas, yang tidak akrab dengan pendidikan agama maupun pesantren. Dahliah menjadi orang pertama di keluarganya yang merantau sejak kecil demi mendalami Islam.

Pondok Pesanten DDI Mangkoso, Sulawesi Selatan, menjadi pilihannya melanjurkan pendidikan. Sebulan belajar, Dahliah kecil mengalami tipes akut selama tiga bulan lamanya, hingga dia kehilangan seluruh rambutnya. Namun, kecintaannya untuk terus memperdalam pemahaman keislaman membuatnya pantang menyerah. Setelah sembuh, dia memutuskan kembali melanjutkan pendidikan ke pondok hingga menuai banyak prestasi dan menamatkan pendidikannya hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Di samping kesadaran dari hati sebagai hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pembelajaran agama, Dahliah juga terinspirasi oleh guru-guru Diniyah yang mengajarkannya mengaji ketika masih duduk di Sekolah Dasar. Sejak saat itu dia merasa bahwa sangat penting baginya untuk menjadi ahli di bidang Agama Islam demi kebaikannya dan juga memberikan kebermanfaatan dalam menyelesaikan persoalan bagi banyak orang.

Selain berdakwah kepada masyarakat, Dahliah menilai penting untuk turut berdakwah kepada keluarga sendiri. Menurutnya, terkadang membina keluarga jauh lebih sulit dibanding mendidik masyarakat umum. “Saya anak ketujuh, sering dimintai pendapat oleh keluarga. Bagaimana cara menjenguk orang sakit, bagaimana cara berzakat, dan bersedekah. Alhamdulillah saudara-saudara saya semuanya rajin bersedekah,” ungkapnya haru.

Oleh sebab itu, selain menggunakan pendekatan keakraban dan candaan dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman, Dahliah juga tak lupa memanjatkan doa kepada Allah agar seluruh anggota keluarganya diberikan hidayah dan dilimpahi rahmat di dunia hingga akhirat. Dahliah menilai bahwa dukungan keluarga dalam memberikannya pilihan melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi telah melepasnya dari jerat potensi pernikahan dini yang cukup mengakar di kampungnya.

Oleh sebab itu, dia juga memiliki keinginan kuat untuk mendorong lebih banyak perempuan muda di Sulawesi Selatan untuk melanjutkan pendidikan, mengembangkan keterampilan, dan memperkuat faktor ekonomi agar mereka tidak terperosok dalam ketabuan menolak lamaran dan dipaksa untuk menikah di usia belasan hanya karena faktor ekonomi.

Keresahannya terkait maraknya kasus pernikahan anak di Indonesia, terkhusus di Sulawesi Selatan, dituangkan dalam skripsinya dengan mengkritisi Pasal Pernikahan Dini (Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) dalam sorotan Hukum Islam Tahun 2004. Dahliah menilai perkawinan anak atau pernikahan dini harus dicegah secara struktural agar masa depan anak bangsa bisa menjadi lebih baik.

“Di kampungku, asalkan sudah ada yang lamar, walaupun usia 12 tahun atau 13 tahun, enggak boleh ditolak, pamali. Jadi banyak anak perempuan yang tidak sekolah sampai ‘Aliyah, apalagi sarjana. Sebab dianggap nikah yang paling utama. Jadinya resah dengan adat setempat karena banyak yang menikah dini. Hasilnya keturunannya tidak maksimal juga pendidikannya. Tidak ada pengetahuan toh untuk mendidik anak,” paparnya.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Sebagai perempuan yang melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren berlandaskan pilihan hati, Dahliah mengakui sangat menikmati proses belajarnya. Isu-isu keulamaan dan dakwah sudah akrab di telinganya sejak dia menempuh pendidikan di Pondok Pesantren DDI Mangkoso, Sulawesi Selatan.

“Pertama kali mendengar istilah ulama sejak mondok. Dulunya saya kira ulama itu orang yang paham semua tentang agama. Kemudian dia bisa menjadi contoh,” jelas Dahliah kepada Kupipedia.id (26/11/2022) pada pergelaran KUPI 2 di Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari, Bangsri, Jepara. Namun kemudian, dia menuturkan bahwa definisi ulama yang diketahuinya saat itu masihlah sempit. Dahliah menilai pembelajaran yang dia dapatkan selama bergabung di Rahima dan mengikuti momentum KUPI 2  membuka cakrawala berpikirnya dalam memaknai kata ulama itu sendiri.

Melalui pembelajaran di Rahima, Dahliah memahami bahwa definisi perempuan ulama disematkan berdasarkan gender selaku pemuka agama perempuan. Sedangkan definisi ulama perempuan bisa dilekatkan kepada perempuan maupun laki-laki. Dahliah menilai, setiap ulama perempuan harus muncul dari hati mereka keinginan untuk menjadi lebih baik, lebih bermanfaat, dan dapat memberi pengaruh terhadap apa yang terjadi di sekeliling masyarakat. Menurut pemahamannya, ulama perempuan tidak harus paham semua tentang ilmu agama. “Biasa kalau dibilang ulama, ahli ilmu kan? Seorang yang banyak ilmu tapi tidak harus semuanya. Walaupun dengan ilmu yang sedikit tapi terus berbuat baik, mau bermanfaat, mau peka terhadap kemaslahatan umat, itu sudah bisa dikatakan sebagai ulama perempuan,” imbuh Dahliah.

Kemudian, Dahliah mengisahkan bahwa sejak kelas 1 Tsanawiyah sejatinya dia sudah terbiasa berceramah di podium. Beranjak ‘Aliyah, jadwalnya berceramah di bulan Ramadhan semakin padat. Saat melanjutkan pendidikan tinggi, jadwalnya berceramah di masjid-masjid pada bulan suci tidak pernah kosong, kecuali saat mengalami menstruasi.

Walau cukup piawai dalam berdakwah, tantangan dan penolakan juga tetap pernah dialaminya. Dahliah mengisahkan bahwa namanya pernah dikeluarkan dari salah satu daftar penceramah bulan Ramadhan dari sebuah masjid di Pangkep hanya dikarenakan dia adalah seorang perempuan. Namun kejadian itu tidak membuatnya patah arang. Dahliah semakin giat belajar dan mengasah kemampuannya dalam berdakwah. Sehingga setiap kali ada masjid yang mengundangnya untuk berceramah atau terdapat forum yang memintanya hadir untuk menggelar kajian, maka biasanya dia akan kembali diundang. “Saya tidak protes (saat ditolak), saya hanya akan menunjukkan ketika tampil. Dalam berdakwah saya benar-benar mengkaji. Sehingga biasanya diundang kembali,” paparnya.

Selain menyadari karakternya yang pantang menyerah dan percaya diri, Dahliah menilai bahwa sebagai perempuan dia dapat berkembang pesat juga berkat faktor dukungan dari suami dan keluarganya. Dia rasa tampaknya akan sulit bagi para perempuan bekerja untuk umat jika mereka tidak mendapatkan sistem dukungan yang baik secara domestik dan juga publik. Dahliah menilai penting bagi setiap perempuan memperoleh kesempatan berkiprah dan mengembangkan potensinya.

Adapun di bidang keulamaan, Dahliah berpendapat bahwa kehadiran ulama perempuan dan perempuan pendakwah di tengah masyarakat merupakan hal yang esensial. Mengingat banyaknya pembahasan terkait keperempuanan, terutama pengalaman khas perempuan, yang lebih nyaman didengarkan oleh jemaat jika hal tersebut disampaikan langsung oleh perempuan. Sebab menurutnya, ada sisi pengalaman dan pemahaman yang jika disampaikan akan lebih terasa nyata untuk dipahami.

Penghargaan dan Prestasi

  • Juara 1 Lomba pidato pada MTQ tingkat Kabupaten Pangkep di Tonasa Tahun 2015
  • Juara 1 Lomba pidato tingkat Kabupaten  Pangkep Tahun 2016
  • Juara 2 lomba  hafalan juz 30 pada MTQ Tahun 2015

Karya-karya

  • Skripsi: Pasal 7 Undang undang No. 1 Tahun 1974 (tentang Pernikahan Dini) dalam Sorotan Hukum Islam Tahun 2004
  • Tesis: Metode penyelesaian Ta'arudh Al Adillah dan Implikasinya terhadap Penetapan Hukum Islam. Tahun 2013
  • Jurnal ilmiah tentang Filsafat Al Kindi 2015
  • Karya tulis ilmiah dalam lomba kreatifitas guru pada HUT PGRI tingkat Kabupaten THN 2022: Peranan Guru dalam Membentuk Karakter anak didik di Madrasah Aliyah DDI Jawi

Daftar Bacaan Lanjutan

  • https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/giat-baca-al-quran-setelah-shalat-dhuha-di-ddi-jawi-jawi-QKbz6
  • https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/ma-putri-ddi-mangkoso-terima-sumbangan-dana-dari-alumni-GDtpx


Penulis : Ayu 'Ulya
Editor :
Reviewer :